Kamis, 30 Desember 2021

Setelah Menetapkan Sebagai Tersangka Suap, KPK Kembali Menetapkan Wawan Ridwan Sebagai Tersangka TPPU

Baca Juga


Kepala KPP Pratama Bantaeng Wawan Ridwan memakai rompi khas Tananan KPK setelah ditetapkan sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 saat diarahkan petugas KPK keluar dari dalam gedung Merah Putih KPK menuju mobil tahanan yang akan membawanya ke rumah tahanan, Kamis (11/11/2021).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Setelah pada Kamis 11 November 2021 lalu menetapkan Wawan Ridwan selaku Kepala Pajak Bantaeng Sulawesi pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis 30 Desember 2021, kembali menetapkan Wawan Ridwan selaku selaku Pemeriksa Pajak pada Ditjen Pajak tahun pemeriksaan pajak 2016–2017 sebagai Tersangka perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Dengan ditemukannya kecukupan alat bukti terkait adanya dugaan aliran sejumlah uang yang diterima oleh tersangka WR (Wawan Ridwan) selaku pemeriksa pajak pada Ditjen Pajak tahun pemeriksaan pajak 2016-2017", terang Pelaksana-tugas (Plt.) Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri di Kantor KPK gedung Merah Putih jalan Kuningan Persada – Jakarta Selatan Jakarta, Kamis (30/12/2021).

Ali Fikri menjelaskan, penetapan sebagai Tersangka TPPU setelah Tim Penyidik KPK mengembangkan hasil penyidikan perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017.

"Diduga tersangka WR antara lain melakukan penempatan maupun mengubah bentuk uang korupsi yang diterimanya dalam bentuk beberapa aset. Aset-aset yang diduga milik Tersangka tersebut, saat ini telah dilakukan penyitaan oleh tim penyidik", jelas Ali Fikri.

Sebabagaimana diketahui, pada Kamis (11/11/2021) lalu, KPK telah menetapkan Wawan Ridwan selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Alfred Simanjutak selaku Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada DJP Kemenkeu sebagai 'Tersangka Baru' atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 pada  (DJP).

Terhadap tersangka Wawan Ridwan langsung dilakukan upaya paksa penahanan sejak Kamis (11/11/2021) itu juga, sedangkan tersangka Alfred Simanjutak dilakukan penahanan pada Senin (27/12/2021).

Penetapan status hukum sebagai Tersangka perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017 terhadap Wawan Ridwan dan Alfred Simanjutak merupakan pengembangan penyidikan perkara yang sebelumnya telah menjerat mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji dan kawan-kawan.

Wawan Ridwan sebelumnya menjabat Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP atau Kepala Pajak Bantaeng Sulawesi Selatan sampai Mei 2021 dan kemudian menjabat Kepala Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara.

Sedangkan Alfred Simanjuntak adalah Pemeriksa Pajak Madya sebagai Supervisor pada Kanwil DJP Jakarta Utara/mantan Pemeriksa Madya sebagai Ketua Tim pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP 2016-2019.

KPK menyebut Wawan selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP bersama-sama dengan Alfred atas perintah dan arahan khusus dari Angin Prayitno dan Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan perpajakan untuk tiga wajib pajak.

Tiga wajib pajak, yakni PT Gunung Madu Plantations untuk tahun pajak 2016, PT Bank PAN Indonesia Tbk untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.

Dalam proses pemeriksaan tiga wajib pajak tersebut, KPK menduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang agar nilai penghitungan pajak tidak sebagaimana mestinya dan tentunya memenuhi keinginan dari para wajib pajak tersebut.

Atas hasil pemeriksaan pajak yang telah diatur dan dihitung sedemikian rupa, tersangka Wawan dan Alfred diduga telah menerima uang yang selanjutnya diteruskan kepada Angin dan Dadan.

KPK menduga tersangka Wawan menerima jatah pembagian sekitar 625 ribu dolar Singapura. KPK juga menduga tersangka Wawan menerima sejumlah uang dari beberapa wajib pajak lain diduga sebagai gratifikasi yang jumlah uangnya hingga saat ini masih terus didalami.

KPK telah menyita tanah dan bangunan milik Wawan di Kota Bandung yang diduga diperoleh dari penerimaan-penerimaan uang suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan pajak.

Dalam perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan tahun 2017, Wawan Ridwan bersama Alfred Simanjutak disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Dalam perkara TPPU, Wawan Ridwan disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam perkara ini, sebelumnya KPK telah menetapkan Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak serta Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan pada Direktorat Jenderal Pajak sebagai Tersangka.

KPK juga telah menetapkan kuasa wajib pajak Veronika Lindawati sebagai Tersangka. Kemudian, 3 (tiga) konsultan pajak yakni Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi dan Agus Susetyo juga ditetapkan sebagai Tersangka atas perkara tersebut.

Terhadap Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi, Veronika Lindawati dan Agus Susetyo, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  *(Ys/HB)*