Rabu, 03 Juli 2019

Sidang Ke-5 Dugaan Jual-beli Jabatan Di Kemenag, Ketua DPW PPP Jatim Musyaffa Akui Pernah Didatangi Haris

Baca Juga

Ketua DPW PPP Musyaffa Noer saat dalam suasana memberi kesaksian pada sidang ke-5 perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan di Kemenag, Rabu 03 Juli 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bubgur Besar Raya – Jakarta Pusat.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Timur Musyaffa Noer mengaku jika dirinya pernah menghubungkan Haris Hasanudin dengan Ketua Umum DPP PPP Mochammad Romahurmuziy alias Romi terkait pengisian jabatan di Kakanwil Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur.

Musyaffa Noer pun mengakui, bahwa pernah didatangi oleh Calon Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kabupaten Gresik Muhammad Muaffaq Wirahadi untuk meminta dukungan agar lolos dalam seleksi jabatan tinggi di Kemenag.

Pengakuan itu diungkapkan Musyaffa Noer dalam kesaksiannya pada sidang lanjutan atau sidang ke-5 (lima) perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag) yang digelar hari ini, Rabu 03 Juli 2019, di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.

Dalam persidangan lanjutan yang beragenda "Mendengarkan Keterangan (para) Saksi" ini, Ketua DPW PPP Jawa Timur Musyaffa Noer dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Saksi untuk terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan terdakwa mantan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

Dalam kesaksiannya, Musyaffa Noer bersaksi bahwa ia pernah menghubungkan Haris Hasanudin dengan Mochammad Romahurmuziy alias Romi yang saat itu menjabat Ketum PPP sekaligus Anggota Komisi XI DPR-RI. Menurut Musyaffa, penjembatanan itu terkait pengisian jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI) di Provinsi Jawa Timur

"Saudara Haris (Haris Hasanuddin) minta bantuan untuk disampaikan ke Romi (Mochammad Romahurmuziy). Intinya, beliau (Haris Hasanuddin) pingin jadi Kakanwil Kemenag Jawa Timur”, kata Musyaffa, menjawab pertanyaan JPU KPK Abdul Basir dalam sidang lanjutan atau sidang  ke-5 (lima) perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan di Kemenag yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, Rabu 03 Juli 2019.

Musyaffa pun bersaksi, kedatangan Haris ke kediamannya itu terjadi ketika Haris Hasanuddin masih menjabat sebagai Pelaksana-tugas (Plt) Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur. Menurut Musyaffa, saat itu dirinya merasa heran atas permintaan yang disampaikan Haris Hasanudiin dimaksud.

"Ya. Pada Desember 2018, saudara Haris mendatangi saya. Saya saat itu bilang: 'Loh kok datangnya ke saya...!? Nggak ada hubungannya...!'. Lalu Pak Haris bilang: 'Pak Ketua kan dekat sama Pak Rommy...?'. Kemudian saya jawab: 'Dekatnya karena struktur partai (PPP)'. Selanjutnya, Pak Haris bilang: 'Iya..., barangkali bapak bisa sampaikan kepada pada Pak Rommy”, terang Musyaffa Noer.

Meski mengaku awalnya heran, namun Musyaffa akhirnya menyampaikan keinginan Haris tersebut kepada Romi dalam suatu acara di Jawa Timur. Menurut Musyaffa, saat itu Romi tidak langsung memberi tanggapan atas keinginan Haris Hasanuddin tersebut.

"Pada saat saya sampaikan, Pak Romi (Mochammad Romahurmuziy) diam, sehingga saya tidak lanjutkan pembicaraan", terang Musyaffa pula.

Tim JPU KPK kembali melanjutkan menggali pengetahuan Saksi tentang kewenangan Mochammad Romahurmuziy dalam proses promosi pengisian jabatan di lingkungan Kemenag.

"Sepengetahuan saudara Saksi, apa kaitan Romi sama Menteri (Menag Lukman Hakim Safiuddin)? Kenapa (Haris Hasanuddin) bilangnya (minta dijembataninya) ke Romi?" tanya jaksa.

"Nggak ada hubungannya", ujar Ketua DPW PPP Musyaffa Noer menjawab pertanyaan tim JPU KPK.

Tim JPU KPK kembali melontarkan pertanyaan susulan terkait kewenangan pimpinan Parpol atas jabatan tinggi di Kemenag.

"Apa Ketum (Ketua Umum) Partai bisa beri saran terkait jabatan yang diisi kementerian?", tanya tim JPU KPK lagi.

