Kamis, 13 Juni 2024

KPK Tahan 1 ASN 'Tersangka Baru' Perkara Dugaan Korupsi Di DJKA Kemenhub

Baca Juga


Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat memberi keterangan penetapan dan penahanan 'Tersangka Baru' perkara dugaan TPK suap terkait pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa – Sumatera Tahun Anggaran 2018–2022 di lingkungan DJKA Kemenhub, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (13/06/2024) malam.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis 13 Juni 2024, menahan '1 (satu) Tersangka Baru' perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa – Sumatera Tahun Anggaran 2018–2022 di lingkungan Direktorat Jenderal Perkereta-apian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Penahanan '1 Tersangka Baru' perkara dugaan TPK suap terkait pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa – Sumatera Tahun Anggaran 2018–2022 di lingkungan Direktorat Jenderal Perkereta-apian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tersebut, diumumkan secara resmi oleh KPK dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan dengan menghadirkan Tersangka.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menerangkan, 'Tersangka Baru' perkara tersebut dari unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) atas nama Yofi Oktarisza (YO) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang saat ini telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang.

"Untuk kebutuhan penyidikan, tersangka YO dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 13 Juni sampai dengan 02 Juli 2024 di Rutan (Rumah TAhanan Negara) Cabang KPK", terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (13/06/2024) malam.

Lebih lanjut, Asep menjelaskan, penetapan Tersangka Baru perkara tersebut kemudian dilakukan penahanan terhadap Yofi Oktarisza (YO) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah yang saat ini telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang sebagai Tersangka Baru perkara tersebut adalah merupakan hasil pengembangan perkara tersebut yang sebelumnya telah menjerat pengusaha Dion Renato Sugiarto (DRS) yang memberi suap kepada PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS) Tersangka/Terdakwa dan tengah dalam proses persidangan.

Perkara dugaan TPK suap terkait pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa – Sumatera Tahun Anggaran 2018–2022 di lingkungan Direktorat Jenderal Perkereta-apian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan terdakwa pengusaha Dion Renato Sugiarto (DRS) yang memberi suap kepada PPK BTP Semarang Bernard Hasibuan (BH) dan Putu Sumarjaya (PS) Tersangka/Terdakwa dan tengah dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Terdakwa Dion Renato diketahui sebagai salah-satu rekanan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Perhubungan yang memiliki beberapa perusahaan, antara lain PT. Istana Putra Agung (PT. IPA), PT. PP Prawiramas Puriprima (PT. PP) dan PT. Rinego Ria Raya (RRR).

Perusahaan-perusahaan tersebut digunakan terdakwa Dion untuk mengikuti lelang dan mengerjakan paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Direktorat Prasarana Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan termasuk di Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Tengah.

"Saudara DRS (Dion Renato Sugiarto) mendapatkan bantuan dari PPK termasuk tersangka YO (Yofi Oktarisza) untuk bisa mendapatkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa", jelas Asep Guntur Rahayu.

Asep memaparkan, bahwa dari penyidikan perkara tersebut, Tim Penyidik KPK kemudian menemukan data paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK proyek tersebut.

Yofi menjadi PPK untuk 18 paket pekerjaan barang dan jasa lanjutan dari PPK sebelumnya dan 14 paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa baru di lingkungan BTP Wilayah Jawa Bagian Tengah. Terdapat sejumlah paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan Dion ketika Yofi menjabat sebagai PPK.

Adapun data paket-paket proyek pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang dikerjakan oleh Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK proyek tersebut, antara lain:
1. Pembangunan Jembatan BH.1458 antara Notog – Kebasen (multi-years 2016–2018) Paket PK.16.07 (MYC) (tahun 2016–2018) dengan nilai paket Rp. 128.594.206.000,– menggunakan PT. IPA;
2. Pembangunan Perlintasan Tidak Sebidang (Underpass) di jalan Jenderal Sudirman Purwokerto (Km 350+650) antara Purwokerto – Notog tahun 2018 dengan nilai paket Rp. 49.916.296.000,– menggunakan PT. PP;
3. Penyambungan Jalur KA/ Switchover BH. 1549 antara Kesugihan – Maos Koridor Banjar – Kroya Lintas Bogor – Yogyakarta tahun 2018 dengan nilai paket Rp. 12.461.215.900,– menggunakan PT. PP; dan
4. Peningkatan Jalur KA Km. 356+800 – Km. 367+200 sepanjang 10.400 M'sp antara Banjar – Kroya (tahun 2019–2021) dengan nilai paket Rp. 37.195.416.000,– menggunakan PT. PP;

Asep pun memaparkan, bahwa para Tersangka dalam perkara ini juga melakukan pengaturan, sehingga hanya rekanan tertentu yang bisa menjadi pemenang lelang atau pelaksana paket pekerjaan. Adapun bentuk pengaturan tersebut, antara lain PPK akan memberikan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada masing-masing rekanan dan memberikan arahan-arahan khusus seperti metode pekerjaan, alat dan dukungan terkait pekerjaan tersebut yang akan membuat rekanan tersebut menang.

Selain itu, PPK diduga juga memberikan arahan kepada rekanan agar saling memberikan dukungan satu sama lain, misalnya dengan ikut sebagai perusahaan pendamping dan tidak saling bersaing karena sudah diberikan jatah masing-masing.

"Tersangka YO juga menambahkan syarat khusus pada saat lelang yang hanya dapat dipenuhi oleh calon yang akan dimenangkan", papar Asep Guntur Rahayu.

Selain memberikan biaya untuk mendapatkan paket pekerjaan, rekanan juga memberikan biaya agar proses pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan lancar termasuk pencairan termin, sehingga pemberian biaya juga tetap dilakukan kepada PPK pengganti yang menggantikan PPK awal mulai saat lelang paket pekerjaan tersebut.

Ditandaskan Asep Guntur Rahayu, bahwa dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK menyangka, Yofi Oktarisza (YO) menerima fee dari para rekanan, termasuk Dion dengan besaran 10 persen sampai 20 persen dari nilai paket pekerjaan. Kemudian fee tersebut dibagi-bagi lagi ke sejumlah pihak.

"Persentase fee dari rekanan saat tersangka YO menjabat PPK, antara lain untuk PPK sebesar 4 persen, untuk BPK sebesar 1 persen sampai 1,5 persen, untuk Itjen Kemenhub sebesar 0,5 persen, untuk Pokja Pengadaan sebesar 0,5 persen, untuk Kepala BTP sebesar 3 persen", tandasnya.

Terhadap tersangka Yofi Oktarisza, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b dan/atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebelumnya, dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK telah menetapkan 12 (dua belas) Tersangka. Adapun 12 Tersangka perkara dugaan TPK di lingkungan Ditjen Perkereta-apian Kemenhub terkait pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa – Sumatera tahun anggaran 2018–2022 yang sebelumnya diumumkan KPK ialah:

Tersangka Pemberi Suap:
1. DIN (Dion Renato Sugiarto), Direktur PT IPA (Istana Putra Agung);
2. MUH (Muchamad Hikmat), Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma);
3. YOS (Yoseph Ibrahim), Direktur PT KA Manajemen Properti sd. Februari 2023;
4. PAR (Parjono), VP PT KA Manajemen Properti;
5. Asta Danika (AD), Direktur PT Bhakti Karya Utama (BKU); dan
6. Zulfikar Fahmi (ZF), Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera (PKS).

Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tersangka Penerima Suap:
1. HNO (Harno Trimadi), Direktur Prasarana Perkeretaapian;
2. BEN (Bernard Hasibuan), PPK BTP Jabagteng;
3. PTU (Putu Sumarjaya), Kepala BTP Jabagteng;
4. AFF (Achmad Affandi), PPK BPKA Sulsel;
5. FAD (Fadliansyah), PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian; dan
6. SYN (Syntho Pirjani Hutabarat), PPK BTP Jabagbar.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tim Penyidik KPK kemudian menetapkan Direktur PT. Putra Kharisma Sejahtera (PT. PKS) Zulfikar Fahmi (ZF) sebagai 'Tersangka Baru' perkara tersebut dan langsung melakukan upaya paksa penahanan pada Senin 13 November 2023. Dengan penetapan dan penahan tersangka Zulfikar Fahmi (ZF) ini, jumlah Tersangka perkara tersebut menjadi 13 (tiga belas) Tersangka.

Penetapan status hukum Tersangka dan upaya paksa penahanan terhadap Direktur PT. Putra Kharisma Sejahtera (PT. PKS) Zulfikar Fahmi (ZF) tersebut, diumumkan secara resmi oleh KPK pada Senin 13 November 2023, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Lalu, dengan ditetapkan dan langsung ditahannya 1 (satu) Tersangka Baru perkara tersebut atas nama Yofi Oktarisza (YO) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Jawa Bagian Tengah, yang saat ini telah berganti nama menjadi BTP Kelas 1 Semarang, maka total Tersangka perkara tersebut sejauh ini berjumlah 14 (empat belas) Tersangka. *(HB)*


BERITA TERKAIT: