Rabu, 25 Oktober 2023

KPK Periksa Mantan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto Terkait Perkara Pengadaan LNG

Baca Juga


Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina Dwi Soetjipto sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair di PT. Pertamina. Pemeriksaan dilangsungkan di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

"Penyidikan perkara dugaan korupsi terkait pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT PTMN (Pertamina) tahun 2011–2021 dengan tersangka GKK (Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan)", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (25/10/2023).

Selain Dwi Soetjipto, Rabu (25/10/2023) ini, Tim Penyidik KPK juga memanggil VP Corporate Srategic Planning & Transformation Direktorat PIMR tahun 2013 Heru Setiawan. Dwi Soetjipto hadir dalam pemeriksaan tersebut. Dia mengaku, di antaranya ditanya oleh Tim Penyidik KPK tentang apa yang diketahuinya terkait pengadaan LNG tersebut.

"Ditanya mengenai apa yang saya ketahui saja. Nggak hafal (berapa pertanyaan). Iya tadi (pemeriksaan) dari jam 10.00 WIB", kata mantan Dirut PT. Pertamina Dwi Soetjipto

Ketua KPK Firli Bahuri sebelumnya menerangkan, perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair di PT. Pertamina ini bermula dari rencana pengadaan LNG yang dilakukan oleh Pertamina pada 2012. Kebijakan tersebut saat itu dipilih sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia.

Karen Agustiawan selaku Dirut PT. Pertamina saat itu lalu menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG yang berada di luar negeri. Salah-satu perusahaan yang ditunjuk ialah Corpus Christi Liquefacition (CCL) LLC Amerika Serikat.

Tim Penyidik KPK menilai, kerja-sama dengan CCL tersebut diduga bermasalah. Tim Penyidik KPK pun menduga, keputusan yang diambil Karen saat itu sepihak tanpa ada kajian yang utuh.

"Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero", ujar Firli.

"Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dari persetujuan pemerintah saat itu", tambah Firli.

Tim Penyidik KPK menduga, kebijakan yang diambil Karen itu kemudian mengakibatkan kerugian negara. Kerugian itu berupa LNG yang telah dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik hingga menjadi oversupply. Perkara ini menyebabkan kerugian negara Rp. 2,1 triliun. *(HB)*