Rabu, 11 Maret 2020

Terkait Perkara Dugaan TPPU Bupati Mojokerto MKP, Ikfina Penuhi Panggilan KPK

Baca Juga

Ikhfina Fahmawati istri mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa usai diperiksa KPK di Mapolresta Mojokerto, Rabu 11 Maret 2020.


Kota MOJOKERTO – (harianbuana.com).
Ikhfina Fahmawati, istri mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP), hari ini, Rabu 11 Maret 2020, memenuhi panggilan pemeriksaan tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mapolres Mojokerto Kota. Ikhfina akan diperiksa sebagai Saksi atas perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat MKP selaku Bupati Mojokerto.

Sekitar pukul 13.00 WIB, wanita yang berprofesi sebagai dokter ini tiba di Mapolresta Mojokerto seorang diri dengan mengenakan pakaian warna hitam motif bunga dan jilbab polos. Begitu tiba, ia pun langsung bergegas menuju ruang pemeriksaan tim Penyidik KPK di aula Wira Pratama yang ada di lantai 2 Mapolresta Mojokerto.

Sekira 1 jam kemudian, tepatnya sekitar pukul 14.00 WIB, Ikhfina Fahmawati keluar dari ruang pemeriksaan dan menuruni tangga lantai 2 Mapolresta Mojokerto. Dikonfirmasi tentang keberadaannya di Mapolresta dan keterkaitannya dalam perkara yang menjerat sang suami, Ikhfina memilih irit bicara dan terkesan enggan membeber materi pemeriksaannya.

Bahkan, ketika dikonfirmasi tentang beredarnya informasi yang menyebutkan rekeningnya diblokir KPK, Ikhfina menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar.

“Tidak terkait apa-apa. Enggak (terkait rekeningnya yang kabarnya diblokir KPK maupun kasus TPPU yang menjerat suaminya)", kata Ikfina saat dikonfirmasi wartawan tentang materi pemeriksaan yang dipersoalkan tim Penyidik KPK dalam pemeriksaan kali ini, Rabu (11/03/2020) siang.

Kembali didesak tentang materi pemeriksaan yang disodorkan tim Penyidik KPK kepadanya, Ikhfina mengklaim justru dirinyalah yang malah mempertanyakan tugas tim Penyidik KPK.

"Oh... enggak. Pingin ketemu aja sama beliau-beliau (tim Penyidik KPK). Bukan konfirmasi juga. Justru saya yang tanya. Enggak terkait apa-apa. Tapi hanya terkait tugas-tugas beliau. Saya minta waktu beliau-beliau saja", tegasnya sembari masuk ke dalam mobil.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini, KPK telah menyita sejumlah aset milik MKP maupun keluarga besarnya. Baik berupa kendaraan, tanah dan bangunan, termasuk lahan yang ditempati perusahaan pengolah batu dan penyedia aspal milik keluarga MKP, CV Musika.

Selain Ikfina, sejumlah anggota keluarga MKP lainnya juga sudah diperiksa, termasuk ayah, ibu dan adik MKP yang tengah menjabat sebagai Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari yang akrab dengan sapaan Ning Ita.

Sementara itu, meski sang suami, MKP tengah menjalani masa pidana atas perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) suap pengurusan IPPR dan IMB 22 Menara Telekomunikasi tahun 2015 dan tengah menghadapi perkara dugaan Tipikor gratifikasi serta perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Ikfina Fahmawati bertekad melanjutkan karier politik sang suami, MKP.

Ikhfina Fahmawati telah mendaftar ke sejumlah partai politik (Parpol) untuk menjadi Calon Bupati Mojokerto dalam Pilkada 2020. Ia menggandeng pendidik muda, Muhammad Al Barra, 34 tahun, putra sulung KH. Asep Syaifuddin Chalim, pengasuh Pondok Pesantren (Pompes) Amanatul Ummah di Surabaya dan Pacet–Mojokerto.

KH. Asep Syaifuddin Chalim sendiri juga diketahui sebagai Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dan aktif mendukung Joko Widodo dalam Pilpres 2019.  KH. Asep Syaifuddin Chalim juga diketahui sebagai salah-satu pendukung Khofifah Indar Parawansa dalam Pilgub Jawa Timur 2018 silam..

Seperti diketahui, Mustofa Kamal Pasa (MKP) menjabat Bupati Mojokerto periode 2000–2015 dan 2015–2020. Namun, pada tahun tahun 2018, KPK menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka atas 3 (tiga) perkara.

Dalam perkara pertama, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto bersama 2 (dua) orang lainnya, yakni Ockyanto dan Onggo Wijaya telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'suap' pengurusan Ijin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 22 (dua puluh dua) Tower BTS (Base Transceiver Station) atau menara telekomunikasi di wilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai Rp. 2,75 miliar dan melakukan penahanan atas ketiganya.

Menyusul, penetapan 3 (tiga) Tersangka baru dan dilakukan penahanan terhadap ketiganya oleh KPK pada Rabu 07 Nopember 2018 lalu. Ketiganya, yakni Achmad Suhawi (ASH) selaku Direktur PT Sumawijaya serta mantan Wakil Bupati Malang Ahmad Subhan (ASB) dan Nabiel Titawano (NT) selaku pihak swasta.

Ketiganya ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap. KPK menetapkan ketiganya sebagai Tersangka (baru) dalam perkara ini berdasarkan hasil pengembangan penyidikan dan fakta yang muncul dalam persidangan terdakwa Bupati non-aktif Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP).

Sedabgkan MKP selaku Bupati Mojokerto ditetapkan KPK sebagai Tersangka penerima suap. Untuk Ockyanto selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure Tbk (Tower Bersama Group)  dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), ditetapkan KPK sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan ditetapkan KPK sebagai Tersangka perantara suap.

KPK menyangka, MKP selaku Bupati Mojokerto di duga menerima 'suap' dari Ockyanto (OKY) selaku Permit and Regulatory Division Head  PT. Tower Bersama Infrastructure atau PT. Tower Bersama Group (TBG) dan dari Onggo Wijaya (OW) selaku Direktur Operasional PT. Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 tower BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Telekomunikasi kedua perusahaan tersebut diwilayah Kabupaten Mojokerto tahun 2015 bernilai sekitar Rp. 2,75 miliar dari yang disepakati sebesar Rp. 4,4 miliar.

Dalam persidangan, tim JPU KPK mendakwa, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Atas  pelanggaran pasal tersebut, Tim JPU KPK mengajukan Tuntutan agar Majelis Hakim menjatuhkan hukuman badan 12 tahun penjara dan denda Rp. 750 juta serta membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar juga mencabut hak politik selama 5 (lima) tahun setelah Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok.

Pada Senin 21 Januari 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya memutus perkara tersebut. Yang mana, Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum 'bersalah' telah menerima suap sebesar Rp. 2,75 miliar terkait pengurusan IPPR dan IMB 22 Tower BTS atau Menara Telekomunikasi di Kabupaten Mojokerto tahun 2015, dengan rincian dari PT. Tower Bersama Group sebesar Rp. 2,2 miliar dan dari PT. Protelindo sebesar Rp. 550 juta.

Atas pelanggaran pasal tersebut, MKP selaku Bupati Mojokerto dijatuhi sanksi pidana penjara 8 (delapan) tahun, denda Rp. 500 juta subsider 4 (empat) bulan kurungan, membayar uang pengganti Rp. 2,75 miliar subsider 1 (satu) tahun penjara dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 (lima) tahun terhitung setelah MKP menjalani hukuman pokok.

Atas Putusan Majelis Hakim tersebut, MKP menyatakan menolak dan mengajukan 'Banding' ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur.

Sementara terhadahap Ockyanto dan Onggo Wijaya, KPK menyangka, keduanya melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sedangkan terhadap Terdersangka Nabiel Titawano, Achmad Suhawi dan Ahmad Subhan, KPK menyangka, mereka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kepada terdakwa Ockyanto, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun 3 bulan penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 3 bulan kurungan", tegas Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana, Kamis (04/04/2019.

"Untuk terdakwa Nabiel Tirtawano, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta, subsider 2 bulan kurungan", tegasnya pula.

"Untuk terdakwa Onggo Wijaya, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 100 juta, subsider 3 bulan kurungan", tegas Ketua Majelis juga.

"Untuk terdakwa Achmad Suhawi, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp. 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Terdakwa juga wajib mengembalikan uang pengganti sebesar Rp. 250 juta, jika tidak dibayar akan disita hartanya, bila tidak mencukupi maka akan dihukum pidana selama 10 bulan penjara", tandas Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana.

"Untuk terdakwa Achmad Subhan, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp. 150 juta subsider 4 bulan kurungan. Terdakwa juga wajib membayar uang pengganti Rp. 1,37 miliar. Jika tidak dibayar maka harta benda Terdakwa akan disita sesuai dengan jumlah kerugian uang pengganti, bila tidak mencukupi akan dikenakan hukuman pidana selama 1 tahun 6 bulan penjara. Selain itu, Terdakwa dicabut hak politiknya selama 5 tahun terhitung sejak Terdakwa selesai menjalani hukuman pokok", tandas Cokorda Gede Arthana pula.

Putusan Hakim terhadap kelima Terdakwa tersebut, lebih ringan dari Tuntutan tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Dalam Tuntutannya, tim JPU KPK mengajukan Tuntutan kepada Majelis Hakim agar terdakwa Onggo Wijaya, terdakwa Ockyanto dan terdakwa Nabiel Tirtawano dijatuhi hukuman pidana 3 tahun penjara dan denda Rp. 150 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan untuk terdakwa Achmad Suhawi dan terdakwa Ahmad Subhan, tim JPU KPK mengajukan Tuntutan kepada Mejelis Hakim agar keduanya dijatuhi hukuman pidana 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp. 200 Juta subsider 6 bulan kurungan.

Atas Putusan yang telah dijatuhkan Majelis tersebut, tim JPU KPK menyatakan pikir-pikir. "Kami pikir-pikir yang mulia", ujar tim JPU KPK menanggapi tawaran Ketua Majelis Hakim

Dalam perkara kedua, MKP selaku Bupati Mojokerto dan Zainal Abidin (ZAB) selaku Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkab Mojokerto, ditetapkan oleh KPK sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi 'gratifikasi' berupa penerimaan fee proyek-proyek infrastruktur Pemkab Mojokerto. Yang dalam hal ini, keduanya diduga menerima fee proyek infrastruktur jalan tahun 2015 sebesar Rp. 3,7 miliar.

KPK menyangka, keduanya diduga melanggar Pasal 12B Undang Undang Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 juncto  Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Dalam perkara ketiga, pada Selasa 18 Desember 2018 lalu, KPK menetapkan Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). KPK mensinyalir, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto 2 (dua) periode (2010–2015 dan 2016–2021) di duga menerima gratifikasi setidak-tidaknya sebesar Rp. 34 miliar dari rekanan penggarap proyek-proyek di lingkup Pemkab Mojokerto, dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, Camat dan Kepala Sekolah SD–SMA di lingkup Pemkab Mojokerto.

Atas perbuatannya, KPK menyangka, Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto diduga telah melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebagaimana diterangkan Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam konferensi pers yang digelar di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Selasa 18 Desember 2018 sore, bahwa KPK kembali menetapkan Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto sebagai Tersangka atas perkara dugaan TPPU berupa penerimaan gratifikasi bernilai sekitar Rp. 34 miliar.

"Dari penerimaan gratifikasi sekitar Rp. 34 miliar tersebut, KPK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas harta kekayaan yang diketahui hasil dari tindak pidana korupsi dengan tujuan menyamarkan asal usul harta kekayaan yang dilakukan tersangka MKP", terang Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam jumpa pers di kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (18/12/2018) sore, silam.

Dipaparkannya, KPK menduga MKP telah menyimpan secara tunai atau sebagian disetorkan ke rekening bank yang bersangkutan atau menyimpan uang melalui perusahaan milik keluarga MUSIKA Group, yakni CV. MUSIKA, PT. Sirkah Purbantara dan PT. Jisoelman Putra Bangsa dengan modus hutang bahan bangunan atau beton.

"KPK juga menduga, MKP membelanjakan hasil penerimaan gratifikasi itu menjadi kendaraan roda empat sebanyak 30 unit atas nama pihak lain, kendaraan roda dua sebanyak 2 unit, jet-ski sejumlah 5 unit dan menyimpan uang tunai sebanyak Rp. 4,2 Miliar", paparnya.

Febri Diansyah menegaskan, penyidik KPK juga telah menyita sejumlah aset milik Mustofa Kamal Pasa. "Sejumlah barang bukti milik yang besangkutan di sita KPK, antara lain 30 unit mobil, 2 unit kendaraan roda dua, 5 unit jetski, uang tunai sekitar Rp. 4,2 miliar serta dokumen MUSIKA Group", tambahnya. *(DI/HB)*


BERITA TERKAIT :