Rabu, 10 Juli 2019

Sidang Ke-6 Dugaan Jual-beli Jabatan Di Kemenag, Tim JPU KPK Ungkap Percakapan Gugus – Haris

Baca Juga

Salah-satu suasana sidang ke-6 perkara dugaan tindak pidana korupsi suap  jual-beli jabatan tinggi di Kemenag, Rabu 10 Juli 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, saat Gugus Joko Waskito Staf Khusus Menag Lukman Hakim memberi  kesaksiannya.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan atau sidang ke-6 (enam) perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag) dengan Terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan mantan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi digelar hari ini, Rabu 10 Juli 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.

Sidang lanjutan beragenda 'Mendengar Keterangan Saksi-saksi' kali ini, selain menghadirkan kedua Terdakwa tersebut, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 7 (tujuh) orang Saksi untuk didengar keterangannya. Di ataranya Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, mantan Ketua Umum (Ketum) PPP Mochammad Romahurmuziy juga Gugus Joko Waskito selaku Staf Khusus (Stafsus) Menag Lukman Hakim Safiuddin.

Dalam persidangan, tim JPU KPK memastikan adanya pembicaraan antara Menag Lukman Hakim dengan Staf Khusus Menag Gugus Joko Waskito membahas siapa yang akan dipilih sebagai calon Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur dengan menanyakan hal tersebut kepada saksi Gugus Joko Waskito.

Dihadapan Majelis Hakim yang memimpin jalannya persidangan, menjawab pertanyaan tim JPU KPK, saksi Gugus Joko Waskito tak menampik adanya percakapan antara dirinya dengan Menag Lukman Hakim Saifuddin terkait pengisian jabatan Pelaksana-tugas (Plt) Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

"Seingat saya, saya diminta pak menteri, sebelum Haris menjadi Plt (Plt. Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur), saya dikasih tahu, kurang lebih ya kalimatnya: Seandainya Kakanwil Jatim dirotasi, siapa kira-kira Plt yang bisa ditunjuk sementara sebagai pengganti? Tolong cari informasi pejabat yang senior, yang sekarang menjabat di Kanwil Jatim", ungkap Gugus serasa mengulang percakapannya dengan Menag Lukman Hakim kala itu, Rabu 10 Juli 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.

Setelah menerima perintah dari Menag Lukman Hakim, Gugus melakukan penelusuran nama-nama yang akan disaring untuk menempati posisi sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.

"Saat itu, saya mencari informasi di Kemenag Jatim siapa yang dianggap senior, dalam hal ini pernah menjadi Kepala Kantor dan menjabat di Kanwil di Jatim. Saat itu saya menginventarisir ada 3 nama, termasuk Haris. Nama-nama yang diminta itu saya sampaikan ke Kepala Biro Kepegawian. NIP (Nomor Induk Pegawai), Nama sama Jabatan", jelas saksi Gugus.

Haris Hasanuddin merupakan salah-seorang yang masuk nominasi. Gugus kemudian menanyakan kepada Haris soal identitas pribadinya. Namun, Gugus meminta kepada Haris supaya tidak memberitahukan soal pencalonannya sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Tim JPU KPK juga mengungkap adanya kode rahasia antara Gugus Joko Waskito dengan Haris Hasanuddin melalui WhatsApp pada 2 Oktober 2018. Yang mana, dalam tangkapan layar itu, Gugus meminta Haris untuk "silent" yang secara harafiah artinya diam.

"Maksud Anda apa silent?", tanya tim JPU KPK kepada saksi Gugus Joko Waskito dalam persidangan.

"Biar tidak bocor. Karena saat itu belum tentu ada pergantian Kakanwil (Provinsi Jawa Timur), karena Pak Menteri (Menag Lukman Hakim Safuuddin) bilang sendainya Kakanwil Jatim dirotasi. Khawatirnya, kalau terbuka kemana-mana informasinya kan seakan-akan bocor Kakanwil Jatim", jelas saksi Gugus.

