Baca Juga
Dalam penyelidikannya, Tim Penyidik menemukan adanya modus penggunaan perusahaan swasta yang baru didirikan. Yang mana, korporasi pengembang properti itu atas nama orang-orang yang terafiliasi dalam di bidang usaha properti.
“Berdasar hasil audit internal, pembiayaan dengan model Istishna’ ini diduga merugikan negara (BPRS) senilai Rp. 5,8 miliar. Temuan ini dapat melengkapi hasil audit pemerintah (eksternal) yang telah diperoleh sebelumnya", terang Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Mojokerto, Agustinus Heri Mulyanto dalam keterangan tertulis, Kamis (24/02/2022).
Diketahui, Istishna’ merupakan istilah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli = mustashni’) dan penjual (pembuat = shani’).
Secara teknis, bank dapat mengadakan akad istishna' kedua dengan pihak ketiga (subkontraktor) untuk memenuhi kewajiban pada akad pertama apabila pembeli dalam akad istishna' tidak mewajibkan bank untuk membuat sendiri barang pemesanan.
Pengungkapan perkara yang melilit PT. BPRS Kota Mojokerto ini tidak lepas dari political-will Pemerintah Kota Mojokerto. Tujuannya, demi penyehatan PT. BPRS Kota Mojokerto hingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Dalam perkara ini, Tim Penyidik Kejari Kota Mojokerto menemukan kerugian negara total senilai Rp 50 miliar. Untuk mengungkap perkara ini, Tim Penyidik Kejari Kota Mojokerto menelusuri aliran-aliran uang dengan total tersebut yang diduga mengalir melalui sejumlah pembiayaan.
Kajari menandaskan, sejauh ini penanganan terhadap tiga pembiayaan (di luar modus Istishna’) yang dilakukan secara terpisah, sudah pada tahap penyidikan. Yang mana, dari penyidikan terhadap tiga pembiayaan itu ditemukan potensi kerugian negara masing-masing Rp. 6,2 miliar, Rp. 8,9 miliar dan Rp. 8 miliar.
“Nantinya proses hukum dapat menjadi masukan yang manfaat bagi pemerintah, khususnya Pemkot dan BPRS melalui metode Corruption Impact Assessment (CIA). Saat ini, CIA tersebut telah mulai dikembangkan oleh Kejaksaan agar proses hukum tidak hanya berhenti pada pemidanaan saja, tetapi sampai pada perbaikan proses bisnis”, tandasnya. *(DI/HB)*