Kamis, 30 Desember 2021

Sidang Lanjutan Azis Syamsuddin, Mustafa Bersaksi Azis Minta Fee DAK 8 Persen

Baca Juga


Mantan Wakil Ketua DPR-RI Muhammad Azis Syamsuddin saat mengikuti jalannya persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat, Kamis 30 Desember 2021.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap penanganan perkara yang tengah ditangani KPK dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin kembali digelar hari ini, Kamis 30 Desember 2021, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta jalan Bungur Besar Raya – Jakarta Pusat.

Dalam sidang beragenda 'Mendengarkan Keterangan Saksi' kali ini, mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa yang dihadirkan sebagai Saksi oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK melalui sambungan konferensi video dari Lapas Sukamiskin Bandung bersaksi, bahwa mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin sempat meminta 'fee' 8 % (delapan persen) untuk mengurus Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Lampung Tengah

"Ya ada kewajibannya untuk mengurus DAK perlu anggaran. Saya tidak tahu 'komitmen fee' atau tidak, tapi pembicaraannya dari total yang disetujui yang jadi tanggung-jawab pemerintah kabupaten itu sekitar 8 % (delapan persen)", kata mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa melalui sambungan konferensi video dari Lapas Sukamiskin Bandung, Kamis (30/12/2021).

"Saya tidak tahu nilai 8 persen itu berapa, karena yang urus secara teknis bukan saya lagi, tapi Kepala Dinas PU, Pak Taufik (Taufik Rahman)", lanjut Mustafa.

Mustafa menerangkan, bahwa ia pernah mendatangi rumah Azis Syamsuddin di Pondok Indah Jakarta bersama ketua DPRD Lampung Tengah Junaidi pada 2017 untuk meminta bantuan soal pencairan DAK Lampung Tengah.

"Saya sampaikan ke Pak Azis yang kebetulan Ketua Banggar DPR: Bang, saya datang atas permintaan masyarakat, karena jalan di Lampung Tengah rusak semua. Saya mohon dibantu karena itu wilayah abang. Lalu Terdakwa mengatakan: Ya tidak ada masalah nanti akan dibantu", terang Mustafa.

Kesaksian mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa tersebut, dibantah oleh terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin.

"Seingat saya, Saksi datang ke rumah saya di Bandarlampung di Way Halim, di rumah Nyai saya, bukan di Pondok Indah. Itu pun beberapa kali pernah datang, termasuk untuk minta rekomendasi maju menjadi gubernur", bantah Azis Syamsuddin.

Mustafa kemudian menerangkan, setelah Azis menyanggupi untuk membantu mendapatkan DAK Kabupaten Lampung Tengah, Azis selanjutnya memerintahkan agar Mustafa berkomunikasi dengan orang Azis bernama Edy Sujarwo.

"Waktu itu ada diskusi tentang apa yang menjadi tanggung-jawab kami dari Pemerintah Lampung Tengah, lalu diminta menghubungi Jarwo. Saya pernah ketemu Jarwo, dia ketua relawan Azis Syamsuddin dan juga orang Lampung Tengah", terang Mustafa pula.

Mustafa juga menerangkan, bahwa ia tidak diberi nomor telepon Edy Sujarwo, sehingga ia pun meminta Kepala Dinas Bina Marga Pemkab Lampung Tengah Taufik Rahman untuk mencari Edy Sujarwo dan menyiapkan proposal DAK Kabupaten Lampung Tengah.

"Saya perintahkan Taufik untuk buat nilai DAK yang sebesar-besarnya, karena jalan di Lampung Tengah banyak yang rusak, tapi saya lupa jumlahnya. Kepala Dinas yang tahu, tapi agak lumayan besarlah", terang Mustafa juga.

Mustafa kemudian mendapat laporan dari Taufik Rahman selaku Kepada Dinas PU Pemkab Lampung Tengah, bahwa 'fee' yang diberikan Taufik mencapai 10 persen dari DAK yang dicairkan untuk Lampung Tengah dan 'fee' tersebut sudah diserahkan ke Aliza Gunado dan Edy Sujarwo.

"Karena peristiwanya saya juga sedang masa pencalonan gubernur, lalu saat saya tertangkap ada catatan-catatan dari Taufik Rahman dan saya baru tahu totalnya sekitar 10 persen dari DAK, yang keluar cuma Rp. 25 miliar, yang diusulkan sebenarnya cukup besar sekitar Rp. 100 miliar atau berapa", jelas Mustafa.

Dalam kesaksiannya, mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa juga bersaksi, bahwa dirinya pernah melakukan 'deal politik' dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPR-RI Muhammad Azis Syamsuddin tentang dukungan kepada istrinya yang mau maju jadi Calon Bupati Lampung Tengah. Deal politik itu dibicarakan saat bertemu di Lapas Sukamiskin.

"Waktu itu, pada saat dia datang lagi mau pencalonan Bupati Lampung Tengah. Kebetulan istri saya diminta maju oleh masyarakat untuk menjadi bupati Lampung Tengah. Waktu itu kami bicara dan beliau selaku pengurus DPP Partai Golkar, dan Wakil Ketua DPR", ungkap kata Mustafa.

Mustafa pun mengungkapkan, saat itu Azis Syamsuddin mendukung istrinya menjadi bupati Lampung Tengah, maka akan membalas budi dengan mendukung Azis agar terpilih sebagai Anggota DPR pada periode selanjutnya.

"Kami berbincang-bincang seadanya istri saya jadi bupati. Dia berharap istri saya juga membantu untuk dia menjadi Anggota DPR lagi", ungkap Mustafa pula.

Mustafa menjelaskan, perjanjian 'deal pokitik' itu memuat terkait 'Surat Rekomendasi' Partai Golkar yang dipastikan Azis akan diberikan kepada istrinya untuk menjadi kandidat Calon Bupati Lampung Tengah kala itu.

"Berikan rekomendasi untuk apa?", desak Tim JPU KPK.

"Partai Golkar, rekomendasikan istri saya (sebagai Calon Bupati Lampung Tengah)", jawab Mustafa.

"Tadi ada perjanjian ya. Itu ada surat perjanjian terkait apa?", kejar Majelis Hakim.

"Ya perjanjian kalau istri saya jadi (Bupati Lampung Tengah) dia nanti Partai Golkar urusan dia yang tanggung-jawab. Istri saya bantu dia untuk jadi anggota DPR-RI lagi", jelas Mustafa.

Mustafa mengaku, perjanjian itu tidak hanya sebatas omongan, namun secara tertulis dan membubuhkan tanda-tangan sebagai bukti kesepakatan.

"Saya suruh Pak Agus waktu itu untuk ngetik", aku Mustafa.

"Ditanda-tangani Terdakwa?", cecar Tim JPU KPK.

"Iya, ditanda tangani", jawab Mustafa.

Kesaksian mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa tersebut dibantah olah terdakwa Azis Syamsuddin. Azis bahkan sempat menantang Mustafa untuk sumpah muhabalah.

"Saudara Saksi menyampaikan dalam hal ini bahwa ada pertemuan kita berdua. Betul saudara saksi menyampaikan begitu?", tanya Azis Syamsuddin kepada Mustafa.

"Betul", jawab Mustafa.

"Yakin saudara saksi?", lanjut Azis.

"Ya, betul", jawab Mustafa.

"Saudara Saksi bersedia enggak untuk bersumpah bersama saya, mubahalah di antara kita?", cetus Azis.

Sebelum Mustafa menjawab, Ketua Majelis Hakim Muhammad Damis memotong, untuk menyudahi perdebatan dan meminta Azis kembali melanjutkan pertanyaan yang lain.

"Cukup saudara Terdakwa ya, tanyakan (lainnya) saja kepada Saksi ini. Nanti kita berikan penilaian keterangannya", ujar Ketua Majelis Hakim Mihammad Damis.

Adapun, dalam perkara ini Azis didakwa telah menyuap Stepanus Robin Pattuju sebesar Rp. 3,09 miliar dan 36.000 dilar AS, dimana uang tersebut diberikan agar Robin membantu pengurusan perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan DAK Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017.

Atas perbuatannya, Azis didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Mustafa saat ini menjalani vonis 4 tahun penjara dalam perkara penerimaan suap dan gratifikasi proyek-proyek di Dinas Bina Marga Lampung Tengah serta 3 tahun penjara untuk perkara pemberian suap kepada beberapa anggota DPRD Lamteng.

Dalam perkara ini, terdakwa Muhammad Azis Syamsuddin didakwa melanggar Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. *(Ys/HB)*


BERITA TERKAIT: