Kamis, 23 Juni 2022

KPK Umumkan Rusdianto Dan Sukarman Sebagai Tersangka Baru Suap Dana PEN 2021

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat memberi keterangan dalam konferensi pers pengumuman penetapan status hukum LM Rusdianto Emba (LMRE) serta Kepala Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke (SL) sebagai Tersangka (baru) atas pengembangan penyidikan perkara dugaan TPK suap pengajuan pinjaman dana PEN pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk Daerah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021, Kamis (23/06/2022) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan status hukum LM Rusdianto Emba (LMRE) serta Kepala Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke (SL) sebagai Tersangka (baru) atas pengembangan penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk Daerah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021, Kamis (23/06/2022) sore.

"KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ini ke penyidikan, dengan menetapkan tersangka", terang Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada - Jakarta Selatan, Kamis (23/06/2022) sore.

Usai mengumumkan status hukum keduannya, KPK langsung melakukan upaya paksa penahanan terhadap Kepala Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke. 

Sementara, meski turut diumumkan sebagai Tersangka, LM Rusdianto Emba yang notabene adalah adik dari Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba belum bisa ditahan karena mangkir atau tidak menghadiri panggilan Tim Penyidik KPK.

Nurul Ghufron menjelaskan, tersangka LM Rusdianto Emba bersama Laode M. Sukur Akbar (LMSA) yang sudah lebih dahulu ditahan serta Sukarman diduga berperan menjadi perantara suap Andy Merya Nur (AMN) selaku Bupati Kolaka Timur dengan tujuan supaya mendapatkan pinjaman dana PEN untuk daerah Kabupaten Kolaka Tmur.

Mereka kemudian berkoordinasi dengan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) untuk mendapatkan pinjaman dana PEN tahun 2021.

Dalam kasus tersebut, Andy Merya menyuap Ardian agar melancarkan proses pengajuan dana PEN Rp. 2,4 Miliar. Ardian sudah ditangani KPK dan kini sudah dalam proses persidangan.

Adapun uang-suap itu dikirim melalui rekening Laode M Syukur. Dan, atas perolehan bantuan pinjaman dana PEN tersebut, Rusdianto, Sukarman dan Laode M. Syukur Akbar turut menikmati uang Rp. 750 juta dari Andi Merya.

"Jadi, poses pemberian uang dari AMN (Andi Merya Nur) pada MAN (Mochamad Ardian Noervianto) dilakukan melalui perantaraan LMRE (LM Rusdianto Emba), SL (Sukarman Loke) dan LMSA (Laode M Syukur Akbar), di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai. Atas pembantuannya tersebut, SL dan LMSA diduga menerima sejumlah uang dari AMN melalui LMRE, yaitu sejumlah sekitar Rp. 750.000.000,– (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)", jelas Nurul Ghufron.

Untuk kepentingan proses penyidikan lebih lanjut, KPK menahan Kepala Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke selama 20 hari ke depan, terhitung mulai tanggal 23 Juni 2022 sampai dengan 12 Juli 2022.

Sukarman Loke ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Kavling C1. Sedangkan, LM Rusdianto Emba belum dilakukan penahanan. KPK pun meminta LM Rusdianto Emba kooperatif untuk hadir di KPK.

"KPK menghimbau, agar tersangka LMRE untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan Tim Penyidik berikutnya", tandas Nurul Ghufron.

Dalam perkara ini, LM Rusdianto Emba ditetapkan sebagai Tersangka pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Sukarman Lole ditetapkan sebagai Tersangka penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Sebagaimana diketahui, dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021, KPK menetapkan 3 (tiga) Tersangka pada Kamis (27/01/2022) silam,

Ketiganya, yakni mantan Dirjen Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto, Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Muna Laode M. Syukur Akbar.

KPK saat itu langsung melakukan upaya paksa penahanan terhadap Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur setelah menetapkannya sebagai Tersangka. Adapun Bupati Kolaka Timur non-akrif Andi Merya Nur sedang menjalani proses persidangan atas perkara dugaan TPK suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Sementara itu, mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Muchamad Ardian Noervianto saat itu juga belum dilakukan upaya paksa penahanan. Pasalnya, Ardian tidak memenuhi panggilan dengan alasan sedang sakit.

KPK baru melakukan upaya paksa penahanan terhadap mantan Dirjen Bina Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) pada Rabu (02/02/2022) sore. Ardian ditahan selama 20 hari, terhitung sejak Rabu 02 Februari hingga Senin 21 Februari 2022. Dan, kemudian dilakukan perpanjangan masa penahanan kedua.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membeberkan, bahwa selaku Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, saat itu, Ardian memiliki tugas melaksanakan investasi langsung pemerintah dalam bentuk pinjaman PEN. Pinjaman tersebut diberikan Pemerintah Pusat melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.

“Dengan tugas tersebut, tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah", beber Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan, Rabu (02/02/2022) sore.

Dibebenya pula, bahwa bermula pada Maret 2021, Andi Merya mengontak Laode Syukur agar membantunya memperoleh pinjaman PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur kepada LM Rusdianto Emba. Adapun Rusdianto Emba sendiri, telah mengenal baik M. Ardian Noervianto.

Dua bulan kemudian atau pada Mei 2021, Laode Syukur mempertemukan Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur dengan Ardian pada Mei 2021 di Kantor Kemendagri, Jakarta.

Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur saat itu mengajukan permohonan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur dengan nominal Rp. 350 miliar. Andi juga meminta Ardian untuk mengawal dan mendukung proses pengajuan permohonan pinjaman tersebut.

"Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, tersangka MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang, yaitu 3 % (tiga persen) secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman", beber Alexander Marwata pula.

KPK menduga, ada persyaratan yang diminta oleh Ardian soal pemberian uang secara bertahap itu. Yakni 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu dan 1 persen saat ditanda-tanganinya MoU antara PT. SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.

"Tersangka AMN (Andi Merya Nur) memenuhi keinginan tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp. 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA (Laode M. Syukur Akbar) yang juga diketahui L.M. Rusdianto Emba", beber Alexander Marwata juga.

Ditandaskannya, bahwa dari kiriman uang sejumlah Rp. 2 miliar itu, Ardian Noervianto menerima Sin$ 131.000 atau setara Rp. 1,5 miliar. Adapun Kadis LH Pemkab Muna Laode M. Syukur Akbar menerima bagian Rp. 500 juta.

Ardian saat itu terus memantau proses penyerahan uang tersebut, meski sedang menjalani isolasi mandiri. Hal itu dilakukannya dengan terus berkomunikasi melalui orang-orang kepercayaannya yang sebelumnya telah diperkenalkan ke Laode Syukur.

Setelah transfer tahap pertama diterima, Ardian dan Laode Syukur bertemu di salah-satu restoran di Jakarta untuk membahas kelanjutan pengawalan pengajuan pinjaman serta jaminan terkait telah lengkapnya permohonan pinjaman dana PEN.

"Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan tersangka AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf tersangka MAN pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan", tandas Alex.

Dalam perkara ini, Andi Merya Nur sebagai pihak yang diduga pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun terhadap Ardian dan Syukur Akbar sebagai pihak yang diduga sebagai penerima suap, disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: