Jumat, 30 Oktober 2020

KPK Dalami Pihak Dibalik Pelarian Hiendra Soenjoto

Baca Juga


Salah-satu suasana konferensi pers saat Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar memberikan keterangan tentang penahanan Hiendra Soenjoto (HS), Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) suap–gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011–2016 yang menjerat Nurhadi (NHD) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Kamis 29 Oktober 2020.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya sosok yang diduga terlibat selama masa pelarian Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS), tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) suap–gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011–2016 Rp. 46 miliar yang menjerat Nurhadi (NHD) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).

"Ya tentu, kalau melihat bagaimana peran dari temannya sedang dalam pemeriksaan", terang Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat konferensi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 29 Oktober 2020.

Lili menjelaskan, tidak menutup kemungkinan, teman Hiendra yang sedang diperiksa tersebut dapat dikenakan pasal merintangi penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jika memang terbukti membantu tersangka Hiendra selama dalam pelariannya.

Adapun Pasal 21 diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal tersebut mengatur tentang barang siapa (orang) yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi, dapat dipidana paling singkat 3 tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp. 600 juta.

"Kalau ternyata memang diindikasikan bahwa selama ini dia memberi kemudahan, mungkin saja bisa dikembangkan ke arah sana, karena sekarang masih dalam pemeriksaan", jelas Lili.

Dalam konferensi, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli pun membeber kronologis penangkapan Hiendra Soenjoto. Yakni, berawal dari tim Penyidik KPK pada Rabu 28 Oktober 2020 mendapat informasi dari masyarakat tentang keberadaan DPO KPK tersangka Hiendra yang terlihat datang ke salah-satu apartemen yang berlokasi daerah BSD – Tangerang Selatan sekitar pukul 15.30 WIB yang dihuni oleh temannya.

Atas informasi tersebut, masih beber Lili, tim Penyidik KPK berkoordinasi dengan pengelola apartemen dan petugas keamanan setempat untuk mengintai dan menunggu kesempatan agar bisa masuk kesalah-satu unit apartemen dimaksud.

"Pada Kamis (29/10/2020) pukul 08.00 WIB ketika teman Hiendra tersebut ingin mengambil barang di mobilnya, dengan dilengkapi surat perintah penangkapan dan penggeledahan, penyidik KPK dengan disaksikan pengelola apartemen dan polisi langsung masuk dan menangkap HS", beber Lili Pintauli.

Kemudian, Lili Pintauli melanjutkan, tim Penyidik KPK membawa Hiendra dan temannya ke gedung KPK. Tim Penyidik KPK juga membawa 2 (dua) unit kendaraan yang diduga digunakan Hiendra dalam pelarian selama ini, alat komunikasi dan barang-barang pribadi milik Hiendra untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

"KPK juga membawa 2 (dua) unit kendaraan yang diduga digunakan HS (Hiendra Soenjoto) dalam pelarian selama ini, alat komunikasi dan barang-barang pribadi milik HS", lanjut Lili.

Sebagaimana diketahui, Hiendra Soenjoto merupakan Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) suap–gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011–2016 Rp. 46 miliar yang menjerat Nurhadi (NHD) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).

Hiendra sendiri adalah Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal (MIT) yang sebelumnya telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi suap. Namun, pasca ditetapkan KPK sebagai Tersangka, Heindra Soenjoto, Nurhadi serta Rezky Herbiyono menantu Nurhadi  'kabur' dan menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) KPK sejak 11 Februari 2020.

Hiendra kemudian berhasil ditangkap tim Penyidik KPK di salah-satu apartemen di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) – Tangerang Selatan pada Kamis (29/10/2020) pagi, sekitar pukul 08.00 WIB. Sedangkan Nurhadi dan Rezky lebih dulu mengakhiri masa pelariannya setelah ditangkap tim Penyidik KPK di Jakarta Selatan pada Senin (01/06/2020) malam.

Guna kepentingan penyidikan, Hiendra ditahan untuk 20 hari pertama di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Namun, sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Corona atau Corona Virus Disease - 2019 (Covid-19) di lingkungan Rutan KPK, maka tersangka Hiendra terlebih dahulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1 (Gedung KPK lama).

"Tersangka HS (Hiendra Soenjoto) akan ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak 29 Oktober 2020 sampai dengan 17 November 2020 di Rumah Tahanan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur", terang Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat konferansi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 29 Oktober 2020.

Dalam perkara ini, pada 16 Desember 2019, KPK telah menetapkan 3 (tiga) orang Tersangka. Ketiganya yakni Nurhadi Abdur Rachman, Rezky Herbiyono menantu Nurhadi dan Hiendra Soenjoto.

KPK menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) periode tahun 2011–2016 Rp. 46 miliar.

Nurhadi Abdur Rachman dan Rezky Herbiyono ditetapkan KPK sebagai Terangka penerima suap dan gratifikasi, sedangkan Hiendra Soenjoto ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi.

Ketiganya kemudian sempat melarikan diri dan yang kemudian dimasukkan KPK dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020.

Masa buronan Nurhadi dan menantunya Rezky berakhir setelah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan pada Senin (01/06/2020) malam. Sedangkan tesangka Hiendra Soenjoto mengakhiri pelariannya setelah ditangkap tim Penyidik KPK pada Kamis (29/10/2020) pagi sekitar pukul 08.00 WIB.

KPK menduga, ada 3 (tiga) perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi. Yakni perkara perdata PT. MIT merlawan PT. Kawasan Berikat Nusantara (PT. KBN), sengketa saham di PT. MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.

Dalam perkara PT. MIT melawan PT. KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima 9 (sembilan) lembar cek atas nama PT. MIT dari Direktur PT. MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.

KPK menyangka, kedua Tersangka diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT.MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp. 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT. MIT kurang lebih sebesar Rp. 33,1 miliar dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp. 12, 9 miliar. Sehingga, akumulasi yang di duga diterima kurang lebih sebesar Rp. 46 miliar.

Terhadap Nurhadi dan Rezky, KPK menyangka, kedua Tersangka diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap Hiendra Soenjoto, KPK menyangka, tersangka Hiendra Soenjoto diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*


BERITA TERKAIT :