Kamis, 11 Mei 2023

KPK Tahan Mantan Direktur Keuangan PT. Amarta Karya

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat memberi keterangan penetapan mantan Direktur Keuangan PT. Amarta Karya (Persero) Trisna Sutisna serta mantan Direktur Utama PT. Amarta Karya Catur Prabowo sebagai Tersangka perkara dugaan TPK pengadaan proyek fiktif di PT. Amarta Karya (Persero) tahun 2018–2020 dan penahanan mantan Direktur Keuangan PT. Amarta Karya (Persero) Trisna Sutisna dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (11/05/2023) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis 11 Mei 2023, secara resmi mengumumkan penetapan status hukum mantan Direktur Keuangan PT. Amarta Karya (Persero) Trisna Sutisna (TS) sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan proyek fiktif di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Amarta Karya (Persero) tahun 2018–2020 dan langsung melakukan upaya paksa penahanan.

"Tim Penyidik menahan tersangka TS untuk 20 hari pertama dimulai 11 Mei sampai dengan 30 Mei 2023 di cabang Rutan (Rumah Tahanan Negara) KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara", terang kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (11/05/2023) sore.

Johanis Tanak menjelaskan, sedianya Tim Penyidik KPK hari ini akan melakukan upaya paksa penahanan dua Tersangka. Keduanya, yakni mantan Direktur Keuangan PT. Amarta Karya (Persero) dan mantan Direktur Utama PT. Amarta Karya Catur Prabowo. Namun, tersangka Catur Prabowo (CP) mangkir atau tidak menghadiri panggilan Tim Penyidik KPK dengan alasan sakit.

Lebih lanjut, Johanis Tanak membeberkan keterlibatan dua Tersangka tersebut dalam perkara dugaan TPK pengadaan proyek fiktif di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Amarta Karya (Persero) tahun 2018–2020 ini. Bahwa, perkara tersebut berawal pada tahun 2017. Saat itu, tersangka Trisna Sutisna menerima perintah dari tersangka Catur Prabowo (CP) yang saat itu masih menjabat Direktur Utama PT. Amarta Karya (Persero).

Tim Penyidik KPK menduga, tersangka Catur Prabowo diduga memerintahkan tersangka Trisna Sutrisna dan pejabat di bagian akuntansi PT. Amarta Karya (Persero) untuk mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan kebutuhan pribadinya dengan sumber dana yang berasal dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT. Amarta Karya (Persero).

Tersangka Trisna Sutrisna bersama dengan beberapa staf di PT. Amarta Karya (Persero) kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT. Amarta Karya (Persero) tanpa melakukan pekerjaan yang sebenarnya atau fiktif.

Pada tahun 2018, dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT. Amarta Karya (Persero) dan sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka Catur Prabowo serta Trisna Sutrisna

Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, tersangka Catur Prabowo selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dan pembuatan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditanda-tangani tersangka Trisna Sutrisna.

Adapun buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif itu dipegang oleh staf bagian akuntansi PT. Amarta Karya (Persero) yang menjadi orang kepercayaan dari Catur Prabowo dan Trisna Sutrisna. Hal ini untuk memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka Catur Prabowo 

"Uang yang diterima tersangka CP dan TS kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya", beber Johanis Tanak.

"Perbuatan kedua Tersangka tersebut diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp. 46 miliar", tegas Johanis Tanak 

Terhadap tersangka Catur Prabowo dan tersangka Trisna Sutrisna, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Saat ini Tim Penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya", tandasnya. *(HB)*