Jumat, 24 Desember 2021

KPK Berpeluang Terapkan Pasal Merintangi Penyidikan Kepada Azis Syamsuddin

Baca Juga


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri saat penetapan Tersangka dan penahanan Wali Kota Banjar periode 2003–2008 dan 2008–2013 Herman Sutrisno dan Rahmat Wardi selaku Direktur CV. Prima dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Kamis (23/12/2021) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang untuk menerapkan pasal merintangi/ menghalangi penyidikan kepada mantan Wakil Ketua DPR-RI Muhammad Azis Syamsuddin. Peluang untuk menerapkan pasal merintangi/ menghalangi penyidikan itu terbuka, seiring munculnya fakta persidangan dalam kesaksian mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta jalan Bungur Besar – Jakarta Pusat pada Kamis 23 Desember 2021.

Dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap penanganan perkara yang tengah ditangani KPK dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin itu, mantan Bupati Kutai Kertanegara Widyasari yang dihadirkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebagai Saksi untuk terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin mengaku, bahwa dirinya pernah disuruh Muhammad Azis Syamsuddin supaya mengakui memberikan uang senilai  Rp. 8 miliar kepada AKP Stepanus Robin Patttuju selaku Penyidik KPK.

Selain mengaku pernah disuruh Muhammad Azis Syamsuddin supaya mengakui memberikan uang senilai Rp. 8 miliar kepada AKP Stepanus Robin Patttuju selaku Penyidik KPK, Rita Widyasari juga mengaku, bahwa Muhammad Azis Syamsuddin pernah meminta supaya dirinya tidak menyebut nama Azis Syamsuddin saat diperiksa Tim Penyidik KPK.

"Setelahnya, kami akan analisa, apakah ada kemungkinan pengembangan ke arah pasal menghalangi penyidikan? Tentu nanti tunggu pertimbangan-pertimbangan hakim dalam putusan perkara tersebut", ujar Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jum'at (24/12/2021).

Ali menjelaskan, setiap keterangan Saksi dalam persidangan tentu akan menjadi fakta persidangan. Namun, tentunya Tim Jaksa KPK akan menganalisa keterangan Saksi itu.

"Tentu Jaksa KPK akan mendalami setiap fakta persidangan tersebut, salah-satunya mencari alat bukti lain. Keterangan hasil penyidikan ketika dibenarkan Daksi di depan Majelis Hakim, maka telah menjadi fakta persidangan", jelas Ali Fikri.

Dijelaskannya pula, bahwa Tim Jaksa KPK juga akan mengonfirmasi kembali kepada terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin secara langsung 'soal dugaan tersebut' di depan Majelis Hakim.

"Jaksa KPK tentu akan menggali dan kros-cek keterangan Saksi dimaksud dengan Saksi dan alat bukti lain. Termasuk konfirmasi kembali kepada M. Azis Syamsuddin pada waktu nanti ketika yang bersangkutan memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim", jelasnya pula.

Sebelumnya, saat dihadirkan oleh Tim JPU KPK sebagai Saksi perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap penanganan perkara yang tengah ditangani KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat pada Kamis 23 Desember 2021, mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari mengaku, bahwa ia pernah dihubungi Azis Syamsuddin setelah AKP Stepanus Robin Pattuju alias Robin selaku Penyidik KPK ditangkap Tim Penyidik KPK.

Mantan Bupati Kutai Kertanegara Widyasari yang dihadirkan oleh Tim JPU KPK sebagai Saksi untuk terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin tersebut juga mengaku, bahwa dirinya pernah diperintah Muhammad Azis Syamsuddin supaya mengakui memberikan uang Rp. 8 miliar kepada AKP Stepanus Robin Patttuju selaku Penyidik KPK.

Dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap penanganan perkara yang tengah ditangani KPK dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin dengan agenda 'Mendengarkan Keterangan Saksi' tersebut, saksi Rita Widyasari juga mengaku, bahwa Muhammad Azis Syamsuddin pernah memintanya supaya tidak menyebut nama Muhammad Azis Syamsuddin saat diperiksa Tim Penyidik KPK.

