Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, bahwa pihaknya memiliki informasi mengenai mobil yang digunakan tersangka Hiendra Soenjoto selama masa pelariannya.
Boyamin berharap, KPK menindak-lanjutinya untuk mencari tahu apakah pelat itu palsu atau tidak. Selama 8 bulan jadi buron KPK, Hiendra disebut-sebut memakai mobil berpelat 'RFO'.
"Saya meminta kepada KPK melacak keberadaan mobil yang dipakai melarikan diri HS (Hiendra Soenjoto). Karena nampaknya mobil itu pakai pelat nomor kode RFO. Saya tidak bisa menduga itu asli atau palsu. Tapi setidaknya KPK harus mendalami itu, sampai HS kok bisa punya pelat nomor belakang RFO", kata Boyamin kepada wartawan, Jum'at 30 Oktober 2020.
Boyamin berpendapat, KPK harus mencari tahu orang yang memberi fasilitas mobil pelat RFO kepada Hiendra. Sepengetahuannya, mobil berpelat RFO itu merupakan mobil dinas pejabat pemerintah.
"Sepanjang informasi yang saya terima, itu kode belakangnya RFO dan itu kan jenis mobil khusus. Seorang buron kok bisa punya itu. Saya minta itu dilacak dan diverifikasi dan kemudian jika memang ada yang membantu termasuk urusan mobil ini ya dilakukan Pasal 21", ujar Boyamin.
Boyamin pun berpendapat, Hiendra diduga dengan sengaja melarikan diri memakai mobil pelat RFO. Pendapatnya juga, dengan mobil yang dipakainya itu Hiendra berusaha mengelabui pengejaran penyidik.
"Karena ini ada upaya memakai itu sengaja dia bersembunyi dengan kode itu, kan berarti dia tidak dicurigai mobil itu dipakai oleh orang sipil. Jadi, perlu untuk dilacak. Karena itu, bahwa penggunaan pelat nomor itu digunakan untuk bersembunyi dan mengelabui dari pengejaran", ujarnya juga.
Dikonfirmasi terkait keberadaan mobil berpelat 'RFO' yang turut diamankan tim Penyidik KPK saat penangkapan tersangka Hiendra Soenjoto tersebut, Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri masih enggan berbicara banyak. Hanya dikatakannya, KPK akan mendalami lagi terkait kasus ini.
"Sumber uang dan fasilitas bagian yang akan didalami", ucapnya, singkat.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap dan menahan Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS), Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) suap–gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011–2016 yang menjerat Nurhadi (NHD) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).
Tim Penyidik KPK berhasil menangkap tersangka Hiendra di salah-satu apartemen di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) – Tangerang Selatan pada Kamis 29 Oktober 2020.
Hiendra Soenjoto merupakan Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) suap–gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) tahun 2011–2016 Rp. 46 miliar yang menjerat Nurhadi (NHD) mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA).
Hiendra sendiri adalah Direktur PT. Multicon Indrajaya Terminal (MIT) yang dijerat KPK sebagai Tersangka pemberi suap. Namun, pasca ditetapkan KPK sebagai Tersangka, Heindra Soenjoto bersama Nurhadi dan Rezky kabur dan menjadi DPO KPK sejak 11 Februari 2020.
"Tersangka HS (Hiendra Soenjoto) akan ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak 29 Oktober 2020 sampai dengan 17 November 2020 di Rumah Tahanan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur", terang Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat konferansi pers di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis 29 Oktober 2020.
Lili menegaskan, sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Corona atau Corona Virus Disease - 2019 (Covid-19) di lingkungan Rutan KPK, maka tersangka Hiendra terlebih dahulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1 (Gedung KPK lama).
Lebih lanjut, Lili menjelaskan, keberadaan Hiendra diketahui berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa pada Rabu 28 Oktober 2020 Tersangka Buronan KPK tersebut berada di kawasan BSD, Tangerang Selatan (Tangsel).
"Rabu 28 Oktober penyidik mendapat informasi dari masyarakat tentang keberadaan HS datang ke salah-satu apartemen yang berada di lokasi BSD Tangsel sekira pukul 15.00 WIB", jelas Lili.
Atas informasi tersebut, selanjutnya tim Penyidik KPK berkoordinasi dengan pihak pengelola apartemen dan sekuriti agar bisa masuk ke salah-satu unit yang ditinggali Hiendra. Baru kemudian pada Kamis (29/10/2020) keesokan paginya tersangka HS ditangkap.
"Kamis 29 Oktober pukul 08.00 WIB ketika HS ingin mengambil barang, penyidik KPK disakasikan pengelola apartemen, petugas sekuriti, polisi langsung menangkap HS", jelasnya pula.
Tim Penyidik KPK kemudian membawa HS dan temannya ke kantor KPK. Selain itu, tim Penyidik KPK juga membawa kendaraan yang diduga digunakan Hiendra selama masa pelariannya.
"KPK juga membawa 2 (dua) unit kendaraan yang diduga digunakan HS dalam pelarian selama ini, alat komunikasi, barang-barang pribadi milik HS", tandasnya.
Dalam perkara ini, pada 16 Desember 2019, KPK telah menetapkan 3 (tiga) orang Tersangka. Ketiganya yakni Nurhadi Abdur Rachman, Rezky Herbiyono menantu Nurhadi dan Hiendra Soenjoto.
KPK menetapkan Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Hiendra Soenjoto sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Nurhadi Abdur Rachman dan Rezky Herbiyono ditetapkan KPK sebagai Terangka penerima suap dan gratifikasi, sedangkan Hiendra Soenjoto ditetapkan KPK sebagai Tersangka pemberi.
Ketiganya kemudian sempat melarikan diri dan yang kemudian dimasukkan KPK dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020.
Masa buronan Nurhadi dan menantunya Rezky berakhir setelah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan pada Senin (01/06/2020) malam. Sedangkan Hiendra Soenjoto mengakhiri masa pelariannya setelah ditangkap tim Penyidik KPK di salah-satu apartemen di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) – Tangerang Selatan pada Kamis (29/10/2020) pagi, sekitar pukul 08.00 WIB.
KPK menduga, ada 3 (tiga) perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi. Yakni perkara perdata PT. MIT merlawan PT. Kawasan Berikat Nusantara (PT. KBN), sengketa saham di PT. MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Dalam perkara PT. MIT melawan PT. KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima 9 (sembilan) lembar cek atas nama PT. MIT dari Direktur PT. MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.
KPK menyangka, kedua Tersangka diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT.MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp. 14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT. MIT kurang lebih sebesar Rp. 33,1 miliar dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp. 12, 9 miliar. Sehingga, akumulasi yang di duga diterima kurang lebih sebesar Rp. 46 miliar.
Terhadap Nurhadi dan Rezky, KPK menyangka, kedua Tersangka diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap Hiendra Soenjoto, KPK menyangka, tersangka Hiendra Soenjoto diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*
BERITA TERKAIT :