Senin, 11 Desember 2017

KPK Kembali Periksa 9 Anggota Dewan Dan Sejumlah Pejabat Pemkot Untuk Tersangka Wali Kota Mojokerto...?

Baca Juga

Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus saat usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK Kuningan - Jakarta, Senin (04/12/2017) lalu.

Kota MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Pasca penjatuhan Vonis atau Putusan Hakim terhadap 4 (empat) terdakwa kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah atau dana alokasi khusus (DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto tahun 2017, berdasarkan fakta-fakta yang muncul selama persidangan dan pengembangan hasil penyidikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan menetapkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai tersangka ke-5 (lima) dalam kasus tersebut pada Jum'at 17 Nopember 2017 melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik-114/01/11/2017 bertanggal 17 November 2017, dan melakukan pemeriksaan perdananya sebagai tersangka pada Senin 4 Desember 2017.

Seperti diterangkan Jubir KPK Febri Diansyah saat pers release penetapan terkait penetapan status tersangka terhadap Mas'ud Yunus pada Kamis 23 Nopember 2017 malam, di gedung KPK, Kuningan - Jakarta, bahwa  penetapan status tersangka terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto atas dugaan yang bersangkutan punya andil menyetujui Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Wiwiet Febryanto memberikan sejumlah uang kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto. "Hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum, bahwa ada perbuatan kerja sama dan niat yang diinsafi antara WF dan MY untuk memenuhi permintaan anggota DPRD Kota Mojokerto", terang Jubir KPK Febri Diansyah, saat pers release penetapan status tersangka terhadap Mas'ud Yunus, Kamis (23/11/2017) malam, di gedung KPK, Kuningan - Jakarta,

Atas dugaan keterlibatannya dalam perkara tersebut, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indinesia (UU-RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU-RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Informasi dari sumber menyebutkan, bahwa mulai hari ini, Senin 11 Desember 2017 hingga  Kamis 21 Desember 2017, KPK melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap 9 (sembilan) Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya dan sejumlah pejabat Pemkot Mojokerto. Kesembilan Anggota DPRD Kota Mojokerto dimaksud dan jadwal pemanggilannya, yakni :
1. Senin (11-12-2017) :  M. Cholid Virdaus Wajdi (PKS) dan Dwi Edwin Endra Praja (Partai Gerindra),
2. Selasa (12/12/2017) :  Yuli Veronica Maschur (PAN),
3. Rabu (13/12/2017) :  Febriyana Medyawati (PDI-Perjuangan),
4. Senin (18/12/2017) :  Junaedi Malik (PKB) dan Sony Basoeki Rahardjo (Partai Golkar),
5.Selasa (19/12/2017) : Aris Satriyo Budi (PAN),
6. Rabu (20/12/2017) :  Suliyat (PDI-P),
7. Kamis (21/12/2017) :  Udji Pramono.

Sementara itu, hingga saat diunggahnya berita ini, informasi yang berhasil dikumpulkan terkait sejumlah pejabat Pemkot Mojokerto yang disebut-sebut turut dipanggil dalam pemeriksaan tersebut, yakni Agung Moeljono selaku Kepala BPPKA Kota Mojokerto, Subekti dan Riyanto selaku Kabag pada BPPKA Kota Mojokerto. Dikonfirmasi terkait informasi tentang pemanggilan KPK atas dirinya, Agung Moeljono membenarkannya. "Oo... iya. Oo... Kamis, tanggal 14 (Red: 14/12/2017). Saya (Red: Agung Moeljono) sama pak Riyanto sama pak Bekti (Red: Subekti)", ungkap Kepala BPPKA Kota Mojokerto Agung Moeljono melalui Ponselnya, Senin (11/12/2017) siang.

Sebelumnya, Sabtu (09/12/2017) malam, dikonfirmasi  tentang hal yang sama, Anggota DPRD Kota Mojokerto Dwi Edwin Endra Praja pun membenarkannya. "Iya... benar. Saya dapat pemberitahuan dari Sekwan (Red: Sekretaris Dewan) melalui WA (Red: WhatsApp) pada Jum'at (Red: 08/12/2017) malam. Ya nanti Senin (11/12/2017) pagi ambil panggilannya di kantor terus langsung berangkat ke Jakarta", terang Dwi Edwin Endra Praja melalui selulernya, Sabtu (09/12/2017) malam.

Politisi Partai Gerindra yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi II DPRD Kota Mojokerto inipun menyebut adanya sejumlah pejabat Pemkot Mojokerto yang juga dipanggil KPK. "Iya..., Senin (Red: 11/12/2017) depan, DPRD yang dipanggil Saya (Red: Dwi Edwin Endra Praja) dan M. Cholid Virdaus Wajdi. Sedangkan pejabat Pemkot yang dipanggil bersama-sama saya yaitu mantan Sekdakot (Red: Mojokerto) pak Agoes (Red: Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono), Subekti dan Riyanto dari DPPKA (Red: BPPKA Kota Mojokerto)", sebutnya.

Sebagaimana diketahui, mencuatnya kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kota Mojokerto Jawa Timur pada Jum'at (16/06/2017) malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari. Yang mana, dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 6 (enam) orang terduga pemberi dan penerima suap. Setelah dilakukan pemeriksaan awal di Mapolda Jatim, Sabtu (17/06/2017) siang sekitar pukul 12.00 WIB, ke-enamnya diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Kuningan - Jakarta.

Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, Sabtu (17/06/2017) malam sekitar pukul 22.00 WIB, KPK menetapkan 4 (empat) orang diantaranya sebagai tersangka dan melakukan penahanan terhadap ke-empat tersangka itu. Ke-empatnya, yakni Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani. Sedangkan 2 (dua) orang lainnya, yakni Hanif dan Taufik , hingga saat ini masih sebatas saksi dari pihak swasta.

Turut diamankan sebagai barang bukti dalam OTT KPK tersebut uang sejumlah Rp. 470 juta. Diduga, dari total uang tersebut, sebanyak Rp. 300 juta di antaranya merupakan pencaiaran tahap pertama uang komitmen fee proyek Penataan Lingkungan (Penling) atau lazim disebut proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) dari yang disepakati sebelumnya sebesar Rp. 500 juta yang diberikan oleh Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Mojokerto. Sedangkan yang Rp.170 juta, diduga merupakan uang setoran triwunan Dewan.

Sebelumnya, Sabtu (10/06/2017), Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto juga telah memberikan uang sejumlah Rp. 150 juta untuk seluruh Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo. Dimana, Sabtu (10/06/2017) ini pula, uang sejumlah Rp. 150 tersebut telah dibagi-bagikan dan diterima oleh seluruh Pimpinan dan Anggota Dewan sebagai bagiannya masing-masing. Namun, saat dilakukan dilakukan pemeriksaan, seluruh Anggota Dewan telah mengembalikan uang bagiannya kepada KPK.

Setelah proses pemeriksaan dinilai cukup, ke-empat tersangka tersebut bersama berkas hasil pemeriksaan masing-masing tersangka dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya untuk menjalani proses persidangan, sementara itu ke-empatnya dititipkan dan mendiami Rumah Tahanan (Rutan) kelas I Medaeng - Surabaya.

Terdakwa Wiwiet Febryanto sendiri sebagai pemberi suap, hingga pada persidangan ke-18 terkait kasus tersebut, yang digelar pada Jum'at 10 Nopember 2017 yang lalu, dinyatakan oleh Majelis Hakim telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU-RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana.

Atas pelanggaran terhadap Pasal-pasal tersebut, terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto 
dijatuhi vonis sesuai tuntutan sanksi hukum JPU KPK, yakni diganjar sanksi pidana badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Hanya saja, atas vonis yang telah dijatuhkan Majelis Hakim tersebut, baik terdakwa Wiwiet Febryanto maupun JPU KPK mengajukan 'Banding'.

Sementara itu, dalam persidangan diruang Candra pada Selasa 5 Desrmber 2017 yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan bergendakan 'Pembacaan Vonis atau Putusan Hakim' ini, Majelis Hakim yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti menilai, bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, dakwaan JPU KPK dan pleidoi para terdakwa, ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atas pelanggaran terhadap Pasal-pasal tersebut, ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu mendapat ganjaran yang sama. Yakni, masing-masing terdakwa diganjar hukuman badan 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara. Yang mana, vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim yang diketuai HR Unggul Warso Mukti tersebut lebih ringan dari tuntutan yang ajukan JPU KPK. Yakni hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp. 200 juta subsider 6 bulan penjara bagi terdakwa Purmono dan terdakwa Umar Faruq, sedangkan untuk terdakwa Abdullah Fanani dituntut harus menjalani hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara. *(DI/Red)*


BERITA TERKAIT :
*Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Panggil Anggota Dewan Dan Sejumlah Pejabat Pemkot Mojokerto
*Diperiksa KPK, Wali Kota Mojokerto Dicecar 14 Pertanyaan
*KPK Periksa Wali Kota Mojokerto Sebagai Tersangka Suap Memuluskan Pembahasan Perubahan APBD
*Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Wali Kota Mojokerto Diperiksa KPK Sebagai Tersangka
*Ditetapkan Sebagai Tersangka, Wali Kota Ajak Warga Berdoa Untuk Keselamatan Masyarakat Dan Kota Mojokerto
*Ditetapkan Tersangka, Wali Kota Mojokerto Tepis Terlibat Suap Dewan
*Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tetapkan Wali Kota Mojokerto Sebagai Tersangka