Jumat, 23 September 2022

KPK Konsisten Tuntaskan Penyidikan Pada Pemberi, Perantara Hingga Penikmat Lain Gratifikasi Bupati Mojokerto MKP

Baca Juga


Koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto saat mengonfirmasi sejumlah wartawan seputar perkara TPK gratifikasi dan TPPU yang menjerat Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–215 dan 2016–2020, di Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (22/09/2022), usai persidangan.


Kota SURABAYA – (harianbuana.com).
Meski perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dengan terdakwa tunggal Mustofa Kamal Pasa (MKP) selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020 telah diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Kamis 22 September 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap konsisten untuk menuntaskannya.

Penuntasan perkara tersebut akan dilakukan dengan melakukan pengembangan penyidikan yang berdasarkan pada fakta hukum yang muncul selama persidangan. Salah-satunya, fakta hukum amar putusan hakim yang disampaikan Majelis Hakim yang diketuai Marper Pandiangan, SH., MH., di antaranya menyebutkan ada 'pihak lain sebagai penyerta'.

Menanggapi kemunculan salah-satu fakta hukum tersebut, Koordinator Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Suhermanto menyampaikan, bahwa meski hingga saat ini belum ada 'Tersangka Baru' dalam perkara TPK Gratifikasi dan TPPU yang menjerat Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto tersebut, tidak menutup kemungkinan KPK akan melakukan penyidikan pada para perantara dan penikmat lain yang disebut Majelis Hakim sebagai 'pihak lain sebagai penyerta' tersebut.

“Tidak menutup kemungkinan KPK melakukan pengembangan, akan  dilakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat, karena dalam putusan juga disebutkan ada pihak lain sebagai penyerta", ujar Koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto saat dikonfirmasi wartawan di Pengadilan Tipikor Surabaya jalan Juanda, Sidoarjo Jawa Timur, Kamis (22/09/2022), usai sidang putusan perkara tersebut.

Tentang putusan hakim secara menyeluruh, Arif Suhermanto menjelaskan, Tim JPU KPK menerima putusan Majelis Hakim, karena apa yang diuraikan Tim JPU KPK dalam Surat Dakwaan maupun Surat Tuntutan sudah sesuai fakta dan masuk dalam pertimbangan Majelis Hakim, kecuali soal sanksi subsider uang pengganti. Yang mana, sanksi subsider yang dituntut 4 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara.

“Semua Tuntutan kami (Tim JPU KPK) menjadi pertimbangan Majelis Hakim. Semua sama, kecuali uang pengganti yang subsidernya dari 4 tahun menjadi 2 tahun. Jadi, kami menerima", terang Koodinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto.

Dengan akan dikembangkannya perkara tersebut, para pejabat dan ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto serta terduga para makelar jual beli jabatan (orang dekat MKP saat menjabat Bupati Mojokerto) yang merasa terlibat pada perkara TPK gratifikasi dan TPPU yang menjebloskan MKP ke penjara 6 tahun, mulai saat ini harus menyiapkan fisik dan mental. Karena, mereka yang selama ini statusnya masih sebagai Saksi, tidak menutup kemungkinan akan naik statusnya menjadi Tersangka. 

Mereka yang sementara ini sudah tercatat sebagai Saksi dan belum mendapat panggilan di persidangan atau yang tidak menghadiri panggilan sebagai Saksi persidangan, bisa jadi akan dipanggil kembali unuk diminta keterangan terkait pengembangan perkara tersebut..

Dari 600 Saksi perkara dugaan TPK gratifikasi dan TPPU terdakwa MKP selaku Bupati Mojokerto yang disiapkan KPK, baru 173 Saksi yang hadir/dihadirkan memenuhi panggilan sebagai Saksi persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Adapun 427 Saksi lain yang belum dipanggil atau dipanggil tapi tidak hadir dalam persidangan, mulai dari Staf Pemkab Mojokerto, Kepala Sekolah mulai tingkat SD (negeri) hingga SMA (negeri) di lingkungan Pemkab Mojokerto dan pihak-pihak lain sebagai perantara (makelar jabatan), pemberi (penyuap) dan penikmat lain hasil korupsi penerimaan gratifikasi yang dianggap suap terkait penerimaan uang sebesar Rp. 31.872.714.586,– (tiga puluh satu miliar delapan ratus tujuh puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu rupiah) berasal dari Mutasi dan Promosi Jabatan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto; Pemotongan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMA di wilayah Pemkab Mojokerto; Pemotongan Dana Perjalanan Dinas dan Uang Fee dari Pengurusan Perijinan di lingkungan Pemkab Mojokerto.

Dan, Penerimaan uang sebesar Rp. 16.320.000.000,– (enam belas miliar tiga ratus dua puluh juta rupiah) yang berasal dari Suyitno selaku Komanditer Aktif CV. Dua Putri sebesar Rp. 3.750.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah); dari Hendrawan (terpidana perkara TPK suap Ketua DPRD Kota Malang) selaku Direktur PT. Enfys Nusantara Raya (PT. ENR) yang juga anak mantan JAMWAS (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan) sebesar Rp. 3.770.000.000,– (tiga miliar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah); dari Junaedi selaku Direktur CV. Mutiara Timur (CV. MT) sebagai fee proyek di lingkungan Pemkab Mojokerto sebesar Rp. 5.000.000.000,– (lima miliar rupiah); dari Fadia Budi Cahyono selaku Direktur CV. Tenaga Muda (CV. TM) sebesar Rp. 2.550.000.000,– (dua miliar lima ratus lima puluh juta rupiah); dari Ayub Busono Listyawan selaku Direktur CV. Prestasi Prima (CV. PP) sebesar Rp. 1.250.000.000,– (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah), sangat dimungkinkan akan dipanggil dalam penyidikan lanjutan pengembangan perkara TPK gratifikasi dan TPPU yang telah menjerat MKP selaku Bupati Mojokerto tersebut.

“KPK akan melakukan pengembangan dan tidak menutup kemungkinan akan dilakukan penyidikan terhadap pihak-pihak yang terlibat, karena dalam putusan juga disebutkan ada pihak lain sebagai penyerta", jelas Koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto.

Arif Suhermanto menegaskan, untuk memulai melakukan pemeriksaan pada terduga pemberi suap (penyuap), perantara suap maupun terduga penikmat suap lain terkait perkara TPK Gratifikasi dan TPPU Mustofa Kamal Pasa selama menjabat Bupati Mojokerto kurun tahun 2010- 2018, baru bisa dimulai 1 (satu) bulan setelah putusan hakim perkara tersebut berkekuatan hukum tetap.

“Kami masih menunggu respon Tersangka MKP yang di putus 6 tahun penjara, untuk menyelesaikan pembayaran uang denda Rp. 5 M dan uang pengganti Rp. 17 M. Kalau ini sudah dibayar lunas, kami akan melakukan pemasangan plakat (plang) penyitaan aset untuk Negara yang sudah masuk pada daftar penyitaan", tegas Arif Suhermanto.




Nama Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari dan 'sang ibu' Hj. Fatimah ikut terseret dalam pusaran perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto periode tahun 2010–2015 dan 2016–2020.

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari dan 'sang ibu' Hj. Fatimah pernah dipanggil untuk diperiksa sebagai Saksi penyidikan perkara tersebut. Wali Kota Mojokerto yang akrab dengan sapaan "Ning Ita" ini dan 'sang ibu' Hj. Fatimah pun pernah dipanggil sebagai Saksi di persidangan perkara tersebut. Sayangnya, Ning Ita tidak pernah hadir meski dipanggil beberapa kali sebagai Saksi persidangan perkara tersebut.

Bahkan, terkait perkara tersebut, rumah Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari yang berada di Desa Tampungrejo Kecamatan Jatirejo Kabupatèn Mojokerto dan Perusahaan Pemecah Batu CV. Musika milik Hj. Fatimah telah disita KPK untuk Negara.

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari adalah adik kandung dari mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kama Pasa, adapun Hj. Fatimah adalah ibu kandung dari mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa yang kini kembali terjerat dalam perkara dugaan TPK gratifikasi dan TPPU senilai Rp. 46.192.714.586,– (empat puluh enam miliar seratus sembilan puluh dua juta tujuh ratus empat belas ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah).

Dijelaskan Arif Suhermanto, selain menyita Pabrik Pemecah Batu CV. Musika milik Hj. Fatimah ibu dari Terdakwa dan rumah yang ditempati Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari yang berada di Desa Tampungrejo Kecamatan Jatirejo Kabupatèn Mojokerto, ada sekitar 73 aset lain terkait pokok perkara yang berupa tanah dan bangunan yang disita KPK untuk Negara.

Dijelaskan Arif Suhermanto pula, bahwa sebelumnya ada 83 aset yang disita Negara, namun ada 3 aset yang dikembalikan atas nama Ibu MKP saat sidang tuntutan. Namun, pada sidang putusan (Kamis 22 September 2022), terdapat 5 aset lagi dikembalikan karena terbukti dimiliki Terdakwa sebelum menjabat Bupati Mojokerto. 

Arif juga menjelaskan, sebelum putusan, ada sebanyak 80 bidang tanah dan bangunan dengan rincian 35 bidang atas nama Nono, 17 bidang tanah atas nama Jakfaril, 14 bidang tanah atas nama Hj. Fatimah, 2 bidang tanah atas nama Samsu Irawan (Wawan) serta  4 bidang tanah atas nama Samsul Ma'arif akan dirampas oleh Negara. Setelah putusan, tinggal 75 bidang tanah dan bangunan yang tetap disita Negara.

"Selain aset berupa bidang tanah dan bangunan yang dirampas dan menjadi milik Negara, aset berupa 50 unit mobil dan 3 unit sepeda motor serta 8 unit jet-ski juga disita oleh Negara", jelas Kordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto, SH., MH.

Arif menegaskan, setelah perkara tersebut 'inkrah', pihaknya akan segera melakukan pengeplangan aset MKP yang disita untuk Negara dan akan mengeksekusi aset yang masih dikuasai orang juga mengurusi pelunasan denda serta pembayan uang pengganti.

“Setelah ada ketetapan hukum kita akan lakukan pengeplangan aset MKP yang disita. Dan, kalau jangka waktu yang telah ditentukan MKP tidak memenuhi membayar denda atau uang pengganti, kita akan menyita aset milik MKP, walau aset itu dibeli sebelum menjabat sebagai Bupati", tegas Arif Suhermanto.

Arif menandaskan, CV. Musika sejauh ini sebagai tempat penempatan uang sebesar Rp.12 miliar lebih selama tahun 2010 sampai 2018. Yang mana, uang-uang yang terkumpul sebagai aset CV. Musika itu kemudian digunakan untuk pembelian aset yang telah disita KPK dan dinyatakan dirampas oleh Negara.

“Jadi, selama ini, MKP menyetorkan uang haram yang dihasilkan dari korupsi ke CV. Musika yang jumlahnya Rp.12 miliar lebih kemudian dibelanjakan untuk pembelian aset melalui orang-tuanya", tandas Koordinator Tim JPU KPK Arif Suhermanto.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim menyatakan terdakwa Mustofa Kamal Pasa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama melanggar Pasal 12 huruf B Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan terbukti melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana dakwaan Kedua, Pertama Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, jo Pasal 65 ayat (1) KUHP;

Majelis memutuskan, menghukum terdakwa Mustofa Kamal Pasa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda sebesar Rp. 5.000.000.000,– (lima miliar rupiah) dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan

Majelis Hakim pun memutuskan, menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 17.126.162.000,– (tujuh belas miliar seratus dua puluh enam juta seratus enam puluh dua ribu rupiah) dengan memperhitungkan aset senilai Rp. 29.066.552.586,– (dua puluh sembilan miliar enam puluh enam juta lima ratus lima puluh dua ribu lima ratus delapan puluh enam rupiah) yang sudah di sita KPK untuk diperhitungkan sebagai uang pengganti, dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 (satu) bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dalam hal harta benda Terdakwa tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun", tandas Ketua Majelis Hakim Marper Pandiangan, SH., MH. diakhir pembacaan Putusan Hakim.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menolak seluruh Pledoi atau Pembelaan Penasehat Hukum Terdakwa, temasuk total jumlah uang yang diakui diterima oleh terdakwa Mustofa Kamal Pasa yang hanya sekitar tujuh miliar rupiah.

Atas putusan Majelis Hakim tersebut, Terdakwa dan Tim Kuasa Hukum Terdakwa menyatakan pikir-pikir. Sedangkan Tim JPU KPK menyatakan menerima. *(get/DI/HB)*


BERITA TERKAIT :