Rabu, 17 Juli 2019

Kembali Absen, KPK Bahas Langkah Jika Muhajidin Adik Nazaruddin Absen Lagi

Baca Juga

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah.

Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Muhajidin Nur Hasyim, adik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin kembali absen dari panggilan pemeriksaan tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diagendakan hari ini, Rabu 17 Juli 2019. Melalui surat, Nur Hasyim memberitahukan ke KPK atas ketidak-hadirannya dengan alasan sakit

Sedianya, tim Penyidik KPK memanggil Muhajidin Nur Hasyim sebagai Saksi untuk tersangka Indung (IND) atas perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Anggota Komisi VI DPR-RI non-aktif Bowo Sidik Pangarso.

"Muhajidin Mur Hasim, Saksi untuk perkara suap terkait kerjasama di bidang pelayaran dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dengan tsk BSP (Bowo Sidik Pangarso) dan IND (Indung) menyampaikan surat tidak bisa hadir dengan alasan sakit, namun tidak melampirkan surat keterangan dokter", terang Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat mengonfirmasi wartawan di Kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu 17 Juli 2019.

Febri Diansyah menegaskan, KPK memperingatkan pada saksi Muhajidin agar dalam pekan ini datang ke KPK dan memenuhi panggilan penyidik. Ditegaskalannya pula, bahwa sebelumnya Muhajiddin menyatakan kesediaannya memenuhi oanggjlan KPK.

"Sampai hari ini, KPK telah mengirimkan 2 (dua) kali panggilan untuk jadwal 5 Juli dan 15 Juli 2019. Dan, hari ini dijadwalkan kembali, karena Saksi (sebelumnya) menghubungi KPK dan menyatakan kesediaan", tegas Febri.

Febri menyatakan, lembaganya akan membahas lebih lanjut langkah yang perlu dan dapat diambil jika saksi Muhajidin masih tidak hadir memenuhi panggilan penyidik.

Sebelumnya, pada 01 Juli 2019, KPK juga telah memeriksa anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir yang juga adik dari Nazaruddin.

Terkait pemeriksaan Nasir, tim Penyidik KPK mendalami pengetahuan Saksi terkait dugaan aliran dana gratifikasi kepada tersangka Bowo Sidik Pangarso.

Sementara itu, tim Penyidik KPK juga telah menjadwal ulang pemeriksaan terhadap M. Nazaruddin. Ia akan diperiksa sebagai Saksi atas psrkara tersebut.

Sebelumnya, M. Nazaruddin dijadwalkan akan diperiksa pada Selasa 09 Juli 2019 di Lapas Sukamiskin, Bandung. Namun, pemeriksaan batal dilakukan karena yang bersangkutan sakit dan akan dijadwal. ulang kembali.

M. Nazaruddin saat ini merupakan Terpidana perkara dugaan korupsi yang saat ini sedang menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung.

Sejauh ini, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap kontrak kerja-sama jasa pengangkutan distribusi pupuk (amonia) antara PT. HTK dengan PT. Pilog ini, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka.

Ketiganya yakni anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso, Indung selaku selaku pihak swasta dari PT. Inersia yang juga dikenal merupakan anak buah Bowo Sidik serta Asty Winasti Marketing Manager PT. HTK.

Bowo Sidik Pangarso dan Indung, ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Asty Winasti, ditetapkan KPK sebagai pemberi suap.

KPK menduga, Bowo Sidik Pangarso diduga telah menerima suap dari Asty Winasti. Suap diberikan, diduga agar PT. HTK bisa kembali mendapatkan kerja-sama dengan anak perusahaan PT. PIHC, yakni PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dalam hal distribusi pupuk.

KPK pun menduga, Asty Winasti telah memberi uang kepada Bowo Sidik Pangarso sebanyak 7 (tujuh) kali pemberian dengan total bernilai Rp. 1,6 miliar. Jumlah sebesar Rp. 1,6 miliar itu terdiri atas Rp. 89,4 juta yang diterima Bowo melalui Indung saat OTT dan 6 (enam) kali penerimaan sebelumnya, yang disebut KPK sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130.

KPK juga menduga, uang pemberian Asty Winasti ditujukan agar Bowo membantu PT. HTK kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT. Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Bowo Sidik diduga meminta imbalan sebesar USD 2 per metrik ton atas bantuannya.

Selain dari Asty Winasti, KPK mengindikasi Bowo Sidik Pangarso diduga menerima gratifikasi dari sumber lain terkait jabatannya senilai Rp. 6,5 miliar yang akan digunakan Bowo untuk melakukan 'serangan fajar' dalam Pemilu 2019 lalu.

KPK pun menyebut, pihaknya sudah mengidentifikasi pihak-pihak lain yang diduga sebagai pemberi gratifikasi tersebut.
Terhadap Bowo Sidik Pangarso dan Indung, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan terhadap Asty Winasti, KPK menyangka Asti Winasti melanggar Pasal 5 ayat (1)  huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.  *(Ys/HB)*