"Sepemgetahuan saya, tidak Pak”, jawab Musyaffa singkat.

Selain mengakui Haris Hasanuddin pernah datang ke rumah kediamannya, Ketua DPW PPP Musyaffa Noer juga mengakui, bahwa Muhammad Muafaq Wirahadi juga pernah mendatangi tempat-tinggalnya..

Menurut Musyaffa Noer, kedatangan Muhammad Muaffaq Wirahadi ke tempat tinggalnya itu idem dengan tujuan Haris Hasanuddin, yaitu untuk meminta dukungan dalam seleksi Kakanwil Kemenag Kabupaten Gresik.

"Beliau (Muhammad Muafaq Wirahadi) pernah datang ke rumah. Saya tanya, ada apa? Pertama beliau (Muafaq) sampaikan ingin silaturahim, kedua dia (Muafaq) sampaikan sedang ikut seleksi di Kemenag. Dia (Muafaq) minta dibantu do'a", jelas Musyaffa, menjawab pertanyaan tim JPU KPK.

Atas jawaban Musyaffa tersebut, tim JPU KPK kembaki melontar pertanyaan susulan tentang maksud pesan WhatsApp antara Musyaffa dengan Muaffaq bertanggal 18 Januari 2019. Yang mana, dalam pesan percakapan tersebut, terdakwa Muhammad Muaffaq Wirahadi mengirim pesan terkait informasi bahwa dia akan dilantik sebagai Kakanwil Kemenag Kabupaten Gresik. Sementara Musyaffa dalam pesannya mengucapkan permintaan maaf.

"Ada WhatsApp, isinya: 'Mohon maaf baru bisa laporan'. Ini kaitannya apa?", tanya JPU KPK Wawan Yunarwanto kepada Musyaffa.

"Lupa saya", jawab Ketua DPW PPP Jawa Timur Musyaffa, singkat.

Musyaffa pun membantah jika pesan WhatsApp dari Muaffaq itu lantaran ada peran Musyaffa dalam proses seleksi Kakanwil Kemenag Kabupaten Gresik. "Tidak ada...!", bantahnya.

Sebelumnya, dalam sidang perdana perkara dugaaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan di Kemenag yang digelar pada Rabu 29 Mei 2019 di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, dalam Surat Dakwaan yang dibacakan secara bergantian, tim JPU KPK juga membeberkan, bahwa perkara tersebut bermula dari Haris Hasanuddin yang saat itu menjabat Kepala Bidang (Kabag) Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari'ah pada Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur yang juga menjabat Pelaksana-tugas (Plt.) Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur berkeinginan menduduki jabatan Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur secara definitif.

Namun, keinginan Haris Hasanuddin tersebut terkendala salah-satu syarat administrasi, yaitu 'tidak pernah dijatuhi sanksi disiplin dalam 5 tahun terakhir'. Sedangkan Haris Hasanuddin pernah dijatuhi sanksi disiplin pada tahun 2016. Namun, atas saran dari Ketua DPW PPP Jatim Musyaffa Noer, Haris Hasanuddin pun meminta bantuan ke Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy.

"Atas saran Musyaffa Noer, pada tanggal 17 Desember 2018 Terdakwa menemui Muchammad Romahurmuziy di rumahnya dan menyampaikan keinginannya menjadi Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur yang untuk itu terdakwa juga meminta bantuan Muchammad Romahurmuziy untuk menyampaikan hal itu kepada Lukman Hakim Saifuddin", beber tim JPU KPK membacakan Surat Dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, Rabu 29 Mei 2019.

Dalam Dakwaannya, Tim JPU KPK juga mengungkapkan alasan Haris mendekati Romahurmuziy lantaran keinginannya mendapat jabatan itu terkendala persyaratan administrasi, yaitu tidak dijatuhi sanksi disiplin ASN dalam 5 tahun terakhir, sedangkan Haris pernah disanksi disiplin pada tahun 2016.

"Terdakwa tidak memenuhi syarat administrasi, sehingga dinyatakan tidak lolos seleksi tahap administrasi. Namun karena ada perintah dari Muchammad Romahurmuziy kepada Lukman Hakim Saifuddin, pada tanggal 31 Desember 2018 Mohamad Nur Kholis Setiawan (Sekretaris Jenderal Kemenag) atas arahan Lukman Hakim Saifuddin memerintahkan Ahmadi selaku panitia pelaksana seleksi menambahkan 2 orang peserta dalam Berita Acara Panitia Seleksi yaitu Haris Hasanudin dan Anshori", ungkap tim JPU KPK.

Tim JPU KPK pun mengungkapkan, bahwa pada akhirnya ada 4 (empat) orang yang lolos tahap administrasi dalam jabatan itu. Yaitu Haris Hasanudin, Barozi, Moh Khusnuridlo, dan Moch. Amin Mahfud.

Namun, dalam perjalanannya, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sempat menyampaikan ke Lukman mengenai adanya kejanggalan yaitu adanya nama Haris Hasanudin yang tercatat pernah mendapatkan hukuman disiplin.

"Selanjutnya Muchammad Romahurmuziy menyampaikan kepada Lukman Hakim Saifuddin agar tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dengan segala risiko yang ada", ungkap tim JPU KPK pula.

"Pada tanggal 17 Februari 2019, Muchammad Romahurmuziy menyampaikan kepada Terdakwa, bahwa Menteri Agama sudah memutuskan untuk mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur dan akan mengambil segala risiko yang ada untuk tetap memilih Terdakwa dalam jabatan tersebut", ungkap tim JPU KPK pula.

Tim JPU KPK juga mengungkapkan, bahwa dalam prosesnya, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama (Menag) diduga melakukan intervensi atas pencalonan Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur, meski ada rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang menyebutkan ketidak-sesuaian seleksi jabatan tersebut karena Haris pernah dijatuhi sanksi disiplin ASN.

"Pada tanggal 1 Maret 2019, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama menghubungi Janedjri M. Gaffar selaku Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum dan berkonsultasi mengenai cara untuk tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur", ungkap JPU KPK  dalam membacakan Surat Dakwaannya juga.

Namun, lanjut tim JPU KPK, dari konsultasi itu, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama tetap akan mengangkat Haris Hasanuddin sebagai Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur.

Dalam  perjalanannya, masih lanjut tim JPU KPK, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sempat menyampaikan ke Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengenai adanya ketidak-sesuaian antara persyaratan umum seleksi terbuka dengan hasil seleksi administrasi, karena terdapat 2 (dua) orang peserta seleksi yaitu Haris Hasanudin dan Anshori yang ternyata keduanya pernah mendapatkan hukuman disiplin PNS pada tahun 2015 dan 2016.

"Atas temuan itu, KASN merekomendasikan kepada Menteri Agama untuk membatalkan kelulusan kedua orang tersebut", lanjut tim JPU KPK.

Tim JPU KPK menyebut, bahwa Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama siap membela seorang pejabat di Kementerian yang dipimpinnya meski melanggar syarat untuk mendapatkan suatu jabatan. Namun, sikap Lukman itu disebut tim JPU KPK diselimuti iming-iming 'rasuah'.

Tim JPU KPK menegaskan, pada akhirnya, Lukman Hakim Saifuddin selaku Menteri Agama tetap mengangkat Haris Hasanuddin dalam jabatan itu. Diduga, sebagai imbalannya, Haris Hasanuddin memberikan uang total Rp. 70 juta pada Lukman Hakim Saifuddin dalam 2 (dua) kali pemberian.

"Tanggal 1 Maret 2019 di hotel Mercure Surabaya, Terdakwa melakukan pertemuan dengan Lukman Hakim Saifuddin. Dalam pertemuan tersebut, Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan bahwa ia 'pasang badan' untuk tetap mengangkat Terdakwa sebagai Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu Terdakwa memberikan uang kepada Lukman Hakim Saifuddin sejumlah Rp 50 juta", tegas tim JPU KPK membacakan Dakwaannya dalam persidangan.

Tim JPU KPK menandaskan, bahwa pemberian uang sebagai bagian dari komitmen itu berlanjut di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebu Ireng Jombang Jawa Timur, pada Sabtu 09 Maret 2019 melalui Herry Purwanto.

"Pada tanggal 9 Maret 2019, bertempat di (Pondok Pesantren) Tebu Ireng Jombang, Terdakwa memberikan uang sejumlah Rp. 20 juta kepada Lukman Hakim Saifuddin melalui Herry Purwanto sebagai bagian dari komitmen yang sudah disiapkan oleh Terdakwa untuk pengurusan jabatan selaku Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur", Tandas JPU KPK dalam persidangan.

Terhadap Haris Hasanuddin dan Muhammad Muafaq Wirahadi, Tim JPU KPK mendakwa, keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*

BERITA TERKAIT :