Jumat, 28 Februari 2020

Terkait Perkara Dugaan TPPU Bupati Mojokerto MKP, KPK Kembali Sita 4 Lahan Tebu Di Gedeg Senilai Rp. 2 Miliar

Baca Juga

Papan penyitaan KPK yang dipancang di salah-satu lahan tebu milik mantan Bupati Mojokerto MKP di kawasan Desa Terusan Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto.


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyita aset diduga milik mantan Bupati Mojokerto. Kali ini,tim Penyidik KPK menyita 4 (empat) bidang lahan pertanian tebu di kawasan Desa Terusan Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto. Diduga, penyitaan lahan tersebut terkait perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat MKP selaku Bupati Mokokerto.

Kepala Desa (Kades) Terusan Eko Adi Sutarno menerangkan, dengan didampingi Perangkat Desa setempat, tim Penyidik KPK menyita 4 bidang lahan pertanian tebu tersebut pada Kamis (27/02/2020) siang sekitar pukul 13.30 WIB. Yang mana, masing-masing bidang lahan pertanian tebu yang disita KPK tersebut berukuran luas sekitar 3300 meter persegi, sehingga luas total 1,32 Ha.

“Kemarin (Kamis, 27/02/2020) siang dipatok (dipasang papan). Sekarang cuma mengecek saja", terang Kades Terusan Eko Adi Sutarno saat dikonfirmasi wartawan, Jum'at (28/02/2020) siang.

Adi pun mengungkapkan, bahwa 4 bidang tanah yang disita KPK itu milik MKP yang dibeli dari petani melalui orang dekatnya, Nono Santoso pada tahun 2015. “Sebelum dibeli Nono, tahun 2014 silam lahan tersebut masih berstatus lahan letter C (petok D) milik petani", ungkapnya.

Menurut Adi, 4 bidang aset tersebut masing-masing dibeli oleh Nono Santoso dengan harga Rp. 500 juta, total Rp. 2 miliar. Menurut Edi pula, baru belakangan pihaknya mengetahui jika 4 aset tersebut terkait dengan MKP. “Untuk luasnya yang disita (KPK), setiap satu bidangnya memiliki luas 3.300 meter persegi. Kalau 4 (empat) ya tinggal dikalikan saja", jelasnya.

Menurut warga sekitar, salah-satu dari 4 bidang lahan tebu yang disita KPK itu, sebelumnya merupakan lahan milik warga bernama Kholis yang kemudian dibeli oleh warga bernama Sumari.

Selain 4 bidang lahan pertanian tebu tersebut, tim Penyidik KPK juga melakukan penyitaan aset lahan tanah diduga milik MKP yang berlokasi di kawasan Jatirejo, sekitar pabrik pemecah batu CV. Musika milik MKP.

Sementara itu, Kasubsi Administrasi dan Pengelolaan pada Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas Dua Mojokerto, Budi Haryono menerangkan, bahwa pada hari ini, Jum'at 28 Pebruari 2020, petugas dari Rupbasan Kelas II Mojokerto mengecek aset diduga milik MKP yang disita KPK di kawasan Desa Kemantren Kecamatan Gedeg kemudian di kawasan Kecamatan Jatirejo.

“Petugas (Rupbasan) ke Kemantren untuk cek lokasi. Setelah itu, meninjau lokasi di dekat pabrik di Jatirejo", ujar Kasubsi Administrasi dan Pengelolaan Rupbasan Kelas Dua Mojokerto, Budi Haryono.

Budi Haryono mengatakan, dokumen terkait aset-aset tersebut, menyusul akan diserahkan KPK ke Rupbasan Kelas II Mojokerto. Berdasakan data di Rupbasan, total aset diduga milik MKP yang disita KPK, di antaranya 44 bidang tanah dan rumah serta 40 kendaraan.

Sementara itu, KPK menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka atas 3 (tiga) perkara.

Dalam perkara pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya, yakni Ockyanto dan Onggo Wijaya telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar dan melakukan penahanan atas ketiganya.

Menyusul, penetapan 3 (tiga) Tersangka baru dan dilakukan penahanan terhadap ketiganya oleh KPK pada Rabu 07 Nopember 2018 lalu. Ketiganya, yakni Achmad Suhawi (ASH) selaku Direktur PT Sumawijaya serta mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan (ASB) dan Nabiel Titawano (NT) selaku pihak swasta. Ketiganya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap. KPK menetapkan ketiganya sebagai Tersangka (baru) dalam perkara ini berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dan fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).

Pada Senin 21 Januari 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya telah memutus perkara tersebut. Yang mana, Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum "bersalah" telah menerima suap sebesar Rp. 2,75 miliar terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, dengan rincian dari PT. Tower Bersama Group sebesar Rp. 2,2 miliar dan dari PT. Protelindo sebesar Rp. 550 juta.

Dalam perkara pertama, MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Sedangkan Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group)  dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap.

KPK menyangka, MKP selaku Bupati Mojokerto di duga menerima 'suap' dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Group (TBG) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi kedua perusahaan tersebut diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai sekitar Rp. 2,75 miliar dari yang disepakati sebesar Rp. 4,4 miliar.

Dalam persidangan, tim JPU KPK mendakwa, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Atas Dakwaan pelanggaran pasal tersebut, Tim JPU KPK mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman badan 12 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta serta membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar juga mencabut hak politik selama 5 (lima) tahun setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok.

Atas Tuntutan tim JPU KPK terhadap MKP tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang memimpin jalannya persidangan memutuskan, MKP selaku Bupati Mojokerto divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp. 500 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar subsider 1 (satu) tahun penjara serta pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 (lima) tahun terhitung setelah MKP menjalani hukuman pokok.

Atas Putusan Majelis Hakim tersebut, MKP menyatakan menolak dan mengajukan 'Banding' ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur.

Sedangkan terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sementara terhadap tersangka Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan, KPK menyangka, mereka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar.

Atas perbuatannya, KPK menyangka keduanya diduga melanggar Pasal 12B Undang Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 juncto  Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dalam perkara ketiga, pada Selasa 18 Desember 2018 lalu, KPK menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). KPK mensinyalir, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto 2 (dua) periode (2010–2015 dan 2016–2021) di duga menerima gratifikasi setidak-tidaknya sebesar Rp. 34 miliar dari rekanan penggarap proyek-proyek di lingkup Pemkab Mojokerto, dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di lingkup Pemeeintah Daerah (Pemkab) Mojokerto, Camat dan Kepala Sekolah SD–SMA di lingkup Pemkab Mojokerto.

Atas perbuatannya, KPK menyangka, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebagaimana diterangkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers yang digelar di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Selasa 18 Desember 2018 sore, bahwa KPK kembali menetapkan Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka atas perkara dugaan TPPU berupa penerimaan gratifikasi bernilai sekitar Rp. 34 miliar.

"Dari penerimaan gratifikasi sekitar Rp. 34 miliar tersebut, KPK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas harta kekayaan yang diketahui hasil dari tindak pidana korupsi dengan tujuan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang dilakukan tersangka MKP", terang Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam jumpa pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (18/12/2018) sore, silam.

Dipaparkannya, KPK menduga MKP telah menyimpan secara tunai atau sebagian disetorkan ke rekening bank yang bersangkutan atau menyimpan uang melalui perusahaan milik keluarga MUSIKA Group, yakni CV. MUSIKA, PT. Sirkah Purbantara dan PT. Jisoelman Putra Bangsa dengan modus hutang bahan bangunan atau beton.

"KPK juga menduga, MKP membelanjakan hasil penerimaan gratifikasi itu menjadi kendaraan roda empat sebanyak 30 unit atas nama pihak lain, kendaraan roda dua sebanyak 2 unit, jet-ski sejumlah 5 unit dan menyimpan uang tunai sebanyak Rp. 4,2 Miliar", paparnya.

Febri Diansyah menegaskan, penyidik KPK juga telah menyita sejumlah aset milik Mustofa Kamal Pasa. "Sejumlah barang bukti milik yang besangkutan di sita KPK, antara lain 30 unit mobil, 2 unit kendaraan roda dua, 5 unit jetski, uang tunai sekitar Rp. 4,2 miliar serta dokumen MUSIKA Group", tambahnya. *(DI/HB)*


BERITA TERKAIT :