Baca Juga
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor KPK, Kuningan Persada, Kavling 4, Setia Budi Jakarta Selatan", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (18/01/2022)
Perkara ini merupakan pengembangan penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur Tahun Anggaran 2021 yang anggarannya berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tahun Anggaran 2021 yang menjerat Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dan Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur.
"Dalam pengembangan perkara ini, diduga ada tindak pidana korupsi lain yaitu adanya pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN Daerah) Tahun 2021", jelas Ali.
Berkas perkara penyidikan Bupati Kolaka Timur non-aktif Andi Merya atas perkara dugaan TPK suap proyek jembatan dan rumah di Kabupaten Kolaka Timur yang anggarannya berasal dari dana hibah BNPB tahun 2021 sudah dinyatakan lengkap pada Kamis (30/12/2021) lalu. Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur akan segera diadili di Pengadilan Tipikor Kendari atas perkara tersebut.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, perkara ini bermula saat Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur dan Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur mengajukan dana hibah kepada BNPB berupa Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (DRR) dan Dana Siap Pakai (DSP) pada periode Maret hingga Agustus 2021. Yang mana, pada awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di kantor BNPB Jakarta.
“Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp. 26,9 Miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp. 12,1 miliar", jelas Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di gedung Merah Putih jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu 22 September 2021.
Terkait itu, Anzarullah meminta Andi Merya agar proyek-proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut dikerjakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu pengurusan dana hibah tersebut. Hal itu, agar dana hibah tersebut segera cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Khususnya terkait paket belanja jasa konsultansi perencanaan proyek 2 (dua) jembatan di Kecamatan Ueesi senilai Rp. 714 juta dan belanja jasa konsultasi perencaaan proyek pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp. 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
“AMN (Andi Merya Nur) menyetujui permintaan AZR (Anzarullah) tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30 persen", ungkap Nurul Ghufron.
Diduga, Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur kemudian memerintah Anzarullah selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur untuk berkoordinasi dengan Kabag ULP Sekretariat Daerah Kabupaten Kolaka Timur Dewa Made Ramawan agar bisa memroses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE, sehingga perusahaan milik Anzarullah atau grupnya dimenangkan dan ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek tersebut.
Nurul Gufron menegaskan, sebagai realisasi kesepakatan tersebut, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur diduga meminta uang sebesar Rp. 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarulalh tersebut.
“AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp. 25 juta lebih dahulu kepada AMN dan sisanya sebesar Rp. 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari. Namun sebelum uang itu berpindah tangan, keduanya ditangkap KPK", tegas Ghufron.
Dalam perkara dugaan TPK suap terkait proyek jembatan dan rumah yang anggarannya berasal dari dana hibah BNPB Tahun Anggaran 2021, AZR selaku Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur ditetapkan sebagai Tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan AMN selaku Bupati Kolaka Timur ditetspkan KPK sebagai Tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. *(HB)*