Ikwal pengakuan mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari itu mengemuka dalam persidangan, bermula dari JPU KPK Lie Putra Setiawan membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rita Widyasari yang berisi percakapan antara Muhammad Azis Syamsuddin dengan Rita Widyasari melalui telepon di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang. Berikut ini percakapannya:

BAP (Percakapan): Tersangka Muhammad Azis Syamsuddin (MAS) menghubungi saya dan saya sampaikan sebagai berikut:

MAS: Bunda, tolong kalau diperiksa KPK, akui saja uang dolar yang dicairkan Robin di money changer milik Bunda.

Saksi Rita Widyasari menjawab: 'Berapa, Bang? Itu uang dari Abang?'

Terdakwa  (Muhammad Azis Syamsuddin) sampaikan: 'Sekitar Rp 8 miliar, iya itu uang dolar dari saya'.

Saksi Rita Widyasari menjawab: 'Hah, gimana cara merangkai ceritanya? Sedangkan saya nggak pernah ketahui uang itu, nggak pernah pegang uang itu, nggak pernah punya uang dolar, bagaimana cara mengarangnya?'.

Terdakwa sampaikan: 'Akui aja, kan kamu punya surat kuasa dan lawyer fee sebesar Rp 10 miliar, legal lah'.

Saksi Rita Widyasari menjawab: 'Saya nggak bisa Bang merangkai ceritanya'.

Terdakwa sampaikan: 'Nanti ada orang saya datang jelaskan skema ceritanya'.

Saat JPU KPK Lie Putra memastikan kebenaran BAP itu, Saksi mantan Bupati Rita Widyasari mengamininya. Rita Widyasari kemudian menjelaskan, bahwa tak lama setelah percakapan Rita dengan Azis melalui telepon di 'Warung Telepon Khusus (Wartelsus) di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) Tangerang itu, Rita mengaku didatangi seseorang bernama 'Kris' di Lapas Tangerang. Kris mengaku, orang suruhan Azis.

Pasal merintangi atau menghalangi penyidikan terbuka untuk diterapkan pada Muhammad Azis Syamsuddin jika keterangan yang disampaikan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari terbukti benar dan sah menurut hukum.

Adapun Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap Tersangka dan Terdakwa ataupun para Saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150 juta dan paling banyak Rp. 600 juta". 

Sementara itu, dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap penanganan perkara yang tengah ditangani KPK dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin tersebut, Rita Widyasari dihadirkan sebagai Saksi untuk terdakwa Azis Syamsuddin dengan dakwaan diduga memberi suap senilai Rp. 3,099 miliar dan 36.000 dolar AS atau total senilai Rp. 3,619 miliar kepada AKP Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik KPK dan advokat Maskur Husain untuk membantu mengurus perkara dl Lampung Tengah yang sedang diselidiki KPK agar namanya tidak mencuat jika berlanjut ke penyidikan.

Rita Widyasari sendiri diketahui sedang menjalani sanksi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp. 600 juta subsider 6 bulan kurungan sejak tahun 2017 silam, karena divonis Majelis Hakim 'bersalah' terbukti secara sah dan meyakinkan telah menerima uang gratifikasi total senilai Rp. 110.720.440.000,– terkait perijinan dan proyek pada Dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara. 

Selain masih sedang mejalani masa hukuman pidana tersebut, Rita Widyasari selaku Bupati Kutai Kartanegara juga masih menjadi Tersangka pekara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di KPK.

Dalam persidangan ini, mantan Wakil Ketua DPR-RI Muhammad Azis Syamsuddin didudukkan sebagai Terdakwa. Tim JPU KPK mendakwa, Muhammad Azis Syamsuddin didakwa telah memberi suap kepada AKP Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik KPK dan rekannya advocad Maksur Husain sekitar Rp. 3,6 miliar.

Tim JPU KPK pun mendakwa, Muhammad Azis Syamsuddin memberi suap tersebut dengan maksud supaya AKP Robin selaku Penyidik KPK membantu mengurus perkara di lingkungan Pemkab Lampung Tengah yang sedang diselidiki KPK agar namanya dan Aliza Gunado tidak dijadikan Tersangka.

Atas perbuatannya, Muhammad Azis Syamsuddin didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*