Kamis, 30 September 2021

KPK Tetapkan Tersangka Dan Tahan 10 Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim

Baca Juga


Salah-satu suasana konferensi pers tentang penetapan Tersangka dan penahanan 10 Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (30/09/2021) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 10 Anggota DPRD Kabupaten Muara Enin 2019–2023 sebagai Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muara Enim dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim Tahun Anggaran (TA) 2019

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menerangkan, penetapan 10 Tersangka tersebut setelah pihaknya mengumpulkan informasi dan data hingga menemukan bukti permulaan yang cukup serta munculnya fakta persidangan 6 (enam) Terdakwa sebelumnya.

"Setelah dilakukan pengumpulan informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan adanya berbagai fakta hukum selama proses persidangan dalam perkara awal dengan Terdakwa Ahmad Yani dkk, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke tahap Penyidikan pada bulan September 2021 dengan mengumumkan Tersangka", terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (30/09/2021) sore.

Adapun 10 Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim 2019–2023 yang ditetapkan sebagai Tersangka tersebut yakni Indra Gani BS (IG),  Ishak Joharsah (IJ), Ari Yoca Setiadi (AYS), Ahmad Reo Kusuma (ARK), Marsito (MS), Mardiansyah (MD), Muhardi (MH), Fitrianzah (FR), Subahan (SB) dan Piardi (PR).

Alexander Marwata menjelaskan, para Tersangka diduga menerima hadiah atau fee sebesar 10 persen dari nilai proyek pada Dinas PUPR Pemkab Muara Enim melalui pengesahan APBD 2019. Dari total proyek senilai Rp. 129 miliar, para Tersangka total menerima hadiah uang total mencapai Rp. 5,6 miliar.

Dijelaskannya pula, uang-uang itu diterima para Tersangka dengan jumlah bervariasi dan diberikan secara bertahap. Pemberian uang-uang itu di antaranya dilakukan
di salah-satu rumah makan di kawasan Kabupaten Muara Enim dengan nominal minimal pemberian masing-masing mulai dari Rp. 50 juta sampai dengan
Rp. 500 juta.

"Peneriman uang oleh para Tersangka selaku anggota DPRD Kabupaten Muara Enim diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemerintah Kabupaten Muara Enim, khususnya terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019", jelas Alex.

Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan 6 (enam) Tersangka, yakni Robi Okta Fahlevi, Ahmad Yani, Elfin MZ Muchtar, Aries HB dan Ramlan Suryadi. Perkara mereka telah berkekuatan hukum tetap. Sementara Juarsah, saat ini perkaranya masih tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.

Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membeberkan, untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa pada Dinas PUPR Pemkab Muara Enim Tahun Anggaran 2019, pada sekitar Agustus 2019, Robi Okta Fahlevi bersama dengan A. Elfin MZ Muhtar menemui Ahmad Yani yang saat itu menjabat Bupati Muara Enim.

Dalam pertemuan tersebut, Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim menyampaikan agar berkoordinasi langsung dengan A. Elfin MZ Muchtar dan nantinya ada pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai net proyek untuk para pihak yang ada di Pemkab Muara Enim dan para anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2014–2019.

Pembagian proyek dan penentuan para pemenang proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim diduga dilakukan oleh Elfin MZ Muhtar dan Ramlan Suryadi sebagaimana perintah dari Ahmad Yani selaku Bupati Muara Enim supaya Juarsah, Ramlan Suryadi dan Indra Gani BS dkk memenangkan perusahaan milik Robi Okta Fahlevi.

“Setelah Robi Okta Fahlevi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp. 129 miliar kemudian dilakukan pembagian komitmen fee dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi Okta Fahlevi melalui Elfin MZ Muhtar", beber Alex.

Pemberian uang-uang dimaksud diterima oleh Ahmad Yani sekitar sejumlah Rp. 1,8 miliar, Juarsah sekitar sejumlah Rp. 2,8 miliar dan untuk para Tersangka Baru (10 Tersangka tersebut) diduga dengan total sejumlah Rp. 5,6 miliar.

“Terkait penerimaan para Tersangka, diberikan secara bertahap yang di antaranya bertempat di salah-satu Rumah Makan yang ada di Kabupaten Muara Enim dengan nominal minimal pemberian dari Robi Okta Fahlevi masing-masing mulai dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta", bebernya pula.

Alex mengungkapkan, peneriman uang oleh para Tersangka Baru selaku Anggota DPRD Kabupaten Muara Enim diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemerintah Kabupaten Muara Enim khususnya terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019.

“Uang-uang tersebut, diduga digunakan oleh para Tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu", ungkap Alex.

Alexander Marwata menegaskan, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap para Tersangka untuk 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 30 September 2021 sampai 19 Oktober 2021.

Untuk IG, AYS, MD dan MH ditahan di Rutan KPK Kavling C1. Sementara IJ, ARK, MS dan FR ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK. Sedangkan SB dan PR ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.

Untuk antisipasi penyebaran virus Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, terhadap para Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada Rutan masing-masing.

Alex mengatakan korupsi yang melibatkan para politisi termasuk di dalamnya anggota DPRD, merupakan jenis korupsi yang paling banyak ditangani oleh KPK.

Alexander Marwata mengingatkan seluruh pihak yang berkepentingan mulai dari partai politik hingga institusi Dewan Perwakilan Rakyat harus bersama-sama memiliki komitmen politik yang bersih dan bebas dari korupsi.

“Para anggota DPRD ini telah menerima kepercayaan dari masyarakat. Sudah sepatutnya kepercayaan ini tidak digunakan hanya untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya", tukasnya. *(Ys/HB)*