Kamis, 11 Februari 2016

Tinggalkan Cara Kuno, DKP Bakal Kelola Sampah Dengan Sistem SCL

Baca Juga

   TPA Randegan, di Kec. Magersari Kota Mojokerto (foto exclusif Harian BUANA)


Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).

   Sistem pengolahan sampah konvensional yang selama ini diterapkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Mojokerto, mulai pekan depan akan ditinggalkan oleh Kapten Nahkoda DKP yang baru sebulan ini dipercaya mampu memegang kendali instansi yang salah-satu tugas pokoknya menangani bidang persampahan.
   Meski telah banyak menyedot anggaran, sistem pengolahan sampah cara kuno yang selama ini diterapkan tak mampu mengatasi persoalan sampah yang ada di Kota Mojokerto. Bahkan, semakin hari cenderung tampak makin tinggi dan makin luas saja gunungan-gunungan sampah yang yang menghiasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Randegan itu.
   Dikonfirmasi tentang hal ini, Kamis (11/02/2016) siang, Kepala DKP Kota Mojokerto, Amin Wachid mengaku, bahwa mulai Senin (15/02/2016) mendatang, pihaknya sudah menggunakan sistem pengolahan Semi Control Landvill (SCL) dan meninggalkan sistem open dumping yang dianggap ketinggalan tehnologi.
   Menurutnya, metode baru yang telah digunakan disejumlah kota besar ini diyakini dapat memperpanjang usia Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Randegan yang luasnya terbatas. "Kita mulai meninggalkan sistem pengolahan sampah open dumping yang masih kuno dan beralihnya ke SCL. Senin depan akan kita mulai. Dan, kita targetkan dua pekan depannya gunung sampah ini bakal beres", ujar Kepala DKP Kota Mojokerto, Amin Wakhid.
   Untuk itu keperluan itu, Amin Wachid yang sebulan lalu itu masih manjabat Kepala Disnakertrans Kota Mojokerto ini telah mendatangkan Konsultan Ahli dari Unibraw Malang dan ITS Surabaya. "Bapak-bapak inil akan mengubah gunung sampah itu menjadi hamparan dan juga akan membuahkan gas metan", terang Amin.
   Gas metan yang merupakan hasil sampingan dari pengolahan gunung sampah tersebut, lanjut Amin Wachid, nantinya bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai bahan bakar pengganti elpigi. "Selanjutnya, gas metan berskala besar hasil pengolahan gunung sampah itu bisa disalurkan kewarga sekitar sebagai bahan bakar pengganti elpiji", lanjutnya.
   Sebelumnya, 15 warga sekitar TPA Randegan telah menikmati energi alternatif ini. Pihak DKP telah mendistribusikan gas ini secara gratis melalui pipa-pipa jaringan dari dua sumur gas. Namun, hal ini belum sebanding dengan besarnya kandungan gas metan yang ada. Menurut para konsultan tersebut, jika dikelola secara benar, potensi energi gas metan bisa dimanfaatkan jauh berlipat ganda. "Kandungan energinya besar dan bisa disebar ke lebih banyak rumah tangga", tegas Amin Wachid, seraya menirukan pendapat para konsultan, kemarin.
   Lebih jauh lagi, Amin Wachid memaparkan, bahwa dengan mengunakan SCL juga bakal menghilangkan keberadaan ratusan kambing pemakan sampah dari TPA, sekaligus persoalan bau tidak sedap yang kerap datang saat musim penghujan.
   Dengan menggunakan metode SCL, berarti TPA hanya akan menerima sampah yang daur ulangnya yang memakan waktu lama dan diurug dengan tanah. "Praktis TPA ini tidak akan kelihatan sampahnya, karena setiap sampah yang datang akan langsung diurug tanah", papanya dengan penuh yakin.
   Disebutkannya juga, walaupun nantinya menggunakan sistem baru, para pemulung masih bisa mengais sampah yang masih bernilai meski tidak langsung di TPA. Sebab, pihak DKP akan membuat Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPST). Yang mana, TPST itu akan dibangun di tiga titik. Yakni Magersari, Blooto dan Pulorejo. "Sampah-sampah akan dipilih disana. Hanya sampah yang tak terpakai saja dibawa ke TPA, sehingga secara otomatis akan mengurangi volume sampah", pungkas Kepala DKP Kota Mojokerto, Amin Wachid.  *(DI/Red)*