Baca Juga
Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Tim Penyidik KPK bisa melakukan upaya paksa penjemputan untuk menghadirkan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) periode tahun 2021–2024 Sahbirin Noor (SN) sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap proyek-proyek pembangunan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel.
"Secara normatif, di mekanisme aturan, Saksi yang tidak memberikan keterangan atau alasan ketidak-hadirannya yang dapat dipertanggung-jawabkan, dapat dilakukan penjemputan", kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto , di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (22/11/2024).
Dijelaskan Tessa Mahardhika, bahwa aturan tentang jemput paksa, tertuang dalam Pasal 112 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi: Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.
Gubernur Kalsel periode tahun 2021–2024 Sahbirin Noor (SN) sebelumnya diketahui juga mangkir atau tidak memenuhi jadwal pemanggilan dan pemeriksaan pertama sebagai Saksi perkara tersebut pada Senin 18 November 2024 tanpa keterangan.
Tim Penyidik KPK lalu kembali menjadwal ulang lagi pemanggilan dan pemeriksaan Gubernur Kalsel periode tahun 2021–2024 Sahbirin Noor (SN) sebagai Saksi perkara tersebut hari ini, Jum'at 22 November 2024. Namun, hingga ditayangkannya berita ini, Shabirin Noor belum hadir dan belum memberitahukan alasannya tidak menghadiri jadwal pemanggilan dan pemeriksaan kepada Tim Penyidik KPK.
Perkara tersebut mencuat ke permukaan setelah Tim Penyidik KPK pada Minggu (06/10/2024) malam menggelar serangkaian kegiatan Tangkap Tangan (TT) di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Setelah melakukan melakukan serangkaian proses pemeriksaan, KPK kemudian mengumumkan penetapan 7 (tujuh) Tersangka, yakni:
Tersangka Penerima Suap:
1. Sahbirin Noor (SHB) selaku Gubernur Kalimantan Selatan;
2. Ahmad Solhan (SOL) selaku Kadis PUPR Pemprov Kalimantan Selatan:
3. Yulianti Erynah (YUL) selaku Kabid Cipta Karya sekaligus PPK PUPR Pemprov Kalsel;
4. Ahmad (AMD) selaku Pengurus Rumah Tahfidz Darussalam yang diduga pengepul fee; dan
5. Agustya Febry Andrean (FEB) selaku Pelaksana-tugas (Plt.) Kepala Bagian (Kabag) Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan.
Tersangka Pemberi Suap:
1. Sugeng Wahyudi (YUD) selaku pihak swasta; dan
2. Andi Susanto (AND) selaku pihak swasta.
Meski demikian, Tim Penyidik KPK hanya menahan 6 (enam) Tersangka. Yang mana, untuk sementara ini Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor adalah satu-satunya Tersangka yang belum dilakukan penahanan oleh Tim Penyidik KPK.
Terhadap 6 Tersangka perkara tersebut, Tim Penyidik KPK langsung melakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung sejak 07 Oktober hingga 26 Oktober 2024.
“Terhadap 4 tersangka SOL, YUL, AMD, FEB, di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas | Jakarta Timur, di Gedung KPK K4. Sedangkan tersangka YUD dan AND di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas | Jakarta Timur, di Gedung KPK C1", terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (07/10/2024).
Dalam perkara tersebut, Tim Penyidik KPK mengamankan uang sekitar Rp. 12 miliar (Rp 12.113.160.000,–) dan USD 500 dari serangkaian kegiatan Tangkap Tangan yang digelar wilayah di Provinsi Kalimantan Selatan pada Minggu (06/10/2024) malam tersebut. Uang-uang itu diduga merupakan pembayaran fee sebesar 5 persen yang diberikan kepada Sahbirin Noor selaku Gubernur Kalimantan Selatan untuk memuluskan 3 (tiga) proyek di Pemprov Kalimantan Selatan.
Ketiga poyek dimaksud ialah:
1. Proyek pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olah Raga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih PT. Wiswani Kharya Mandiri (PT. WKM) dengan nilai pekerjaan Rp 23.248.949.136,–;
2. Proyek pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT. Haryadi Indonesia Utama (PT. HIU) dengan nilai pekerjaan Rp 22.268.020.250,–; dan
3. Proyek pembangunan kolam renang di Kawasan Olah Raga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan dengan penyedia terpilih CV. Bangun Banua Bersama (BBB) dengan nilai pekerjaan Rp. 9.178.205.930,–
Dalam perkara ini, terhadap Sahbirin Noor bersama SOL, YUL, AMD dan FEB, Tim Pengidik KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11 atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan terhadap YUD dan AND, Tim Penyidik KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
*(HB)*
BERITA TERKAIT: