Jumat, 27 April 2018

Harta Benda Disita KPK, Bupati Mojokerto MKP Berpeluang Besar Jadi Tersangka

Baca Juga

Tim Penyidik KPK saat usai menggeledah kantor Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kab. Mojokerto, Jum'at (27/04/2018) siang.
 

Kab. MOJOKERTO - (harianbuana.com).
Meski dari penggeledahan di rumah dinas, rumah pribadi, villa pribadi, 2 rumah pribadi milik teman dekatnya dan showroom mobil teman dekat Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) serta hampir semua kantor instansi Pemerintah dilingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto telah menemukan dan menyita sejumlah berkas atau dokumen penting juga 13  kendaraan bermotor serta sejumlah uang diduga kuat milik Bupati Mojokerto yang belum diumumkan besarannya, namun hingga saat ini, Tim Penyidik KPK masih terus melakukan penggeledahan kembali di beberapa kantor instansi Pemerintah dilinfkup Pemkab Mojokerto.

Demikian juga dengan penggeledahan dan penyitaan barang-barang diduga milik pribadi Bupati Mojokerto MKP ataupun dokumen yang ada kaitannya dugaan tindak pidana korupsi yang hingga siang ini masih terus berlangsung, meski pihak KPK belum memberikan keterangan resmi, namun penyitaan sejumlah harta-benda milik pribadi MKP tersebut mengarah pada munculnya peluang besar penetapan status 'tersangka' pada Mustofa Kamal Pasa selaku Bupati Mojokerto 2 (dua) periode ini kedalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi (TPKG) hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Penyitaan harta benda milik pribadi MKP, menunjukkan KPK telah memiliki bukti yang cukup kuat tentang adanya peristiwa dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkannya dan bisa jadi melibatkan sejumlah pihak lain. Bahkan, penyitaan harta pribadi MKP selaku Bupati Mojokerto oleh penyidik KPK, sangat berpeluang besar baginya nanti untuk menjadi tersangka", ujar Sugeng, Wakil Ketua LSM - Aliansi Pemuda Peduli Indonesia (APPI), Jum'at (27/04/2018) siang.


Tim Penyidik KPK saat usai menggeledah kantor BPPKAD Kab. Mojokerto, Jum'at (27/04/2018) siang.

Sugeng menerangkan, bahwa tindak pidana korupsi bisa dilakukan secara personal atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara. Meski dalam hal ini pihaknya mengaku belum tahu pasti perkara yang sedang didalami Tim Penyidik KPK di Kabupaten Mojokerto, namun Sugeng meyakini bahwa penyitaan harta kekayaan itu diduga kuat diperoleh dari hasil korupsi.

“Saya berkeyakinan, untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan itu KPK memiliki dasar dan bukti yang kuat atas dugaan perkara tindak pidana korupsi. Bisa saja harta benda yang disita KPK itu merupakan hasil kejahatan orang lain yang ada di MKP, atau bisa juga harta benda itu memang ada kaitannya dengan suatu perkara yang memang melibatkan MKP sendiri", terangnya.

Dijelaskannya, bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 39 ayat (1), berbunyi: "Yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya. Benda yang dipergunakan untuk penyidikan tindak pidana. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan", jelasnya.

Ketika sudah terjadi penyitaan oleh penyidik, baik itu dari Kejaksaan, Polri maupun KPK sendiri, suka atau tidak-suka harus sudah ditetapkan suatu delik pidana yang sudah ada seorang tersangka. "Artinya, dalam hal ini sudah ada some-one yang oleh penyidik telah dijadikan tersangka", lanjutnya.

Penetapan seseorang menjadi tersangka, terdakwa dan atau terpidana, tidak mustahil terjadi dalam proses hukum. Meski demikian, bisa saja proses hukumnya dihentikan oleh penyidik baik melalui SP3 di Kepolisian dan atau Deponering di tingkat JPU, dan atau divonis bebas tidak bersalah oleh Majelis Hakim hingga sudah inkracht atau memiliki ketetapan hukum.

"Selain itu, upaya pra-peradilan dari seorang tersangka yang dikabulkan oleh Hakim, juga bisa menggugurkan status seseorang sebagai tersangka. Namun, pra-peradilan yang dikabulkan Hakim, tidak serta-merta menghalangi bagi penyidik untuk menjadikan tersangka sebagai tersangka lagi", lontar Sugeng.


Tim Penyidik KPK mendapatkan pengamanan super ketat namun ramah dari pihak Kepolisian {(penggeledahan di kantor BPPKAD Kab. Mojokerto, Jum'at (27/04/2018) siang}

Disinggung tentang kasus MKP yang pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan surat R-13845 25/09/2014 tertanggal 25 September 2014. Dimana, saat itu penanganan kasus MKP yang disangka terlibat dalam dugaan tindak pidana pencucian uang atas kredit fiktif Bank Jatim senilai Rp. 53,2 miliar dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri, menurut Sugeng, jika hal itu yang menjadikan dasar, maka penggeledahan dan penyitaan harta benda itu merupakan dasar kuat dan tepat bagi KPK, karena dalam hal ini MKP sudah menjadi tersangka.

"Dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP Nomer 8 Tahun 1981 yang menjelaskan, bahwa penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan", tegasnya.

Disinggung apakah penyitaan tersebut termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia. Sebab, sesuai dalam ketentuan Pasal 38 KUHAP, penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. "Ya..., namun dalam keadaan mendesak, penyitaan dapat dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian wajib segera dilaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan", sergahnya.

Dipaparkannya, bahwa dalam penggeledahan dan penyitaan barang bukti dugaan tindak pidana korupsi, KPK mempunyai Undang Undang tersendiri. Yang dalam hal ini, sebagaimana tercantum di dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada Pasal 47 ayat (1) mengandung makna, berdasarkan dugaan kuat dan bukti awal yang cukup terkait terjadinya suatu tindak pidana korupsi, penyidik dapat menyita tanpa harus mendapat ijin dari Pengadilan karena tugas penyidikannya.

"Atas dasar dugaan yang kuat dan adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa mendapat izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya. Ini khusus bagi penyidik KPK", paparnya.

Menurut Sugeng, hal itu dikuatkan dengan ayat (2) yang yang mengandung makna bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur mengenai tindakan penyitaan, tidak berlaku berdasarkan Undang Undang tersebut. “Jadi, dapat dipastikan, sangat tidak mungkin jika lembaga anti-rasuah KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan dengan tanpa mempertimbangkan efek dimino dari tindakan hukum tersebut", pungkasnya, tegas.

Sementara itu, hingga diunggahnya berita ini, pihak KPK belum memberikan kererangan resmi tentang perkara maupun status hukum yang menjerat Bupati Mojokerto MKP. Pesan WhatsApp redaksi yang dikirim sejak Rabu (25/04/2018) malam pun belum terbalas.

BERITA TERKAIT :
*Usut Kasus Dugaan Tipikor, KPK Periksa 9 Pejabat Pemkab Di Polres Mojokerto
*KPK Pindahkan 13 Barang Bukti Sitaan Diduga Milik Bupati Mojokerto Ke Rupbasan Surabaya 
*Geledah Rumah Dan Villa Bupati Mojokerto, Selain 13 Kendaraan Bermotor KPK Sita Uang 2 Kardus
*Geledah Rumah Dan Villa Bupati Mojokerto, KPK Sita 13 Unit Kendaraan Bermotor
*Usut Kasus Dugaan Tipikor, KPK Geledah Rumah Dan Villa Pribadi Bupati MKP
*Usut Kasus Dugaan Tipikor, KPK Kembali Geledah 4 OPD Dilingkup Pemkab Mojokerto*Rumahnya Digeledah KPK, Kadispendik Pemkab Mojokerto Menghilang
*Kantornya Dan 7 Tempat Lainnya Digeledah KPK, Bupati Mojokerto Mengaku Terkait Gratifikasi Izin 15 Tower
*KPK Geledah Kantor Dinas Bupati Dan Beberapa Kantor Dinas Pemkab Mojokerto