Kamis, 16 Juni 2022

KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Bupati Muna Terkait Perkara Pengajuan Dana PEN 2021

Baca Juga


Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menjadwalkan ulang panggilan pemeriksaan Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba sebagai Saksi pengembangan penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (suap) pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah tahun 2021.

Tim Penyidik KPK menjadwalkan ulang panggilan pemeriksaan, setelah Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba setelah mengonfirmasi tidak-bisa menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan pada Rabu (15/06/2022) kemarin.

"Tidak hadir dan menginformasikan pada Tim Penyidik untuk dijadwal ulang yang waktunya akan kami sampaikan lebih lanjut", terang Pelaksana-tugad (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam kererangan tertulisnya, Kamis (16/06/2022).

Pada Rabu (15/06/2022) kemarin, Tim Penyidik KPK juga memanggil Widya Lutfi Anggraeni Hertesti selaku teller Smartdeal Money Changer sebagai Saksi perkara tersebut. Ia memenuhi panggilan pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan.

"Dikonfirmasi mengenai dugaan adanya pihak yang terkait dengan perkara ini melakukan penukaran sejumlah mata uang dari rupiah ke mata uang asing", terang Ali Fikri pula.

Selain melakukan pemeriksaan di Gedung Merah Putih, pada Rabu (15/06/2022) kemarin, Tim Penyidik KPK juga memeriksa 5 (lima) Saksi lainnya di Markas Polda Sultra. Kelima Saksi itu, yakni Mujeri Dachri Muchlis selaku Direktur PT. Muria Wajo Mandiri, Kepala Bappeda Litbang Kolaka Timur 2016–2021 Mustakim Darwis, staf Bangwil Bappeda Litbang Kabupaten Kolaka Timur 2021–sekarang Harisman, honorer di Bagian Umum Setdakab Kolaka Timur Hermawansyah dan Syahrir alias Erik selaku wiraswasta.

Ali mengonfirmasi, Tim Penyidik KPK memeriksa kelima Saksi tersebut, di antaranya untuk mendalam pengetahuan mereka tentang pengurusan pengajuan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021 yang diduga ada aliran sejumlah uang.

Sebelumnya, Ali Fikti menginformasikan bahwa KPK telah menetapkan adanya Tersangka Baru dalam perkara dugaan TPK suap pengajuan pinjaman dana PEN Daerah tahun 2021 ini. Namun, Ali belum mengungkap identitas pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai Tersangka itu.

"Mengenai identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Tersangka, pasal yang disangkakan maupun uraian dugaan perbuatan pidana yang dilakukan akan kami sampaikan pada saat upaya paksa penangkapan dan penahanan dilakukan", tandasnya.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021, KPK menetapkan 3 (tiga) Tersangka pada Kamis (27/01/2022) silam,

Ketiganya, yakni mantan Dirjen Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.

KPK saat itu langsung melakukan upaya paksa penahanan terhadap Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur setelah menetapkannya sebagai Tersangka. Adapun Bupati Kolaka Timur non-akrif Andi Merya Nur sedang menjalani proses persidangan atas perkara dugaan TPK suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Sementara itu, mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Muchamad Ardian Noervianto saat itu juga belum dilakukan upaya paksa penahanan. Pasalnya, Ardian tidak memenuhi panggilan dengan alasan sedang sakit.

KPK baru melakukan upaya paksa penahanan terhadap mantan Dirjen Bina Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) pada Rabu (02/02/2022) sore. Ardian ditahan selama 20 hari, terhitung sejak Rabu 02 Februari hingga Senin 21 Februari 2022. Dan, kemudian dilakukan perpanjangan masa penahanan kedua.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membeberkan, bahwa selaku Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, saat itu, Ardian memiliki tugas melaksanakan investasi langsung pemerintah dalam bentuk pinjaman PEN. Pinjaman tersebut diberikan Pemerintah Pusat melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.

“Dengan tugas tersebut, tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah", beber Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (02/02/2022) sore.

Dibebenya pula, bahwa bermula pada Maret 2021, Andi Merya mengontak Laode Syukur agar membantunya memperoleh pinjaman PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur kepada LM Rusdianto Emba. Adapun Rusdianto Emba sendiri, telah mengenal baik M. Ardian Noervianto.

Dua bulan kemudian atau pada Mei 2021, Laode Syukur mempertemukan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dengan Ardian pada Mei 2021 di Kantor Kemendagri, Jakarta.

Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur saat itu mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur dengan nominal Rp. 350 miliar. Andi juga meminta Ardian untuk mengawal dan mendukung proses pengajuan permohonan pinjaman tersebut.

"Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, tersangka MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 % (tiga persen) secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman", beber Alexander Marwata pula.

KPK menduga, ada persyaratan yang diminta oleh Ardian soal pemberian uang secara bertahap itu. Yakni 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu dan 1 persen saat ditanda-tanganinya MoU antara PT. SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.

"Tersangka AMN (Andi Merya Nur) memenuhi keinginan tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp. 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA (Laode M. Syukur Akbar) yang juga diketahui L.M. Rusdianto Emba", beber Alexander Marwata juga.

Ditandaskannya, bahwa dari kiriman uang sejumlah Rp. 2 miliar itu, Ardian Noervianto menerima Sin$ 131.000 atau setara Rp. 1,5 miliar. Adapun Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur Akbar menerima bagian Rp. 500 juta.

Ardian saat itu terus memantau proses penyerahan uang tersebut, meski sedang menjalani isolasi mandiri. Hal itu dilakukannya dengan terus berkomunikasi melalui orang-orang kepercayaannya yang sebelumnya telah diperkenalkan ke Laode Syukur.

Setelah transfer tahap pertama diterima, Ardian dan Laode Syukur bertemu di salah-satu restoran di Jakarta untuk membahas kelanjutan pengawalan pengajuan pinjaman serta jaminan terkait telah lengkapnya permohonan pinjaman dana PEN.

"Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan tersangka AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf tersangka MAN pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan", tandas Alex.

Dalam perkara ini, Andi Merya Nur sebagai pihak yang diduga pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun terhadap Ardian dan Syukur Akbar sebagai pihak yang diduga sebagai penerima suap, disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: