Baca Juga

Salah-satu suasana konferensi pers penahanan Wali Kota Dumai Zulkifli AS di Kasus Suap DAK, Selasa 17 Nopember 2020, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.
Zulkifli kini menjadi kepala daerah ke-dua yang ditahan KPK dalam dua minggu terakhir. Sebelumnya, pada 10 Nopember 2020 lalu, KPK menahan Bupati Labuanbatu Utara Khairuddin
Dengan ditahannya Zulkifli dan Khairuddin, membuktikan apa yang disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri bahwa akan ada dua kepala daerah yang ditahan dalam waktu dekat benar adanya.
Konstruksi perkara yang dipaparkan KPK mengungkapkan, perkara ini berawal pada Meret 2017 silam. Yang mana, saat itu Zulkifli bertemu dengan Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan di sebuah hotel di Jakarta.
Pada pertemuan itu, Yaya menyatakan sanggup mengurusnya dengan fee 2 persen dari total DAK yang cair. Selanjutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Dumai mengajukan DAK Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp. 22 miliar.
"Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp. 22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan", papar Alexander Marwata.
Menyusul kemudian, Pemkot Dumai mengajukan usulan DAK Kota Dumai Tahun Anggaran 2018 ke Kementerian Keuangan. Beberapa bidang yang diajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukiman, air minum, sanitasi dan pendidikan.
Berikutnya, Zulkifli kembali bertemu dengan Yaya Purnomo terkait usulan DAK itu. Yaya pun menyanggupi untuk mengurus pengajuan DAK Kota Dumai TA 2018 tersebut. DAK itu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp. 20 miliar dan pembangunan jalan sebesar Rp. 19 miliar.
KPK menduga, atas bantuan pengurusan DAK itu, Yaya menerima 'fee' total Rp. 550 juta. Fee itu, diduga dikumpulkan Zulkifli dari uang yang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek Pemkot Dumai.
"Penyerahan uang setara dengan Rp. 550 juta dalam bentuk Dolar Amerika, Dolar Singapura dan Rupiah pada Yaya Purnomo dkk dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018", ungkap Alex.
Selain perkara dugaan Tipikor suap, Zulkifli Adnan Singkah selaku Wali Kota Dumai juga terjerat perkara dugaan Tipikor penerimaan gratifikasi. Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018.
KPK pun menduga, Zulkifli Adnan Singkah selaku Wali Kota Dumai diduga menerima gratifikasi sebesar Rp. 50 juta dan juga fasilitas kamar hotel di jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.
Atas perbuatannya, KPK menyangka, Zulkifli AS selaku Wali Kota Dumai diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b Pasal 13 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk perkara kedua, Zulkifli dijerat dengan Pasal 12 B atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*
> KPK Tahan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman
> Jum'at Keramat, KPK Periksa Wali Kota Tasikmalaya Sebagai Tersangka Dugaan Suap
> Diperiksa KPK Sebagai Tersangka, Wali Kota Tasikmalaya Enggan Komentar
> KPK Agendakan Pemeriksaan Wali Kota Tasikmalaya Sebagai Tersangka Dugaan Suap DAK
> KPK Tetapkan Status Tersangka Wali Kota Tasikmalaya
> KPK Geledah Ruang Kerja Wali Kota, Kantor Dinas PUPR Pemkot Tasikmalaya Dan Segel Ruang Kerja Direktur RSUD dr. Soekardjo