Jumat, 17 Februari 2023

KPK Telah Periksa 4 Hakim Agung Terkait Perkara Suap Pengurusan Perkara Di MA

Baca Juga


Dari kiri: Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali serta Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) sebagai 'Tersangka Baru' atau Tersangka ke-15 (lima belas) perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) memakai rompi khas Tahanan KPK warna oranye dengan kedua tangan diborgol (membelakangi kamera) dikawal dua petugas KPK, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (17/02/2023) malam.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah memeriksa 4 (empat) Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menerangkan, pemeriksaan terhadap 4 Hakim Agung MA tersebut tidak semuanya dilakukan di Gedung Merah KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, melainkan juga Kantor MA Republik Indonesia (RI), Jakarta.

"Ada beberapa hakim yang diperiksa di MA ya. Jadi, ketentuan pemeriksaan itu tidak harus di KPK, tidak harus di Kepolisian, tidak harus di Kejaksaan", terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (17/02/2023) malam.

Ghufron menegaskan, bahwa pemeriksaan Saksi tidak harus dilakukan di Kantor KPK. Ditegaskannya pula, bahwa jika ada kepentingan hukum lainnya, pemeriksaan dimungkinkan dilakukan di tempat lain.

"Ada hal-hal yang sekiranya urgensinya lebih penting, misalnya ada kepentingan-kepentingan hukum lainnya yang sah, itu dimungkinkan di tempat non-pemeriksaan di KPK atau Kepolisian atau di Kejaksaan, itu bisa dimungkinkan", tegas Ghufron.

Menurut Nurul Ghufron, pemeriksaan bisa bisa dilakukan dimana saja, yang terpenting adalah efektivitasnya.

"Yang penting, sekali lagi dimana pun pemeriksaannya harus dijaga efektivitasnya, bahwa kemudian perkara ini diperiksa di Mahkamah Agung, kemudian juga tidak di MA juga, tapi juga di gudang arsip, di Pulomas kita tempatkan di sana itu kami lakukan", ujar Ghufron.

Meski pertimbangan efektivitas, namun pemeriksaan harus memperhatikan norma-norma sebagaimana ketentuan undang-undang dan tetap menjaga obyektifitas dan dilakukan secara profesional.

"Tapi, tetap secara normatif dan hal tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan KUHAP. Yang kedua, objektivitas hasilnya tetap kemudian kami pertanggung-jawabkan. Mau di manapun lokasinya, tapi tetap kami bertindak secara profesional dan itu semuanya dilakukan kemudian dilaporkan ke Dirdiknya dan kemudian pasti kemudian dipaparkan di Pimpinan KPK", tandas Ghufron.

Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, para Hakim Agung MA yang diperiksa Tim Penyidik KPK di Kantor MA, saat itu ada kesibukan. Namun demikian,bada Hakim Agung MA yang diperiksa di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Delatan. Hakim Agung MA itu, yakni Sri Murwahyuni.

"Ada Bu Sri namanya, hadir. Tapi, beberapa Hakim Agung lainnya sedang ada kegiatan, jadi tidak bisa hadir pada waktu itu", jelas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.

"Kemudian, betul yang disampaikan Pak Ghufron, karena kebutuhan kami terkait dengan informasi dari beliau-beliau, sementara para Hakim Agung ini juga memiliki kesibukan, maka bisa bertemunya, bisa diminta keterangannya di tempat lain",  jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK hari ini, Jum'at (17/02/2023) malam, secara resmi mengumumkan penetapan Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) sebagai 'Tersangka Baru' atau Tersangka ke-15 (lima belas) perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) dan langsung melakukan penahanan.

Penetapan 'Tersangka Baru' atau Tersangka ke-15 perkara tersebut merupakan hasil pengembangan penyidikan perkara yang telah menjerat Edy Wibowo (EW) selaku hakim yustisial atau panitera pengganti di MA sebagai Tersangka Penerima Suap dalam perkara tersebut.

Dari hasil pengembangan penyidikan perkara yang telah menjerat Edy Wibowo selaku hakim yustisial atau panitera pengganti di MA sebagai Tersangka Penerima Suap, Tim Penyidik KPK menemukan bukti kuat dugaan Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) diduga telah memberikan suap kepada Edy Wibowo selaku hakim yustisial atau panitera pengganti di MA hingga berkesimpulan menetapkan Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS SKM sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Tim Penyidik KPK menduga, Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS Sandi Karsa Makassar diduga telah memberikan suap sejumlah Rp. 3,7 miliar kepada Edy Wibowo selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di MA. Untuk kepentingan penyidikan, tersangka Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS Sandi Karsa Makassar dilakukan penahanan pertama selama 20 hari.

"Terkait dengan kebutuhan dari penyidikan, tim penyidik menahan tersangka WH selama 20 hari pertama, mulai 17 Februari 2023 hingga 8 Maret 2023 di Rutan (Rumah Tahanan Negara) KPK pada Pomdam Jaya Guntur", terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (17/02/2023) malam.

Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membeberkan konstruksi perkara yang menjerat tersangka Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS Sandi Karsa Makassar tersebut. Yakni, bahwa berawal saat Wahyudi Hardi menjabat sebagai Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) yang kemudian Yayasan RS Sandi Karsa Makassar diputuskan dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Dengan putusan Majelis Hakim PN Makassar tersebut, pihak Yayasan RS Sandi Karsa Makassar lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah-satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan RS Sandi Karsa Makassar tidak dinyatakan pailit.

Agar proses kasasi tersebut dapat dikabulkan, pada Agustus 2022, Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS Sandi Karsa Makassar berinisiatif menyiapkan sejumlah uang, kemudian melakukan pendekatan serta berkomunikasi intens dengan meminta Muhajir Habibie (MH) dan Albasri (AB) selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Mahkamah Agung untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi perkara yang Panitera Penggantinya adalah tersangka Edy Wibowo (EW).

Sebagai bentuk komitmen tanda jadi,  diduga memberikan sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp. 3,7 miliar kepada tersangka Edy Wibowo yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti di MA yang diterima melalui Muhajir Habibie dan Albasri selaku PNS di MA.sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaan tersangka EW.

Penyerahan uang dilakukan saat proses kasasi masih berlangsung di MA. Pemberian sejumlah uang tersebut, diduga antara lain untuk memengaruhi isi putusan kasasi dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan tersangka Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS Sandi Karsa dikabulkan dan isi putusan kasasi itu menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.

Atas perbuatannya, Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS Sandi Karsa Makassar
disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara dugaan TPK suap pengurusan perkara di MA tersebut, sebelumnya, Tim Penyidik KPK telah menetapkan 14 (empat belas) Tersangka.

Awalnya, Tim Penyidik KPK menetapkan 10 (sepuluh) Tersangka termasuk Sudrajad Dimyati selaku Hakim Agung Kamar Perdata MA setelah mereka terjaring dalam serangkaian kegiatan Tangkap Tangan di lingkungan MA.

Berikut daftar nama 10 Tersangka perkara dugaan TPK suap pengurusan perkara di MA tersebut:
1. Sudrajad Dimyati (SD) merupakan Hakim Agung pada Mahkamah Agung;
2. Elly Tri Pangestu (ETP) merupakan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung;
3. Desy Yustria (DY) merupakan PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung;
4. Muhajir Habibie (MH) merupakan PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung;
5. Nurmanto Akmal (NA) merupakan PNS Mahkamah Agung;
6. Albasri (AB) merupakan PNS Mahkamah Agung;
7. Theodorus Yosep Parera (TYP) merupakan pengacara;
8. Eko Suparno (ES) merupakan pengacara;
9. Heryanto Tanaka (HT) merupakan swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana; dan
10. Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) merupakan swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Dari pengembangan penyidikan perkara tersebut, Tim Penyidik KPK kemudian kembali menetapkan 3 (tiga) Tersangka. Ketiganya, yakni:
1. Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA;
2. Prasetio Nugroho selaku Hakim Yustisial di MA sekaligus Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh; dan
3. Redhy Novasriza selaku Staf Hakim Agung Gazalba Saleh.

KPK kemudian mengumumkan penetapan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW) sebagai Tersangka Baru (Tersangka ke-14) perkara tersebut dan langsung melakukan penahanan pada Senin 19 Desember 2022.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu,  Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, Nurmanto Akmal, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Albasri dan Edy Wibowo  sebagai Tersangka Penerima Suap. Adapun Heryanto Tanaka, Yosep Parera, Ivan Dwi Kusuma Sujanto dan Eko Suparno ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu,  Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, Nurmanto Akmal, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Albasri dan Edy Wibowo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Heryanto Tanaka, Yosep Parera, Ivan Dwi Kusuma Sujanto dan Eko Suparno disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: