Senin, 19 Oktober 2020

KPK Dalami Keterlibatan Pihak Lain Dalam Perkara Dugaan Tipikor Di PT. DI

Baca Juga


Ilustrasi KPK Line.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami indikasi keterlibatan pihak lain dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan dan pemasaran di PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 205,3 miliar dan USD 8,65 juta.

"Saat ini KPK masih terus mengembangkan perkara ini dengan mengumpulkan alat bukti dugaan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini", kata Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi wartawan di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Senin 19 Oktober 2020.

Ali Fikri memastikan, pihaknya akan menyampaikannya ke publik jika ditemukan minimal 2 (dua) alat bukti dalam menjerat pihak lain dalam perkara ini. "Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut", tandas Ali Fikri.

Dalam perkara ini, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas dakwaan mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) Budi Santoso (BS) dan mantan Assisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah PT. DI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).

Kedua Tersangka/Terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif yaitu Pertama Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

KPK sejauh ini baru menetapkan 2 (dua) orang sebagai Tersangka/Terdakwa. Keduanya adalah mantan Direktur Utama PT. Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT. Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani.

Perkara ini, bermula pada awal 2008. Yang mana, Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan.

Mereka menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT. Dirgantara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya. Yang mana, dalam rapat itu juga dibahas mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggung-jawabkan melalui bagian keuangan.

KPK menduga, Budi Santoso selaku Dirut PT. DI diduga mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja-sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun, sebelum dilaksanakan, Budi meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN.

KPK pun menduga, setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja-sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT. Dirgantara Indonesia, pembiayaan kerja-sama tersebut diduga dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Budi Santoso selaku Dirut PT. DI selanjutnya diduga memerintahkan Irzal Rinaldi Zailani dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja-sama mitra atau keagenan. Irzal kemudian menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT. Dirgantara Indonesia yang ditanda-tangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT. Angkasa Mitra Karya, PT. Bumiloka Tegar Perkasa, PT. Abadi Sentosa Perkasa, PT. Niaga Putra Bangsa, dan PT. Selaras Bangun Usaha.

Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra atau agen diduga tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja-sama.

PT. Dirgantara Indonesia baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra atau agen pada tahun 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.

Selama tahun 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia kepada 6 (enam) perusahaan mitra atau agen tersebut bernilai sekitar Rp. 205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau setara Rp. 330 M.

Setelah 6 (enam) perusahaan tersebut menerima pembayaran, diduga terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp. 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT. Dirgantara Indonesia (persero). Di antaranya Budi Santoso, Irzal Rinaldi Zailani, Arie Wibowo dan Budiman Saleh. *(Ys/HB)*