Senin, 25 Maret 2024

KPK Periksa Wakil Ketua Komisi III DPR-RI Ahmad Sahroni Terkait Dugaan Aliran Uang Korupsi Mentan SYL Untuk Kepentingan Partai

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  pada Jum'at 22 Maret 2024 telah memeriksa Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ahmad Sahroni sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk tersangka Syahrul Yasin Limpo (SYL) selaku Menteri Pertanian Republik Indonesia (Mentan RI).

Tim Penyidik KPK melangsungkan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Komisi III DRPD-RI Ahmad Sahroni yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasional Demokrat (NasDem) tersebut di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Tim Penyidik KPK melakukan pemeriksaan terhadap Bendum Partai Demokrat Ahmad Sahroni sebagai Saksi perkara tersebut, di antaranya untuk mendalami pengetahuannya tentang dugaan adanya aliran uang dari tersangka SYL selaku Mentan RI untuk kepentingan partai.

"Hari Jum'at (22/03/2024), Ahmad Sahroni (Anggota DPR-RI), Saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain dugaan adanya aliran uang dari tersangka SYL untuk kepentingan partai, di mana Tersangka dimaksud adalah salah-satu kadernya", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK kepada wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (25/03/2024).

Ali menegaskan, Tim Penyidik KPK juga mendalami pengetahuan Bendum Partai Nasdem Ahmad Sahroni tentang dugaan aliran uang Rp. 800 juta dari SYL selaku Mentan RI diduga dari hasil korupsi ke partai. Ditegaskan Ali Fikri pula, bahwa dari pengakuan Sahroni, uang itu sudah dikembalikan.

"Tim Penyidik juga mendalami adanya pengembalian uang melalui slSaksi sebesar Rp. 800-an juta", tegas Ali Fikri.

Sebelumnya, Bendum Partai Nasdem Ahmad Sahroni telah diperiksa Tim Penyidik KPK pada Jum'at 22 Maret 2024 yang lalu. Usai diperiksa Tim Penyidik KPK, kepada sejumlah wartawan, Sahroni mengatakan, bahwa Tim Penyidik KPK di anataranya menyarankan supaya Partai Nasdem juga mengembalikan uang Rp. 40 juta pemberian SYL.

Usai pemeriksaan, kepada sejumlah wartawan, Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasional Demokrat (Nasdem) tersebut mengaku diminta Tim Penyidik KPK supaya mengembalikan uang pemberian SYL selaku Mentan RI sebesar Rp. 40 juta yang sempat masuk ke kas Partai Nasdem. Uang pemberian SYL selaku Mentan RI tersebut masuk ke Partai Nasdem dengan peruntukan bantuan bencana alam.

"Tadi pagi ada Rp. 40 juta yang perlu dikonfirmasi dan Penyidik sudah menyarankan untuk mengembalikan hari ini (Jum'at 22 Maret 2024), segera ditransfer ke virtual account", terang Bendum Partai Nasdem Ahmad Sahroni di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (22/03/2024).

Dijelaskan Sahroni, bahwa selain dana kebencanaan sebesar Rp. 40 juta tersebut, uang pemberian SYL selaku Mentan RI sejumlah Rp. 820 juta hasil korupsi juga sempat masuk ke kas Partai Nasdem. Namun, uang tersebut sudah lebih dulu dikembalikan ke KPK.

"Udah, udah (dikembalikan), Rp. 820 juta", jelas Ahmad Sahroni tanpa menjelaskan kapan uang tersebut dikembalikan ke KPK.

Uang Rp. 40 juta tersebut sempat diungkap oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam persidangan beragenda Pembacaan Surat Dakwaan terdakwa Syahrul Yasin Limpo atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemerasan dalam jabatan dilingkungan Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) dan penerimaan gratifikasi.

Sebagaimana diketahui, Syahrul Yasin Limpo selaku Mentan RI setidaknya dijerat Tim Penyidik KPK atas 3 (tiga) perkara. Yaitu, dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan TPPU. Dua perkara awal, yaitu dugaan TPK pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi tengah dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Sidang perdana perkara dugaan TPK pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan RI dengan terdakwa Syahrul Yasin Limpo (SYL) selaku Menteri Pertanian periode tahun 2019–2023, Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen Kementan RI) periode tahun 2021–2023 dan Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan RI tahun 2023, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Rabu 28 Februari 2024.

Sidang beragenda Pembacaan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tersebut, dipimpin Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dengan dibantu dua Hakim Anggota dan dihadiri Tim JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Tim Kuasa Hukum para Terdakwa beserta ketiga Terdakwa.

Membacakan Surat Dakwaannya secara bergantian, Tim JPU KPK di antaranya mendakwa bahwa pada rentang tahun 2020–2023, SYL selaku Mentan RI bersama Kasdi Subagyono (KS) selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan RI periode tahun 2021–2023 dan Muhammad Hatta (MH) selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan RI tahun 2023  telah melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi sebesar Rp. 44,5 miliar (M).

"Jumlah uang yang diperoleh Terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian Republik Indonesia dengan cara menggunakan paksaan sebesar total Rp. 44,5 miliar", ungkap JPU KPK Masmudi membacakan Surat Dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (28/02/2024) siang.

Tim JPU KPK pun mendakwa, KS selaku Sekjen Kementan RI periode tahun 2021–2023 dan MH selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan RI tahun 2023 diduga menjadi koordinator dalam melakukan perintah SYL selaku Mentan RI untuk melakukan pengumpulan uang secara paksa dari para pejabat eselon I dan jajarannya di lingkungan Kementan RI.

Tim JPU KPK juga mendakwa, bahwa dalam pelaksanaan di lapangan, pengumpulan uang dari para pegawai pada masing-masing Direktorat, Sekretariat dan Badan pada Kementan RI dilakukan oleh terdakwa KS dan MH. Uang-uang itu kemudian digunakan sesuai dengan perintah dan arahan SYL selaku Mentan RI untuk pembayaran kepentingan pribadi SYL selaku Mentan RI maupun keluarga terdakwa SYL.

"Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat dan Badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada Terdakwa", ungkap Tim JPU KPK.

JPU KPK Masmudi mengatakan, pemerasan dan gratifikasi itu dilakukan Syahrul Yasin Limpo selaku Mentan bersama Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan dan Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan selama periode 2021–2023.

Syahrul Yasin Limpo selaku Mentan bersama Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan dan Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan selama periode 2021–2023 mengumpulkan uang dari para pejabat eselon I di lingkungan Kementan RI.

Tim JPU KPK mengungkapkan, apabila para pejabat esselon I tidak dapat memenuhi permintaan SYL tersebut, SYL akan menyampaikan kepada jajaran di bawahnya bahwa jabatan mereka dalam bahaya, dapat dipindah-tugaskan atau diberhentikan.

Pengumpulan uang atas perintah Syahrul Yasin Limpo selaku Mentan itu disebut sebagai uang 'patungan atau sharing'. Total uang yang didapat mencapai Rp. 44.546.079.044,– sedangkan total gratifikasi mencapai Rp. 40.647.444.494,–.

"Terdakwa menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing sekretariat, direktorat dan badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada Terdakwa", ujar JPU KPK Masmudi.

JPU KPK Masmudi menegaskan, pengumpulan uang oleh beberapa orang kepercayaan Syahrul ini dilakukan untuk memenuhi kepentingan pribadi, keluarganya hingga ke partai

Tim JPU menegaskan, bahwa perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e, juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,  jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana. *(HB)*


BERITA TERKAIT: