Baca Juga
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif didampingi Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah saat konferensi pers tentang penetapan status hukum Sunjaya Purwadi Sastra selaku Bupati Cirebon sebagai Tersangka TPPU, Jum'at (04/10/2019) petang, di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mendapat beragam penilaian. Terlebih tentang OTT receh, yang bahkan sering menjadi bahan serangan yang ditujukan ke KPK, lantaran barang bukti yang disita dari OTT itu hanya ratusan juta rupiah. Meski demikian, lembaga anti-rasuah KPK bisa memendam rasa atas serangan-serangan itu.
Hingga ditetapkannya penyidikan baru atas perkara dugaan TPPU dengan tersangka Sunjaya Purwadi Sastra selaku Bupati Cirebon yang baru diumumkan KPK pada Jum'at 04 Oktober 2019, yang secara otomatis menjawab dengan sendirinya, bahwa OTT recehan itu bisa menjelma menjadi pusaran perkara TPPU puluhan miliar rupiah.
Terkait itu, Laode M. Syarif meminta publik untuk tidak tergesa-gesa memandang remeh atas kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK ketika mendapatkan barang bukti transaksinya bernilai kecil. Sebab, dari OTT yang dianggap 'recehan' itu, bisa berkembang menjadi kasus dugaan korupsi yang lebih besar.
"Jadi, jangan selalu juga ada anggapan, 'ooh... itu OTT recehan yang ditangkap'. Pada saat itu recehan, tetapi korupsi yang terlibat di dalam perkara yang sebenarnya selalu besar, karena bukan cuma yang tertangkap pada saat pemberian itu saja yang ditelusuri", ungkap Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam konferensi pers di kantor KPK, jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at (04/10/2019) petang.
Laode M. Syarif memaparkan, penetapan Sunjaya Purwadi Sastra selaku Bupati Cirebon sebagai Tersangka atas perkara dugaan TPPU merupakan pegembangan penyidikan dan munculnya fakta persidangan perkara tindak pidana korupsi suap terkait perizinan dan jual-beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon – Provinsi Jawa Barat yang menjerat Sunjaya Purwadi Sastra selaku Bupati Cirebon dan Gatot Rachmanto selaku Sekretaris Dinas PUPR Pemeintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon.
Dipaparkannya pula, bahwa perkara tersebut berawal dari kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar tim Satgas Penindakan KKPK pada 24 Oktober 2018 silam. Yang mana, dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti transaksi berupa uang tunai Rp. 116 juta dan bukti rekening setoran total Rp. 6,4 miliar.
Dari OTT tersebut, masih papar Laode M. Syarif, saat itu, KPK menetapkan 2 (dua) orang Tersangka, yaitu Sunjaya Purwadi Sastra (SUN) selaku Bupati Cirebon dan Gatot Rachmanto (GAR) selaku Sekretaris Dinas PUPR Pemeintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon, hingga akhirnya keduanya divonis 'bersalah' dan dijatuhi sanksi pidana oleh Pengadilan Tipikor Bandung.
"Perkara ini merupakan salah-satu contoh berkembangnya OTT dengan nilai barang bukti awal uang sebesar Rp. 116 juta menjadi bentuk korupsi lain dan pencucian uang dengan nilai Rp. 51 miliar. Hal ini kami harap dapat menjawab dan memberikan pemahaman pada sejumlah pihak yang menuding KPK ketika melakukan OTT dengan nilai ratusan juta", papar Laode M. Syarif.
Laode M. Syarif menandaskan, OTT dapat menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk membuka praktik-praktik tindak pidana korupsi yang sebenarnya.
"Perlu dipahami, dalam proses OTT, barang bukti yang diamankan adalah transaksi saat itu. Di sinilah OTT dapat menjadi pintu masuk membuka praktik-praktik korupsi yang sebenarnya", tandas Laode.
Seperti diketahui, dalam konferensi yang digelar di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Jum'at 04 Oktober 2019, KPK kembali mengumumkan penetapan Sunjaya Purwadi Sastra selaku Bupati Cirebon sebagai Tersangka. Kali ini, Sunjaya Purwadi Sastra selaku Bupati Cirebon kembali ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Laode M. Syarif menerangkan, dalam perkara dugaan TPPU ini, total penerimaan uang oleh tersangka Sunjaya Purwadi Sastra selaku Bupati Cirebon adalah sekitar Rp. 51 miliar. Uang itu digunakan Tersangka untuk kepentingan pribadi, seperti membeli tanah dan membeli mobil.
"Total penerimaan tersangka SUN (Sunjaya Purwadi Sastra) dalam perkara ini adalah sebesar sekitar Rp. 51 miliar. Perbuatan-perbuatan tersebut diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan", terang Laode M. Syarif.
Diterangkannya pula, Sunjaya Purwadi Sastra diduga melakukan pencucian uang senilai Rp. 51 miliar yang awalnya diterima sebagai gratifikasi. Sumber gratifikasi itu berasal dari banyak hal, setidaknya terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Cirebon, dari pengusaha hingga berbagai perizinan di lingkungan Pemkab Cirebon.
"Sejak menjabat sebagai Bupati Cirebon di tahun 2014–2018 tersangka SUN (Sunjaya Purwadi Sastra) diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, sekitar Rp. 41,1 miliar", terang Laode M. Syarif pula.
Laode M. Syarif juga menyebut adanya penerimaan lain sekitar Rp. 6,04 miliar dan Rp 4 miliar. Untuk yang Rp. 6,04 miliar disebut terkait perizinan PLTU 2 di Kabupaten Cirebon, sedangkan yang Rp. 4 miliar terkait perizinan properti.
"Sehingga, total penerimaan tersangka SUN dalam perkara ini adalah sebesar sekitar Rp. 51 miliar", sebut Laode M. Syarif.
Laode mengungkapkan, uang puluhan miliar itu tidak disimpan begitu saja oleh tersangka Sunjaya. KPK menduga, Sunjaya bersiasat mencuci uang dengan membeli sejumlah aset menggunakan identitas orang lain.
"Diduga tersangka SUN melakukan perbuatan menempatkan, menransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menitipkan uang hasil gratifikasi", ungkap Laode.
Laode juga membeber beberapa siasat mencuci uang yang diduga dilakukan Sunjaya, yakni:
• Ditempatkan di rekening atas nama pihak lain, namun digunakan untuk kepentingan Sunjaya;
• Sunjaya melalui bawahannya memerintahkan pembelian tanah di Kecamatan Talun Cirebon sejak tahun 2016 sampai dengan 2018 senilai Rp. 9 miliar. Transaksi dilakukan secara tunai dan kepemilikan di atas-namakan pihak lain; dan
• Sunjaya juga memerintahkan bawahannya untuk membeli 7 kendaraan bermotor yang di atas-namakan pihak lain, yaitu Honda H-RV, Honda B-RV, Honda Jazz, Honda Brio, Toyota Yaris, Mitsubishi Pajero Sport Dakar dan Mitsubishi GS41.
"Perbuatan-perbuatan tersebut diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan", ungkap Laode M. Syarif.
Laode M. Syarif kembali menegaskan, penyidikan baru ini sudah dilakukan tim Penyidik KPK sejak 13 September 2019 lalu. Laode menyebut, setidaknya sudah ada 146 orang Saksi dari berbagai unsur yang telah dimintai kesaksiannya.
"Dari unsur Anggota DPR (RI) 1 orang, Anggota DPRD Kabupaten Cirebon 24 (dua puluh empat) orang, Camat 8 (delapan) orang, pejabat dan PNS Pemkab Cirebon, PPAT dan swasta 113 (seratus tiga belas) orang", tegas Laode M. Syarif.
Terhadap Sunjaya, KPK menyangka, tersangka Sunjaya Purwadi Sastra selaku Bupati Cirebon diduga telah melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). *(Ys/HB)*