Selasa, 26 April 2022

Diperiksa KPK, Boyamin Cuma Dihonor Rp. 5 Juta Per Bulan Jadi Direktur Bumi Rejo

Baca Juga


Koordinator MAKI Boyamin Saiman.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indinesia (MAKI) Boyamin Saiman hari ini, Selasa 26 April 2022, mendatangi Kantor KPK di jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, untuk memenuhi panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK.

Boyamin Saiman selaku Direktur PT. Bumi Rejo tahun 2018, diperiksa sebagai Saksi terkait penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara.

Usai menjalani pemeriksaan, kepada sejumlah wartawan, Boyamin Saiman menerangkan, bahwa dirinya memang pernah mengelola perusahaan milik keluarga Bupati Banjarnegara non-aktif Budhi Sarwono dan menjabat Direktur PT. Bumi Rejo pada tahun 2018.

Boyamin juga membenarkan, bahwa pada tahun 2014, dirinya pernah menerima fasilitas berupa kantor di kawasan Kuningan dari kakak kandung Budhi Sarwono. Namun,  Boyamin tidak menjelaskan detail alamat kantor dimaksud.

"2014 Itu saya diberi kantor di Kuningan, oleh kakaknya (Budhi Sarwono), namanya Budi Yuwono. Habis itu, saya bisa beli rumah sendiri di Kemanggisan", terang Boyamin Saiman usai menjalani menjalani pemeriksaan di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jalarta Selatan, Selasa (26/04/2022).

Dijelaskan Boyamin,  PT. Bumi Rejo merupakan perusahaan milik dari ayah dari Budhi Sarwono, yakni Soegeng Boedhiarto. Perusahaan tersebut didirikan tahun1982. Dalam perlajalanan usahanya, perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan pada tahun 2014 dan memiliki kredit macet di sejumlah bank.

"Perusahaan Bumi Rejo itu kondisinya invalid, tidak bisa ikut tender lagi sejak 2014. Terus 2018, saya dimasukkan menjadi direktur, tugas saya ialah mengurusi utang dan piutang", jelas Boyamin.

Boyamin pun menjelaskan, bahwa dirinya hanya mendapatkan honor Rp. 5 juta per-bulan dan sampai hari ini masih menjabat sebagai Direktur Bumi Rejo. Menurut Boyamin, perusahaan tersebut memiliki utang total Rp. 57 miliar.

Selama bekerja di PT. Bumi Rejo, Boyamin mengaku memroses sengketa piutang dengan dengan Kementerian PUPR yang jumlahnya mencapai Rp. 28 miliar.

"Arbitrase 2013, saya juga mengurus di sana sebagai Kuasa Hukum dan dikabulkan mendapatkan bayaran Rp. 28 miliar, baru dibayar kemarin oleh Kementerian PUPR. Jadi, tugas saya hanya mengurus utang-piutang saja, karena perusahaan ini sudah invalid sejak 2012", jelas Boyamin pula.

Boyamin menegaskan, bahwa tidak ada keterlibatan Budhi Sarwono pada perusahaan tersebut. Dia bekerja di perusahaan tersebut hanya untuk penyelamatan perusahaan milik bapak dari Budhi Sarwono.

"Jadi, saya memastikan, mau masuk perusahaan ini karena memang Budhi Sarwono tidak ada di situ. Kalau toh dipaksakan dia ikut tender, enggak bisa, karena performa dia enggak bisa. Karena kredit macet", tegas Boyamin.

Sebelumnya, KPK pernah menyebut Budhi Sarwono mewajibkan setiap pengerjaan proyek di wilayahnya harus membeli barang dari PT. Bumi Redjo. Sejumlah pejabat PT. Bumi Redjo pernah dipanggil KPK untuk mendalami dugaan itu.

"Diduga para calon peserta lelang diwajibkan untuk mendapatkan dukungan peralatan hanya melalui PT. BR (Bumi Redjo)", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri Jumat (27/08/2021) silam.

Sebagaimana diketahui, pada Jum'at (03/09/2021) malam, KPK menetapkan Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa pada Dinas PUPR di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara tahun anggaran 2017–2018.

Kemudian, pada Selasa (15/03/2022) silam, KPK kembali menetapkan Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Menurut KPK, penetapan status hukum sebagai Tersangka TPPU ini merupakan pengembangan perkara hasil penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara tahun 2017–2018 dan penerimaan gratifikasi yang sebelumnya telah menjerat Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara.

"Dengan ditemukannya berbagai alat bukti baru dalam perkara dengan tersangka BS (Budhi Sarwono) Dkk (dan kawan-kawan), Tim Penyidik membuka dan memulai penyidikan terkait adanya dugaan TPPU yang dilakukan oleh tersangka BS Dkk", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Selasa (15/03/2022).

Ali menjelaskan, penerapan pasal TPPU terhadap Budhi dilakukan setelah Tim Penyidik menemukan dugaan adanya upaya maupun tindakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diduga bersumber dari hasil melakukan tindak pidana korupsi.

"Di antaranya, dengan dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset baik bergerak maupun tidak bergerak. Proses penyidikan saat ini sedang berjalan dengan menjadwalkan pemanggilan Saksi-saksi untuk menguraikan dugaan tindak pidana pencucian uang dimaksud", jelas Ali Fikri.

Sebelumnya, pada Jum'at (03/09/2021) malam, KPK mengumumkan penetapkan Budhi Sarwono (BS) selaku Bupati Banjarnegara dan pihak swasta Kedy Afandi (KA) yang merupakan orang kepercayaan Budhi Sarwono sebagai Tersangka atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengadaan barang dan jasa pada Dinas PUPR di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara tahun anggaran 2017–2018.

Kedy Afandi merupakan orang kepercayaan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono yang juga merupakan tim sukses Budhi Sarwono dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Banjarnegara tahun 2017.

Dalam konferensi pers tentang penetapan Tersangka dan penahanan Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara serta Kedy Afandi pada Jum'at (03/09/2021) malam, KPK memaparkan kronologi perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara Tahun 2017–2018 tersebut.

Bahwa, bermula ketika Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara memerintahkan pihak swasta sekaligus orang kepercayaannya Kedy Afandi untuk memimpin rapat koordinasi yang dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara. Rapat koordinasi dimaksud, dilangsungkan di salah-satu rumah makan.

Dalam pertemuan tersebut, diduga sebelumnya Budhi memerintahkan dan mengarahkan Kedy untuk menyampaikan paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) senilai 20% dari nilai proyek. Yang mana, untuk perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 % dari nilai proyek.

Selanjutnya, terjadi pertemuan lanjutan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara. Dalam pertemuan itu, diduga Budhi menyampaikan secara langsung soal kenaikan HPS senilai 20 % dari harga saat itu. Adapun, nilai 20 % itu dibagi menjadi 10 % untuk Budhi dan 10 % sebagai komitmen fee.

KPK menduga, Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara diduga juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banjernegara. Di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya serta mengatur pemenang lelang.

KPK menduga, Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara diduga kerap memantau Kedy untuk melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Redjo. Adapun, penerimaan komitmen fee proyek seberar 10 % (sepuluh persen) oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.

KPK menduga, Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara diduga telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp. 2,1 miliar.

KPK pun menduga, Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara diduga berperan aktif dalam pelaksanaan lelang pekerjaan infrastruktur. Di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikut-sertakan perusahaan milik keluarganya dan mengatur pemenang lelang.

Dalam perkara dugaan TPK suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Banjarnegara tahun 2017–2018 dan penerimaan gratifikasi, Budi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, usai ditetapkan sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa pada Dinas PUPR di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara tahun anggaran 2017–2018, Bupati Banjarnegara non-aktif Budhi Sarwono membantah disangka telah melakukan tindak pidana korupsi mencapai Rp. 2,1 miliar. Budhi pun menantang KPK untuk membuktikan, bahwa ia menerima uang seperti yang disangkakan KPK terhadapnya tersebut.

Pernyataan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono itu disampaikan di tengah Budhi Sarwono digiring petugas KPK menuju mobil tahanan usai dirinnya ditetapkan sebagai Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa pada Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara tahun 2017–2018.

"Saya tadi diduga menerima uang Rp. 2,1 miliar. Mohon untuk ditunjukkan yang memberi siapa kepada siapa. Silahkan ditunjukkan. Insya ALLAH... saya tidak pernah menerima pemberian dari para pemborong", kata Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dilobi Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Jum'at (03/09/2021) malam.

Budhi Sarwono pun mengungkapkan, bahwa selama dirinya menjabat sebagai Bupati Banjarnegara telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam melakukan pembangunan di Kabupaten Banjarnegara.

"Salam untuk masyarakat Banjarnegara. Selama 4 (empat) tahun saya telah membangun Banjarnegara yang tadinya kira-kira hancur semua, sekarang Alhamdulillah sudah baik", ungkap Budhi.

Meski demikian, Budhi menegaskan, bahwa dirinya akan mengikuti proses hukum yang berlaku. Namun, ia tetap akan membantah telah menerima uang sebesar itu.

"Saya sebagai WNI (Warga Negara Indonesia) menerima aturan hukum. Saya tidak pernah menerima sama sekali. Tolong ditunjukkan yang memberi siapa", ujarnya. *(HB)*


BERITA TERKAIT: