Sabtu, 04 September 2021

Tanggapi Tantangan Bupati Banjarnegara, KPK Tegaskan Bahwa Telah Miliki Bukti Kuat

Baca Juga

Plt. Jubir Bidang Penindakan KPK Ali Fikri saat Konferensi pers penahanan 17 Tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo – Jawa Timur, Sabtu (04/09/2021).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan respon atas pernyataan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) yang menantang KPK untuk membuktikan dugaan aliran uang fee Rp. 2,1 miliar yang diterima Budhi selaku Bupati Banjarnegara terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara.

Merespon penyataaan Bupati Banjarnegara (non-aktif) Budhi Sarwono tersebut, KPK menegaskan, bahwa pihaknya memiliki bukti kuat terkait dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Budhi Sarwono selaku Bupati Banjarnegara.

"Menanggapi tersangka BS (Budhi Sarwono) Bupati Banjarnegara yang membantah menerima fee Rp. 2,1 miliar, kami tegaskan, bahwa KPK telah memiliki bukti yang kuat menurut hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud sehingga perkara ini naik ke tahap penyidikan", ujar Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara (Jubir) Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (04/09/2021).

KPK mengingatkan Budhi Sarwono maupun pihak lainnya supaya kooperatif. Ditegaskannya, sikap kooperatif itu dapat ditunjukkan dengan menyampaikan keterangan sebenarnya nanti ketika diperiksa tim Penyidik KPK.

"KPK berharap agar Tersangka dan pihak-pihak lain yang nanti kami panggil dan periksa bertindak kooperatif dengan menerangkan fakta-fakta sebenarnya yang diketahui di hadapan penyidik", tegas Ali Fikri.

Sementara ini, KPK telah menetapkan Budhi Sarwono (BS) selaku Bupati Banjarnegara dan Kedy Afandi (KA) selaku pihak swasta sebagai Tersangka atas perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Banjarnegara tahun 2017–2018.

Dalam konstruksi perkara, KPK mengungkapkan, bahwa pada September 2017, BS selaku Bupati Banjarnegara diduga memerintahkan orang kepercayaannya KA yang juga pernah menjadi ketua tim sukses dari BS saat mengikuti proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Banjarnegara untuk memimpin rapat koordinasi (Rakor).

Rakor yang berlangsung di salah-satu rumah makan tersebut dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara.

Dalam pertemuan itu diduga disampaikan, sebagaimana perintah dan arahan BS selaku Bupati Banjarnegara diduga KA menyampaikan, bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan sudah menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 % (persen) dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diharuskan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.

Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi BS yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung diduga BS menyampaikan, di antaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu dengan pembagian 10 persen untuk BS sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.

KPK menduga, BS selaku Bupati Banjarnegara diduga juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur. Di antaranya membagi paket pekerjaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya dan mengatur pemenang lelang.

Sementara KA juga selalu dipantau serta diarahkan oleh BS saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik BS yang tergabung dalam grup Bumi Redjo (BR).

Dalam konstruksi perkara, KPK pun mengungkap dugaan penerimaan komitmen fee senilai 10 persen oleh BS yang dilakukan secara langsung maupun melalui perantara KA.

KPK menduga, BS selaku Bupati Banjarnegara diduga telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di lungkungan Pemkab Banjarnegara sekitar Rp. 2,1 miliar.

Terhadap BS selaku Bupati Banjarnegara dan KA, KPK menyangka keduanya melanggar Pasal 12 huruf i dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(Ys/HB)*