Percakapan antara Gugus dengan Haris melalui WhatsApp yang dipapar tim JPU KPK pada tangkapan layar itu juga memaparkan soal kode Jum'at keramat, yang oleh saksi Gugus dijelaskan, maksudnya adalah kebiasaan rotasi di Kemenag yang dilakukan pada hari Jum'at.

Menurut Gugus, saat itu dia hanya menduga-duga bahwa rotasi akan dilakukan pada hari tersebut. Namun, Gugus menegaskan, jika dirinya tidak tahu pasti apakah Haris yang akan menjadi Kakanwil Kemenag Jawa Timur.

"Sering kali yang terjadi di Kemenag itu kalau ada rotasi pejabat atau pelantikan biasanya hari Jum'at. Makanya saya prediksi saja", ujar Gugus.

Berikut percakapan Haris dan Gugus pada WhatsApp yang dipaparkan tim JPU KPK dalam tangkapan layar:

Gugus: Nama lengkap njenengan, NIK, dan jabatan sekarang tlg dikirim ke saya

Haris: Haris Hasanudin, NIP 197003251996031001, Kepala Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kanwil Kemenag Jatim

Gugus: Silent yah...

Gugus: komunikasi dengan Dpw

Gugus: Segera

Gugus: Didik dan P Musyafa

Gugus: By phone mereka sudah setuju njenengan Plt

Gugus: Tolong dijaga...ini silent

Gugus: 5 oktober, jumat pon, jumat keramat

Haris: masyaallah mugi barakah mohon terus pendampingan dan arahannya

Gugus menolak jika dikatakan dirinya menawarkan jabatan kepada Haris untuk posisi sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur. "Oh... belum. Supaya tidak bilang ke yang lain-lain. Biar tak bocor saja", tambahnya.

Sebelumnya, dalam sidang perdana perkara dugaaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan di Kemenag yang digelar pada Rabu 29 Mei 2019 di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, dalam Surat Dakwaan yang dibacakan secara bergantian, tim JPU KPK juga membeberkan, bahwa perkara tersebut bermula dari Haris Hasanuddin yang saat itu menjabat Kepala Bidang (Kabag) Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari'ah pada Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur yang juga menjabat Pelaksana-tugas (Plt.) Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur berkeinginan menduduki jabatan Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur secara definitif.

Namun, keinginan Haris Hasanuddin tersebut terkendala salah-satu syarat administrasi, yaitu 'tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin dalam 5 tahun terakhir'. Sedangkan Haris Hasanuddin pernah dijatuhi sanksi disiplin pada tahun 2016. Namun, atas saran dari Ketua DPW PPP Jatim Musyaffa Noer, Haris Hasanuddin pun meminta bantuan ke Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy.

"Atas saran Musyaffa Noer, pada tanggal 17 Desember 2018 Terdakwa menemui Muchammad Romahurmuziy di rumahnya dan menyampaikan keinginannya menjadi Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur yang untuk itu terdakwa juga meminta bantuan Muchammad Romahurmuziy untuk menyampaikan hal itu kepada Lukman Hakim Saifuddin", beber tim JPU KPK membacakan Surat Dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, Rabu 29 Mei 2019.

Dalam Dakwaannya, Tim JPU KPK juga mengungkapkan alasan Haris mendekati Romahurmuziy lantaran keinginannya mendapat jabatan itu terkendala persyaratan administrasi, yaitu tidak dijatuhi sanksi disiplin ASN dalam 5 tahun terakhir, sedangkan Haris pernah disanksi disiplin pada tahun 2016.

"Terdakwa tidak memenuhi syarat administrasi, sehingga dinyatakan tidak lolos seleksi tahap administrasi. Namun karena ada perintah dari Muchammad Romahurmuziy kepada Lukman Hakim Saifuddin, pada tanggal 31 Desember 2018 Mohamad Nur Kholis Setiawan (Sekretaris Jenderal Kemenag) atas arahan Lukman Hakim Saifuddin memerintahkan Ahmadi selaku panitia pelaksana seleksi menambahkan 2 orang peserta dalam Berita Acara Panitia Seleksi yaitu Haris Hasanudin dan Anshori", ungkap tim JPU KPK.

