Baca Juga
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan saat akan menjalani pemeriksaan sabagai Saksi perkara dugaan TPK pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) di PT. Pertamina (Persero) tahun 2011–2014 di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (03/07/2024) sore.
Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan hari ini, Rabu 03 Juli 2024, telah memenuhi jadwal pemanggilan dan pemeriksaan Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) di PT. Pertamina (Persero) tahun 2011–2014 yang telah menjerat Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan selaku Direktur Utama PT. Pertamina (Persero).
Memenuhi jadwal pemanggilan dan pemeriksaan Tim Penyidik KPK tersebut, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan tiba di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan sekitar pukul 16.30 WIB. Dahlan pun bergegas menuju ruang pemeriksaan dan tak lama kemudian atau sekitar pukul 17.10 WIB, ia telah rampung menjalani pemeriksaan lalu keluar dari gedung tersebut.
Usai menjalani pemeriksaan sebagai Saksi perkara tersebut, kepada sejumlah wartawan, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku telah dimintai keterangan oleh Tim Penyidik KPK, di antaranya terkait rapat umum pemegang saham (RUPS) di PT Pertamina (Persero).
"Tentang RUPS, apakah rencana itu pengadaan LNG sudah di-RUPS-kan atau mendapat persetujuan RUPS? Begitu. Cuma itu thok (Red: saja)", kata mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Rabu (03/07/2024) sore.
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan pun mengaku, bahwa saat RUPS memang tidak membahas pengadaan LNG. Dahlan Iskan juga mengaku tidak tahu tahun berapa RUPS yang dimaksud.
"Enggak tahu RUPS tahun berapa? Kan enggak ada RUPS membahas itu (pengadaan LNG)", kata Dahlan Iskan pula.
"Enggak tahu RUPS tahun berapa? Kan enggak ada RUPS membahas itu (pengadaan LNG)", kata Dahlan Iskan pula.
Dahlan Iskan menjelaskan, bahwa RUPS tidak bersama Karen Agustiawan selaku Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) periode tahun 2009—2014, tetapi dengan jajaran direksi. Dijelaskannya pula, bahwa dirinya tidak berkomunikasi dengan Karen terkait dengan pengadaan LNG tersebut. Padahal, ketika itu Dahlan merupakan Menteri BUMN yang notabene membawahi Pertamina.
"Ya tapi kan menteri punya wakil menteri, punya deputi. Saya kan menteri. Ya mungkin beliau menganggap cukup dengan siapa, begitu atau tidak. Saya tidak merasa berkomunikasi. Cuman kan belum tentu tidak", jelas Dahlan Iskan.
Ketika disodori pertanyaan perihal apakah penunjukan CCL secara langsung atau tidak? Dahlan Iskan mengaku dirinya tidak tahu.
"Aduh, aku enggak tahu!", ujar Dahlan Iskan.
"Ya tapi kan menteri punya wakil menteri, punya deputi. Saya kan menteri. Ya mungkin beliau menganggap cukup dengan siapa, begitu atau tidak. Saya tidak merasa berkomunikasi. Cuman kan belum tentu tidak", jelas Dahlan Iskan.
Ketika disodori pertanyaan perihal apakah penunjukan CCL secara langsung atau tidak? Dahlan Iskan mengaku dirinya tidak tahu.
"Aduh, aku enggak tahu!", ujar Dahlan Iskan.
Sementara itu, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan selaku Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) telah divonis 'bersalah' oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas perkara tersebut dan dijatuhi sanksi pidana 9 tahun penjara serta denda Rp. 500 juta subsider 3 bulan kurungan, karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan LNG di Pertamina.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menyatakan, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan selaku Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sanksi pidana yang dijatuhkan Majelis Hakim tersebut lebih ringan dari Tuntutan yang diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Dalam Surat Tuntutan, Tim JPU menuntut supaya terdakwa Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan selaku Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) dijatuhi sanksi pidana 11 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta wajib membayar uang pengganti sebesar Rp. 1,09 miliar dan 104 ribu dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Dalam perkara tersebut, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan selaku Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar 113,84 juta dolar AS atau setara Rp. 1,77 triliun.
Karen juga didakwa telah memperkaya diri sebesar Rp. 1,09 miliar dan 104.016 dolar AS atau setara Rp. 1,62 miliar serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL l senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp. 1,77 triliun.
Karen pun didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis serta analisis risiko. *(HB)*
BERITA TERKAIT: