Baca Juga

Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.
"Supriadi alias Ucup (supir AGM) dan Asdarusalam (swasta/Dewas Perusda Danum Taka (PDAM), hadir dan dikonfirmasi antara lain adanya dugaan aliran uang untuk kepentingan AGM dalam kegiatan Musda Partai Demokrat", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/04/2022).
Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Abdul Gafur Mas'ud selaku Bupati Penajam Paser dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis (NAB) sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi suap pengadaan barang dan jasa serta perijinan di Pemkab Penajam Paser Utara tahun 2021–2022
Selain Abdul Gafur Mas'ud dan Nur Afifah Balqis, KPK juga menetapkan Plt. Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Penajam Paser Utara Mulyadi (MI), Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Pemkab Penajam Paser Utara Edi Hasmoro (EH), Kepala Bidang (Kabid) pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah-raga Pemkab Penajam Paser Utara Jusman (JM) dan pihak swasta Achmad Zuhdi (AZ) alias Yudi sebagai Tersangka dalam perkara tersebut.
Achmad Zuhdi alias Yudi (AZ) selaku pihak swasta, ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap. Berkas perkara Achmad Zuhdi telah di limpahkan ke pengadilan. Zuhdi saat ini tengah menjalani proses persidangan sebagai Terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Adapun 5 (lima) orang lainnya, yakni Abdul Gafur Mas'ud selaku Bupati Penajam Paser Utara, Muliadi selaku Plt. Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Penajam Paser Utara, Edi Hasmoro selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Pemkab Penajam Paser Utara, Jusman selaku Kepala Bidang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah-raga Pemkab Penajam Paser Utara serta Nur Afifah Balqis selaku Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap.
Sebagai Tersangka penerima suap, kelima Tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UUNomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Abdul Gafur dan Nur Afifah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih. Adapun Mulyadi diitahan di Rutan Polres Jakarta Timur, Edi dan Jusman ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Sementara Achmad Zuhdi ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
Sementara itu, dalam dakwaannya terhadap terdakwa Achmad Zuhdi, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebut, bahwa Abdul Gafur Mas'ud selaku Bupati Penajam Paser Utara meminta uang Rp. 1 miliar untuk maju sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur. Uang itu dia minta dari terdakwa Ahmad Zuhdi alias Yudi selaku Direktur Utama PT. Borneo Putra Mandiri.
Dalam dakwaan Tim JPU KPK juga disebutkan, bahwa Asdarussalam selaku orang kepercayaan Abdul Gafur Mas'ud menyampaikan permintaan Abdul Gafur kepada Yudi untuk menyiapkan uang Rp. 1 miliar.
"Asdarussalam menyampaikan supaya terdakwa (Yudi) membantu Abdul Gafur Mas'ud sebesar Rp. 1 miliar yang sementara sedang mengikuti pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur di Samarinda", ujar Tim JPU KPK dalam dakwaannya..
Dalam dakwaannya, Tim JPU KPK juga menyebut, Asdarussalam merupakan salah-satu tim sukses Abdul Gafur. Saat Abdul Gafur mengikuti Pilbub PPU dan diangkat sebagai orang kepercayaannya.
Tim JPU KPK pun menyebut, Abdul Gafur mas'ud sempat menyampaikan pesan kepada Yudi, bahwa apa yang disampaikan Asdarussalam sama seperti yang dia sampaikan.
"Apa yang disampaikan Asdar kepada kamu ke depannya, sama saja dengan penyampaian dari saya kepada kamu", ucap JPU KPK seraya menirukan pesan Abdul Gafur kepada Zuhdi.
Soal permintaan uang Rp. 1 miliar itu, Yudi berupaya mendapatkannya dari mencairkan termin pekerjaan peningkatan Kantor Pos Waru senilai Rp. 1,5 miliar. Untuk itu, Yudi mendatangi Kantor Sekda Kabupaten PPU dan mendapat jawaban uang tersebut belum bisa dicairkan.
Anak buah Abdul Gafur lalu mencarikan cara pencairan uang dengan meminjam dana simpanan Korpri sebesar Rp. 1 miliar. Adapun pihak Korpri bersedia meminjamkan dana tersebut karena Yudi memang memiliki beberapa termin proyek yang masih belum bisa dicairkan, termasuk peningkatan Kantor Pos Waru.
"Setelah menerima uang tersebut, terdakwa (Yudi) menyerahkannya kepada Hajrin Zainudin sebagai Staf Administrasi PT. Borneo Putra Mandiri dan memintanya untuk memberikannya kepada Supriadi alias Ucup yang sedang mendampingi Abdul Gafur Mas'ud, Bupati PPU di Samarinda", ungkap Tiim JPU KPK.
Terkait pusaran perkara ini, KPK telah memeriksa Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat Andi Arief pada Senin 11 April 2022 lalu. Pemeriksaan dilakukan, untuk mendalami dugaan aliran dana dalam kegiatan Musda Partai Demokrat di Kalimantan Timur.
Andi diperiksa sebagai Saksi atas penyidikan perjara dugaan Tindak Pidana Korupsi suap pengadaan barang dan jasa serta perijinan di Pemkab Penajam Paser Utara (PPU) tahun 2021–2022 yang menjerat Abdul Gafur Mas'ud selaku Bupati Penajam Paser Utara.
Selama kurang lebih 2 jam Andi Arief diperiksa di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan untuk memberikan keterangan seputar kegiatan Musda Partai Demokrat di Kalimantan Timur.
"Soal mekanisme Musda. Apakah Bapilu menyelenggarakan Musda atau bidang lain?", ujar Andi Arief usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Senin (11/04/2022).
Kepada sejumlah wartawan, Andi saat itu mengaku hanya ditanya 7 (tujuh) pertanyaan oleh Tim Penyidik KPK. Andi mengeaskan, Tim Penyidik KPK hanya meminta informasi seputar musyawarah daerah (Musda) saja. Ditegaskannya pula, bahwa soal Musda bukan menjadi tugasnya sebagai Ketua Bapilu Partai Demokrat.
"Dan bukan tugas saya sebenarnya. Tapi tadi sudah saya jelaskan tentang bagaimana pelaksanaan Musda, itu saja", tegas Andi.
Diketahui, Andi Arief sempat tidak memenuhi panggilan Tim Penyidik KPK pada Senin, 28 Maret 2022. Saat itu, Andi mengaku, ia tidak menerima surat panggilan pemeriksaan dari Tim Penyidik KPK.
Di pemanggilan kedua, Andi mengaku menerima surat panggilan pemeriksan dan memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK. Andi mengatakan, ada kesalahan pengiriman surat panggilan pertama. Adapun surat panggilan pemeriksaan kedua diterima di Kantor Dewan Perwakilan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
"Soal panggilan pertama dijelaskan oleh petugas Pos, memang salah alamatnya. Panggilan kedua juga hari ini melalui DPP. Polemik surat, selesai", tandas Andi. *(HB)*