Tim JPU KPK pun mengungkapkan, bahwa pada akhirnya ada 4 (empat) orang yang lolos tahap administrasi dalam jabatan itu. Yaitu Haris Hasanudin, Barozi, Moh Khusnuridlo, dan Moch. Amin Mahfud.
Namun, dalam perjalanannya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sempat menyampaikan ke Lukman mengenai adanya kejanggalan yaitu adanya nama Haris Hasanudin yang tercatat pernah mendapatkan hukuman disiplin.

"Selanjutnya Muchammad Romahurmuziy menyampaikan kepada Lukman Hakim Saifuddin agar tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dengan segala risiko yang ada", ungkap tim JPU KPK pula.

"Pada tanggal 17 Februari 2019, Muchammad Romahurmuziy menyampaikan kepada Terdakwa, bahwa Menteri Agama sudah memutuskan untuk mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan akan mengambil segala risiko yang ada untuk tetap memilih Terdakwa dalam jabatan tersebut", ungkap tim JPU KPK pula.

Tim JPU KPK juga mengungkapkan, bahwa dalam prosesnya, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama (Menag) diduga melakukan intervensi atas pencalonan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur, meski ada rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang menyebutkan ketidak-sesuaian seleksi jabatan tersebut karena Haris pernah dijatuhi sanksi disiplin ASN.

"Pada tanggal 1 Maret 2019, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama menghubungi Janedjri M. Gaffar selaku Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum dan berkonsultasi mengenai cara untuk tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur", ungkap JPU KPK  dalam membacakan Surat Dakwaannya juga.

Namun, lanjut tim JPU KPK, dari konsultasi itu, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama tetap akan mengangkat Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Dalam  perjalanannya, masih lanjut tim JPU KPK, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sempat menyampaikan ke Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengenai adanya ketidak-sesuaian antara persyaratan umum seleksi terbuka dengan hasil seleksi administrasi, karena terdapat 2 (dua) orang peserta seleksi yaitu Haris Hasanudin dan Anshori yang ternyata keduanya pernah mendapatkan hukuman disiplin PNS pada tahun 2015 dan 2016.

"Atas temuan itu, KASN merekomendasikan kepada Menteri Agama untuk membatalkan kelulusan kedua orang tersebut", lanjut tim JPU KPK.

Tim JPU KPK menyebut, bahwa Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama siap membela seorang pejabat di Kementerian yang dipimpinnya meski melanggar syarat untuk mendapatkan suatu jabatan. Namun, sikap Lukman itu disebut tim JPU KPK diselimuti iming-iming 'rasuah'.

Tim JPU KPK menegaskan, pada akhirnya, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama tetap mengangkat Haris Hasanuddin dalam jabatan itu. Diduga, sebagai imbalannya, Haris Hasanuddin memberikan uang total Rp. 70 juta pada Lukman Hakim Saifuddin dalam 2 (dua) kali pemberian.

"Tanggal 1 Maret 2019 di hotel Mercure Surabaya, Terdakwa melakukan pertemuan dengan Lukman Hakim Saifuddin. Dalam pertemuan tersebut, Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan bahwa ia 'pasang badan' untuk tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu Terdakwa memberikan uang kepada Lukman Hakim Saifuddin sejumlah Rp 50 juta", tegas tim JPU KPK membacakan Dakwaannya dalam persidangan.

Tim JPU KPK menandaskan, bahwa pemberian uang sebagai bagian dari komitmen itu berlanjut di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebu Ireng Jombang Jawa Timur, pada Sabtu 09 Maret 2019 melalui Herry Purwanto.

"Pada tanggal 9 Maret 2019, bertempat di (Pondok Pesantren) Tebu Ireng Jombang, Terdakwa memberikan uang sejumlah Rp. 20 juta kepada Lukman Hakim Saifuddin melalui Herry Purwanto sebagai bagian dari komitmen yang sudah disiapkan oleh Terdakwa untuk pengurusan jabatan selaku Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur", Tandas JPU KPK dalam persidangan.

Terhadap Haris Hasanuddin dan Muhammad Muafaq Wirahadi, Tim JPU KPK mendakwa, keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*