Senin, 01 April 2024

KPK Kembali Sita Aset Milik Andhi Pramono, Kali Ini Lahan Tanah Seluas 2.597 Meter Persegi

Baca Juga


Tim Penyidik KPK melakukan penyitaan dan pemasangan papan pengumuman sita di lahan tanah seluas 2.597 meter-persegi milik mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono yang terletak di Desa Kenten Laut, Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyita aset milik mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono. Kali ini, Tim Penyidik KPK menyita aset milik Andhi Pramono berupa lahan tanah seluas 2.597 meter-persegi yang terletak di Desa Kenten Laut, Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

"Dilakukan penyitaan dan pemasangan papan pengumuman sita di lokasi tersebut", kata Kepala Bagiané Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (01/04/2024).

Ali menjelaskan, penyitaan dilakukan sebagai upaya mengungkap dan menelusuri aliran uang Andhi Pramono yang digunakan untuk mengaburkan asal usul penerimaan gratifikasinya.

Mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono sebelumnya telah ditetapkan Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

Tim Penyidik KPK sejauh ini masih terus menelusuri keberadaan aset Andhi Pramono yang diduga berkaitan perkara dugaan TPPU-nya. Penelusuran ini dilakukan oleh Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK.

"Pengumpulan alat bukti serta pencarian aset-aset lainnya masih terus berlanjut dalam upaya melengkapi berkas penyidikan dugaan perkara TPPU tersangka dimaksud", tegasnya.

Mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono sebelumnya telah ditetapkan oleh Tim Penyidik KPK sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan Gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dalam perkara dugaan TPK penerimaan gratifikasi, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akhirnya memvonis Andhi Pramono 'bersalah' dan menjatuhkan sanksi pidana 10 tahun penjara.

"Menyatakan, terdakwa Andhi Pramono telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan penuntut umum. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Andhi Pramono dengan pidana penjara selama 10 tahun", tegas Ketua Majelis Hakim Djuyamto di PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat.

Selain pidana badan, Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat juga menjatuhi sanksi mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Dalam perkara ini, Andhi Pramono disebut telah menerima gratifikasi dengan total Rp. 58.974.116.189,–. Gratifikasi yang diperoleh Andhi Pramono berasal dari sejumlah pihak terkait pengurusan kepabeanan impor saat Andhi bekerja sebagai pegawai Bea Cukai.

Andhi Pramono disebut telah menerima gratifikasi sebesar Rp. 50.286.275.189,79 miliar yang berhubungan dengan jabatannya yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai penyelenggara negara.

Selain uang rupiah, Andhi Pramono juga menerima uang dengan pecahan dollar Amerika Serikat sekitar 264.500 atau setara dengan Rp. 3.800.871.000,–  juga menerima uang dollar Singapura sekitar 409. 000 atau setara dengan Rp. 4.886.970.000,–

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa Andhi Pramono. Hal yang memberatkan, kata hakim, perbuatan Terdakwa tidak sesuai dengan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.

"Hal yang memberatkan, Terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi", tutur Djuyamto.

Majelis Hakim juga menilai, perbuatan Andhi Pramono telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi pajak. Majelis Hakim pun menyebut hal lain yang memberatkan Terdakwa, yakni terdakwa Andhi Pramono tidak mengakui perbuatannya selama proses persidangan.

"Perbuatan Terdakwa telah mengurangi kepercayaan publik atau masyarakat terhadap institusi pajak. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya", ujar Djuyamto.

Adapun hal-hal yang meringankan Terdakwa, disebut Majelis Hakim, Andhi berlaku sopan selama persidangan dan tidak pernah dihukum. "Keadaan meringankan Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan. Terdakwa tidak pernah dihukum", tandas Djuyamto.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menilai mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum 'bersalah' karena telah menerima gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).

Atas kesalahannya itu, Andhi Pramono dinilai melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sanksi pidana badan yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut, tidak jauh berbeda dengan tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta supaya Majelis Hakim menjatuhkan sanksi pidana 10 tahun 3 bulan penjara.

Atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tersebut, mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono langsung menyatakan banding. Adapun Tim JPU KPK menyatakan pikir-pikir. *(HB)*


BERITA TERKAIT: