Baca Juga
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dan seorang pihak swasta sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap proyek pengadaan Closed Circuit Television (CCTV) dan penyedia internet di Kota Bandung dalam program Bandung Smart City tahun 2020–2023 dan penerimaan gratifikasi yang telah menjerat Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung dan kawan-kawan (Dkk.).
"Saksi didalami terkait dengan dugaan pemberian ke anggota DPRD Kota Bandung, Jawa Barat", kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, saat dikonfirmasi di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (05/11/2024).
Tessa tidak menyebut detail identitas kedua Saksi tersebut. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari dalam, kedua Saksi itu adalah Direktur Komersial PT. Manunggaling Rizki Karyatama Telnics (PT. MARKTEL) Budi Santika dan Kepala Seksi Perlengkapan Jalan di Dinas Perhubungan Kota Bandung Dimas Sodiq Mikail. Adapun pemeriksaan terhadap kedua Saksi itu dilangsungkan Tim Penyidik KPK di Balai Pengembangan Kompetensi PUPR Wilayah IV Bandung pada Rabu 04 Desember 2024.
Pada jadwal pemanggilan dan pemeriksaan tersebut, Tim Penyidik KPK juga menjadwal pemanggilan dan pemeriksaan Direktur PT. Sarana Mitra Adiguna Benny dan Vertical Solution Manager PT. Sarana Mitra Adiguna Andreas Guntoro. Namun, keduanya tidak memenuhi jadwal pemanggilan dan pemeriksaan Tim Penyidik KPK.
Dalam perkara tersebut, dari catatan redaksi, sejauh ini Tim Penyidik KPK telah menjerat 11 (sebelas) Tersangka, yakni:
1. Yana Mulyana (YM), Wali Kota Bandung;
2. Dadang Darmawan (DD), Kadishub Pemkot Bandung;
3. Khairul Rijal (KR), Sekretaris Dishub Pemkot Bandung;
4. Benny (BN), Direktur PT. Sarana Mitra Adiguna (PT. SMA);
5. Sony Setiadi (SS), CEO PT. Citra Jelajah Informatika (PT. Cifo);
6. Andreas Guntoro (AG), Manajer PT. Sarana Mitra Adiguna (SMA);
7. Sekda Kota Bandung Ema Sumarna (ES);
8. Anggota DPRD Kota Bandung Riantono (R);
9. Anggota DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha (AN);
10. Anggota DPRD Kota Bandung Ferry Cahyadi (FC): dan
11. Anggota DPRD Kota Bandung Yudi Cahyadi (YC).
Dalam sidang dakwaan perkara dugaan TPK suap proyek pengadaan CCTV dan penyedia internet di Kota Bandung dalam program Bandung Smart City tahun 2020–2023 dan penerimaan gratifikasi yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Tim Jaksa Penuntut Umum (KPK) KPK di antaranya mendakwa, Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung dan kawan-kawan (Dkk.) didakwa telah menerima gratifikasi berbentuk uang dan fasilitas sejumlah Rp. 400.407.000,–.
Dalam Surat Dakwaan yang dibacakan secara bergantian itu, JPU KPK Hendra Eka Saputra menyebut, uang dan fasilitas yang diterima Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung bersumber dari pihak swasta.
Tim JPU KPK juga menyebut, terdakwa Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung telah melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran yaitu menerima gratifikasi secara langsung maupun tidak langsung dengan menerima uang dan hadiah barang.
Uang beserta fasilitas tersebut disebut Tim JPU KPK berasal dari Benny selaku direktur PT. Sarana Mitra Adiguna (PT SMA), Andreas Guntoro selaku Vertical Solution Manager PT. SMA dan Sony Setiadi selaku Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO).
Selain itu, Tim JPU KPK mendakwa, uang yang diberikan kepada Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung oleh mantan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Pemkot Bandung Dadang Gunawan dan Sekretaris Dishub Pemkot Bandung Khairur Rijal diduga untuk mempengaruhi Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung agar menunjuk perusahaan Benny dan Sony sebagai pelaksana pengadaan CCTV dan layanan ISP di Kota Bandung.
Ditegaskan oleh Tim JPU KPK, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya terkait proyek pengadaan CCTV dan penyedia internet di Kota Bandung dalam program Bandung Smart City tahun 2020–2023.
Tim JPU KPK juga mendakwa, tindak pidana korupsi tersebut terjadi dalam rentang tahun 2022 hingga 2023 yang bertempat di Pendopo Wali Kota Bandung, Kantor PT. Wijaya Jaya Travelindo, Perumahan Citra 2 Pegadungan Jakarta Barat dan di Blue Sapphire Lounge International Garuda Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tanggerang, Banten.
Tim JPU KPK pun mendakwa, Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung diduga telah menerima gratifikasi berbentuk uang sejumlah Rp. 206.025.000,–; 14.520 dolar Singapura; 645.000 Yen; 3.000 dolar AS dan 15.630 Baht. Selain menerima dalam berbentuk uang, Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung diduga juga menerima gratifikasi dalam bentuk barang berupa sepasang sepatu merek Louis Vuitton tipe Cruise Charlie Sneaker warna putih, hitam dan cokelat melalui Khairur Rijal.
Sementara itu, Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung bersama Dadang Darmawan selaku Kadishub Pemkot Bandung dan Khairul Rijal. Dadang disanksi pidana 4 tahun penjara, sedangkan Rijal disanksi pidana 5 tahun penjara dan tengah menjalani masa pidana penjaranya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Selain di sanksi pidana 4 tahun penjara, Yana Mulyana selaku Wali Kota Bandung disanksi pidana harus bayar denda Rp. 200 juta subsider 3 (tiga) bulan kurungan dan sanksi pidana tambahan harus membayar uang pengganti sebesar Rp. 435 juta, SGD 14.520, 645 ribu yen, USD 3.000 serta 15.630 baht.
Jika dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap atau inkrah dan uang pengganti tersebut tidak sanggup dibayar, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk membayar uang pengganti tesebut. Dan, jika harta bendanya tidak cukup untuk membayar uang pengganti, akan diganti dengan pidana badan 1 (satu)} tahun penjara.
Ketiganya divonis 'bersalah' telah melanggar Pasal 12 huruf a, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kumulatif ke-1 (satu) alternatif pertama.
Dan, Pasal 12 B, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kumulatif ke-1 (dua). *(HB)*
BERITA TERKAIT: