Selasa, 18 Oktober 2022

Diperiksa KPK 12 Jam, Bupati Toraja Utara Ngaku Tidak Tahu Soal Korupsi Gereja Mimika

Baca Juga


Bupati Toraja Utara Yohanis Bassang saat memberi keterangan kepada wartawan usai diperiksa selama sekitar 12 jam oleh Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara TPK pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Kabupaten Mimika Tahap 1 Tahun Anggaran 2015 yang menjerat Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika, Selasa (18/10/2022).


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan agenda pemeriksaan Yohanis Bassang selaku Bupati Toraja Utara hari ini, Selasa 18 Oktober 2022, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Selatan

Yohanis Bassang selaku Bupati Toraja Utara kali ini diperiksa Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Mimika Tahap 1 Tahun Anggaran 2015 yang menjerat Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika.

Yohanis Bassang selaku Bupati Toraja Utara diperiksa Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara tersebut sejak sekitar pukul 09.00 WIB. Usai menjalani pemeriksaan, kepada sejumlah wartawan, Yohanis mengaku, bahwa dirinya tidak tahu-menahu soal perkara tersebut.

"Tidak tahu. Tidak tahu sama-sekali (perkara) itu. Saya kabur, buta, gelap. Ya ditanya, apakah Bapak tahu? Tdak tahu soal itu", kata Bupati Toraja Utara Yohanis Bassang kepada wartawan, usai diperiksa Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setibudi Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2022) malam.

Selain itu, Bupati Toraja Utara Yohanis Bassang pun mengaku, dirinya juga disodori pertanyaan terkait Pilkada di Kabupaten Mimika tahun 2013. Menurut Yohanis, pertanyaan itu berhubungan saat dirinya menjabat sebagai Wakil Bupati Mimika periode tahun 2014–2019.

"Dimintai keterangan seputar tentang Pilkada (di Kabupaten Mimika) 2013, proses penyusunan kabinet para pejabat, itu aja", ungkap Yohanis.

Lebih lanjut, Bupati Toraja Utara Yohanis Bassang menjelaskan, bahwa dirinya diperiksa selama sekitar 12 jam. Dijelaskannya pula, bahwa ada 15 pertanyaan yang disodorkan Penyidik KPK.

"Ya (diperiksa) selama 12 jam. Tapi, kita ketawa-ketawa saja. Beliau (Penyidik) banyak habis waktunya untuk pergi sembahyang. Nggak banyak, 15 (pertanyaan) saja", jelas Yohanis.

Dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Mimika Tahap 1 Tahun Anggaran 2015, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka. Ketiganya, yakni Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika, Marthen Sawy selaku Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang juga selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut dan Teguh Anggara selaku Direktur PT. Waringin Megah (PT. WM).

Adapun konstruksi perkara tersebut yang dibeberkan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto membeberkan, bahwa perkara dugaan TPK proyek Pembangunan Gereja Kingmi Mike 32 di Kabupaten Mimika tersebut, bermula pada sekitar tahun 2013.

Yang mana, saat itu Eltinus Omaleng merupakan kontraktor sekaligus Komisaris PT. Nemang Kawi Jaya (PT. NKJ) berkeinginan membangun tempat ibadah berupa Gereja Kingmi di Kabupaten Mimika dengan nilai anggaran Rp. 126 miliar.

Selanjutnya, pada tahun 2014, Eltinus terpilih menjadi Bupati Mimika. Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika kemudian mengeluarkan kebijakan, salah-satu di antaranya agar menganggarkan dana hibah untuk pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.

"Kemudian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika sebagaimana perintah EO (Eltinus Omaleng) memasukkan anggaran hibah dan pembangunan gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp. 65 miliar ke anggaran daerah Kabupaten Mimika tahun 2014", beber Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (20/09/2022) sore.

Karyoto pun membeberkan, Eltinus Omaleng yang saat itu masih menjadi komisaris PT. Nemang Kawi Jaya, selanjutnya membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat didepan lokasi dibangunnya Gereja Kingmi Mile 32.

Untuk mempercepat proses pembangunan gereja tersebut, pada tahun 2015, Eltinus selaku Bupati Mimika menawarkan proyek pembangunan gereja tersebut kepada Direktur PT. Waringin Megah Teguh Anggara dengan kesepakatan mendapatkan pembagian fee 10 persen dari nilai proyek.

"Di mana, EO (Eltinus Omaleng) mendapat 7 persen dan TA (Teguh Anggara) 3 persen", beber Karyoto pula.

Lebih lanjut, Karyoto menjelaskan, bahwa agar proses lelang proyek tersebut dapat dikondisikan, Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika diduga sengaja mengangkat Marthen Sawy sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, padahal Marthen tidak mempunyai kompetensi di bidang konstruksi bangunan.

Dengan posisi jabatan PPK yang dijabatnya, Marthen Sawy diduga juga meminta jatah fee ke beberapa kontraktor yang berkeinginan ikut dalam proses lelang, walaupun pemenang telah dikondisikan sebelumnya.

"EO (Eltinus Omaleng) selaku Bupati Mimika diduga juga memerintahkan MS (Marthen Sawy) untuk memenangkan TA sebagai pemenang proyek walaupun kegiatan lelang belum diumumkan", jelas Karyoto.

Dijelaskan Karyoto pula, bahwa setelah proses lelang dikondisikan, Marthen dan Teguh melaksanakan penanda-tangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp. 46 miliar.

Untuk pelaksanaan pekerjaan, Teguh Anggara selaku Direktur PT. Waringin Megah kemudian menyubkontrakkan seluruh pengerjaan pembangunan Gedung Gereja Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan berbeda.

"Salah satunya yaitu PT. KPPN (PT. Kuala Persada Papua Nusantara) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika, namun hal ini diketahui EO (Eltinus Omaleng)", jelas Karyoto pula.

Karyoto menegaskan, PT. Kuala Persada Papua Nusantara kemudian menggunakan dan menyewa peralatan PT. Nemang Kawi Jaya. Yang mana, Eltinus Omaleng masih tetap menjabat sebagai Komisaris di PT tersebut, meski telah menjadi Bupati Mimika.

Hasilnya, progres pembangunan Gereja Kingmil Mile 32 tidak sesuai dengan target dan batas jangka waktu pengerjaan proyek sebagaimana dalam kontrak, termasuk kurangnya volume pekerjaan. Padahal, pembayaran pekerjaan telah dilakukan.

Karyoto pun menegaskan, bahwa seluruh perbuatan para Tersangka tersebut bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

"Akibat perbuatan para Tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara setidaknya sejumlah sekitar Rp. 21,6 miliar dari nilai kontrak Rp 46 miliar", tegas Karyoto.

Dalam perkara ini, Marthen Sawy disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*


BERITA TERKAIT: