Selasa, 19 Desember 2017

KPK Periksa Ketua Komisi II Untuk Tersangka Wali Kota Mojokerto

Baca Juga

Anggota DPRD Kota Mojokerto Aris Satriyo Budi dari PAN yang juga menjabat Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto saat menunggu jadwal pemeriksaan di ruang tunggu gedung KPK, Selasa (19/12/2017).

Kota JAKARTA - (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan penyidikan lanjutan atas kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan 'suap' pengalihan Dana Hibah atau Dana Alokasi Kasus (DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017 bernilai sekitar Rp. 13 miliar, meski kasus tersebut saat ini telah membuat Wiwiet Febryanto selaku Kepala Dinas (Kadis) PURR Pemkot Mojokerto harus menjalani Vonis atau Putusan Hakim berupa hukuman badan 2 tahun penjara dan Rp. 250 subsider 6 bulan penjara serta Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto masing-masing harus menjalani hukuman badan 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara.

Dalam Amar Putusan yang dibacakan pada Jum'at 10 Nooember 2017 siang, Majelis Hakim yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti menyatakan, bahwa terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto terbukti secara sah dan meyakinkan 'bersama-sama' Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto telah memberikan hadiah berupa uang atau janji-janji kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto. “Menyatakan, terdakwa Wiwiet Febryanto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah telah bersama-sama Wali Kota Mojokerto melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana", tegas Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti saat membacakan Vonis dalam persidangan diruang Candra, Pengadilan Tipikor  Surabaya, Jum’at (10/11/2017) siang, yang lalu.

Pasca penjatuhan Vonis atau Putusan Hakim terhadap Wiwiet Febryanto tersebut, berdasarkan fakta-fakta yang muncul selama persidangan dan pengembangan hasil penyidikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat dengan menetapkan Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto sebagai baru atau tersangka ke-5 (lima) dalam kasus tersebut pada Jum'at 17 Nopember 2017 melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: Sprin.Dik-114/01/11/2017 bertanggal 17 November 2017, dan melakukan pemeriksaan perdananya sebagai tersangka pada Senin 4 Desember 2017.

Seperti diterangkan Jubir KPK Febri Diansyah saat pers release penetapan terkait penetapan status tersangka terhadap Mas'ud Yunus pada Kamis 23 Nopember 2017 malam, di gedung KPK, Kuningan - Jakarta, bahwa  penetapan status tersangka terhadap Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto atas dugaan yang bersangkutan punya andil menyetujui Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Wiwiet Febryanto memberikan sejumlah uang kepada Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto. "Hakim sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum, bahwa ada perbuatan kerja sama dan niat yang diinsafi antara WF dan MY untuk memenuhi permintaan anggota DPRD Kota Mojokerto. Atas dugaan keterlibatannya dalam perkara tersebut, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang Undang Republik Indinesia (UU-RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU-RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP", terang Jubir KPK Febri Diansyah, saat pers release penetapan status tersangka terhadap Mas'ud Yunus, Kamis (23/11/2017) malam, di gedung KPK, Kuningan - Jakarta,

Hingga hari ini, Selasa 19 Desember 2017, KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap Anggota DPRD Kota Mojokerto Aris Satriyo Budi dari PAN yang juga menjabat Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto untuk dimintai keterangannya terkait perkara pembahasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017. Terkait itu, sekitar pukul 11.00 WIB, Aris Satriyo Budi tampak sudah berada di ruang tunggu gedung KPK Jakarta Selatan dengan memakai kemeja batik lengan panjang warna cokelat muda. Namun, baru pada sekitar pukul 11.55 WIB Aris Satriyo Budi tampak beranjak dari tempat duduknya menuju ke ruang pemeriksaan Penyidik KPK.

Juru bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, bahwa Aris Satriya Budi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto terkait perkara dugaan 'suap' pembahasan Perubahan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017. "Yang bersangkutan (Aris Satriyo Budi) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MY (Red: Mas'ud Yunus) selaku Wali Kota Mojokerto terkait perkara pembahasan Perubahan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2017", jelas Febri Diansyah, Selasa (19/12/2017), di gedung KPK.

Selain meminta keterangan terkait proses pembahasan P-APBD Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2017 dan APBD Kota Mojokerto TA 2018, penyidik KPK juga menelisik APBD Kota Mojokerto TA 2016 serta mengorek dugaan adanya 'fee proyek' dan berupaya mendalami informasi adanya sejumlah pertemuan-pertemuan pejabat Pemkot Mojokerto dengan Pimpinan dan Anggota DPRD Mojokerto di sebuah hotel dikawasan Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto dan disebuah hotel di Jakarta.

Kemarin, Senin 18 Desember 2017, tim Penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap 2 (dua) anggota DPRD Kota Mojokerto, yakni Djunaedi Malik dari PKB dan Sonny Basoeki Rahardjo dari Partai Golkar. Keduanya diperiksa sebagai 'saksi' untuk tersangka Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto terkait perkara dugaan 'suap' pembahasan Perubahan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran (TA) 2017. "Dua saksi, Sonny dan Djunaedi diperiksa untuk tersangka MY (Red: Masud Yunus) selaku Wali Kota Mojokerto)", terang Juru Bicara Febri Diansyah, Senin (18/12/2017) kemarin, saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Kamis 14 Desember 2017, tim penyidik KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap 2 (dua) saksi dari jajaran Eksekutif Pemkot Mojokerto untuk dimintai keterangan untuk tersangka Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto terkait kasus ‎dugaan suap pembahasan P-APBD pada Dinas PUPR Pemko Mojokerto TA 2017. Keduanya, yakni ‎Agung Moeljono selaku Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kota Mojokerto dan Subektiarso selaku Kepala Bidang (Kabid) Anggaran pada BPPKAD Kota Mojokerto. Agung Moeljono dan Subektiarso diperiksa KPK untuk tersangka Mas'ud Yunus) selaku Wali Kota Mojokerto, terkait perkara pembahasan Perubahan APBD pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemerintah Kota Mojokerto tahun anggaran 2017.

Sementara pada Rabu 13 Desember 2017, tim penyidik KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap Riyanto selaku Kepala Bidang (Kabid) Perbendaharaan pada BPPKAD Kota Mojokerto dan Febriyana Meldyawati selaku Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 yang sebelumnya juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan dan yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Mojokerto.

Selain itu, pada Selasa 12 Desember 2017, tim penyidik KPK juga telah memeriksa seorang saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto periode 2014 - 2019 lainnya, yakni Yuli Veronica Maschur dari Partai Amanat Nasional (PAN). Dan, pada Senin 11 Desember 2017 yang lalu, tim penyidik KPK juga telah memeriksa 2 (dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto, yakni Dwi Edwin Endra Praja dari Partai Gerindra dan M. Chokid Virdaus Wajdi dari PKS serta mantan Sekretaris Daerah Kota (Sekdakot) Mojokerto Mas Agoes Nierbito Moenasi Wasono. Mereka pun diperiksa untuk tersangka Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto terkait perkara pembahasan P-APBD pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto TA 2017.

Sebagaimana diketahui, mencuatnya kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kota Mojokerto Jawa Timur pada Jum'at (16/06/2017) malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari. Yang mana, dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 6 (enam) orang terduga pemberi dan penerima suap. Setelah dilakukan pemeriksaan awal di Mapolda Jatim, Sabtu (17/06/2017) siang sekitar pukul 12.00 WIB, ke-enamnya diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK, Kuningan - Jakarta.

Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, Sabtu (17/06/2017) malam sekitar pukul 22.00 WIB, KPK menetapkan 4 (empat) orang diantaranya sebagai tersangka dan melakukan penahanan terhadap ke-empat tersangka itu. Ke-empatnya, yakni Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani. Sedangkan 2 (dua) orang lainnya, yakni Hanif dan Taufik , hingga saat ini masih sebatas saksi dari pihak swasta.

Turut diamankan sebagai barang bukti dalam OTT KPK tersebut uang sejumlah Rp. 470 juta. Diduga, dari total uang tersebut, sebanyak Rp. 300 juta di antaranya merupakan pencaiaran tahap pertama uang komitmen fee proyek Penataan Lingkungan (Penling) atau lazim disebut proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) dari yang disepakati sebelumnya sebesar Rp. 500 juta yang diberikan oleh Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Mojokerto. Sedangkan yang Rp.170 juta, diduga merupakan uang setoran triwunan Dewan.

Sebelumnya, Sabtu (10/06/2017), Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto juga telah memberikan uang sejumlah Rp. 150 juta untuk seluruh Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo. Dimana, Sabtu (10/06/2017) ini pula, uang sejumlah Rp. 150 tersebut telah dibagi-bagikan dan diterima oleh seluruh Pimpinan dan Anggota Dewan sebagai bagiannya masing-masing. Namun, saat dilakukan dilakukan pemeriksaan, seluruh Anggota Dewan telah mengembalikan uang bagiannya kepada KPK.

Setelah proses pemeriksaan dinilai cukup, ke-empat tersangka tersebut bersama berkas hasil pemeriksaan masing-masing tersangka dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya untuk menjalani proses persidangan, sementara itu ke-empatnya dititipkan dan mendiami Rumah Tahanan (Rutan) kelas I Medaeng - Surabaya.

Terdakwa Wiwiet Febryanto sendiri sebagai pemberi suap, hingga pada persidangan ke-18 terkait kasus tersebut, yang digelar pada Jum'at 10 Nopember 2017 yang lalu, dinyatakan oleh Majelis Hakim telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU-RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana juncto Pasal 64 KUH Pidana.

Atas pelanggaran terhadap Pasal-pasal tersebut, terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto 
dijatuhi vonis sesuai tuntutan sanksi hukum JPU KPK, yakni diganjar sanksi pidana badan 2 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Hanya saja, atas vonis yang telah dijatuhkan Majelis Hakim tersebut, baik terdakwa Wiwiet Febryanto maupun JPU KPK mengajukan 'Banding'.

Sementara itu, dalam persidangan diruang Candra pada Selasa 5 Desember 2017 yang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB dan bergendakan 'Pembacaan Vonis atau Putusan Hakim' ini, Majelis Hakim yang diketuai HR. Unggul Warso Mukti menilai, bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, dakwaan JPU KPK dan pleidoi para terdakwa, ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atas pelanggaran terhadap Pasal-pasal tersebut, ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu mendapat ganjaran yang sama. Yakni, masing-masing terdakwa diganjar hukuman badan 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara. Yang mana, vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim yang diketuai HR Unggul Warso Mukti tersebut lebih ringan dari tuntutan yang ajukan JPU KPK. Yakni hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp. 200 juta subsider 6 bulan penjara bagi terdakwa Purmono dan terdakwa Umar Faruq, sedangkan untuk terdakwa Abdullah Fanani dituntut harus menjalani hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp. 200 juta subsider 3 bulan penjara. *(Ys/DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
*KPK Kembali Periksa Dua Anggota DPRD Kota Mojokerto Untuk Tersangka MY
*KPK Periksa Kabid Anggaran Dan KepalaBPPKAD Kota Mojokerto Untuk Tersangka Wali Kota Mojokerto
*KPK Periksa Kabid Perbendaharaan BPPKADDan Ketua DPRD Kota Mojokerto Untuk Tersangka Wali Kota Mojokerto
*KPK Kembali Periksa 9 Anggota Dewan Dan Sejumlah Pejabat Pemkot Untuk Tersangka Wali Kota Mojokerto...?
*Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Panggil Anggota Dewan Dan Sejumlah Pejabat Pemkot Mojokerto
*Diperiksa KPK, Wali Kota Mojokerto Dicecar 14 Pertanyaan
*KPK Periksa Wali Kota Mojokerto Sebagai Tersangka Suap Memuluskan Pembahasan Perubahan APBD
*Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Wali Kota Mojokerto Diperiksa KPK Sebagai Tersangka
*Ditetapkan Sebagai Tersangka, Wali Kota Ajak Warga Berdoa Untuk Keselamatan Masyarakat Dan Kota Mojokerto
*Ditetapkan Tersangka, Wali Kota Mojokerto Tepis Terlibat Suap Dewan
*Buntut Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tetapkan Wali Kota Mojokerto Sebagai Tersangka