Selasa, 10 Oktober 2023

KPK Periksa Plh. Dirjen Minerba Kementerian ESDM Terkait Perkara Dugaan Korupsi Tukin

Baca Juga


Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Selasa 10 Oktober 2023, memeriksa Pelaksana-harian (Plh.) Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Idris Froyoto Sihite sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembayaran tunjangan kinerja (Tukin) pegawai di lingkungan Kementerian ESDM.

"Hari ini (Selasa 10 Oktober 2023) pemeriksaan Saksi terkait dengan pembayaran tunjangan kinerja pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian ESDM Tahun Anggaran 2020–2022", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bucara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangannya, Selasa (10/10/2023) siang.

Ali menjelaskan, bahwa Idris Froyoto Sihite kali ini akan diminta keterangannya sebagai Saksi untuk tersangka Priyo Andi Gularso (PAG). Adapun PAG adalah salah-satu dari 10 (sepuluh) Tersangka yang telah ditetapkan oleh Tim Penyidik KPK dalam perkara tersebut.

"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, jalan Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan", jelas Ali Fikri.

Dalam perkara ini, Idris Froyoto Sihite sebelumnya juga pernah diperiksa Tim Penyidik KPK. Usai menjalani pemeriksaan, Idris mengatakan, bahwa dirinya hadir memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan terkait perkara dugaan korupsi Tukin tahun 2020–2022.

"Saya hadir sebagai saksi untuk perkara dugaan tindak pidana korupsi Tukin di Ditjen Minerba", kata Plh. Dirjen Minerba Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (03/04/2023) silam.

Sebagaimana diketahui, KPK pada Kamis (15/06/2023) sore telah mengumumkan secara resmi 10 Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembayaran tunjangan kinerja (Tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun anggaran 2020–2022 dan langsung melakukan penahanan terhadap 9 (sembilan) dari 10 Tersangka.

Berikut 10 Tersangka  perkara dugaan TPK pembayaran Tukin tahun anggaran 2020 hingga 2022 di lingkungan Kementerian ESDM:
1. Priyo Andi Gularso (PAG) selaku Pejabat Penanda-tangan Surat Perintah Membayar/ Subbagian Perbendaharaan!
2. Lernhard Febian Sirait (LFS) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
3. Novian Hari Subagio (NHS) selaku staf PPK;
4. Christa Handayani Pangaribowo (CHP) selaku Bendahara Pengeluaran;
5. Haryat Prasetyo (HP) selaku PPK;
6.  Beni Arianto (BA) selaku Operator SPM;
7. Hendi (H) selaku Penguji Tagihan;
8. Rokhmat Annashikhah (RA) selaku Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP);
9. Maria Febri Valentine (MFV) selaku Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi; dan
10. Abdullah (A) Bendahara Pengeluaran.

Untuk sementara, Abdullah, 1 (satu) dari 10 Tersangka perkara tersebut belum dilakukan penahan karena sakit. Sedangkan 9 Tersangka lainnya tersebut langsung dilakukan penahanan. Untuk kepentigan penyidikan, 9 Tersangka tersebut akan menjalani masa penahanan pertama selama 20 hari ke depan.

Masa penahan pertama mereka terhitung sejak tanggal 15 Juni sampai dengan 4 Juli 2023. Yang mana Rokhmat, Haryat, Priyo, Novian, Beni dan Hendi ditahan sementara di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Adapun Christa dan Maria ditahan sementara di Rutan Gedung Merah Putih KPK. Sedangkan Lernhard ditahan sementara di Rutan Kavling C1 atau KPK lama.

Firli Bahuri menjelaskan, selama periode tahun 2020–2022, Kementerian ESDM merealisasikan Tukin sebesar Rp. 221 miliar. Selama periode itu, para Tersangka diduga melakukan manipulasi dan menerima pembayaran Tukin yang tidak sesuai dengan yang semestinya 

Dalam proses pengajuan anggaran, para Tersangka diduga tidak menyertai data dan dokumen pendukung. Sehingga, dari Tukin yang seharusnya dibayarkan sekitar Rp. 1,3 miliar menjadi sekitar Rp. 29 miliar.

"Bahwa dalam proses pengajuan anggarannya, diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung serta melakukan manipulasi. Sehingga dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp. 1.399.928.153,–, namun pada faktanya yang dibayarkan sebesar Rp. 29.003.205.373,–. Akibat perbuatan tersebut oleh para Tersangka telah terjadi selisih atau kelebihan sebesar Rp. 27.603.277.720,–. Dan, ini menimbulkan kerugian negara", jelas Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (15/06/2023) sore.

Dalam perkara ini, lanjut Firli Bahuri, Tim Penyidik KPK menduga:
1. Priyo diduga menerima Rp. 4,75 miliar;
2. Novian diduga menerima Rp. 1 miliar;
3. Febian diduga Rp. 10,8 miliar;
4. Abdullah diduga menerima Rp. 350 juta;
5. Citra diduga menerima Rp 2,5 miliar;
6. dan Hartyati diduga menerima Rp. 1,4 miliar;
7. Beni diduga menerima Rp. 4,1 miliar;
8. Hendi diduga menerima Rp. 1,4 miliar;
9. Rokhmat diduga menerima Rp. 1,6 miliar; dan
10. Maria diduga menerima Rp. 900 juta.

Tim Penyidik KPK pun menduga, lanjut Firli Bahuri, uang-uang itu kemudian diduga juga digunakan untuk berbagai keperluan. Di antaranya:
• Diduga untuk keperluan pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp. 1,035 miliar;
• Dana taktis untuk operasional kegiatan kantor;
• Keperluan pribadi, di antaranya untuk kerja-sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan, pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan serta logam mulia.

Ditegaskan Firli Bahuri, bahwa para pelaku diduga melakukan aksinya dengan menggunakan modus typo atau salah ketik dengan menambahkan angka nol satu digit, misal Tukin Rp. 5 juta menjadi Rp. 50 juta. Yang mana, negara seharusnya hanya mengeluarkan uang Tukin untuk mereka hanya Rp. 1.399.928.153,–. Namun, karena uang Tukin itu membengkak hingga Rp. 29.003.205.373,–, negara dirugikan Rp 27,6 miliar.

"Dengan adanya penyimpangan tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya bernilai sekitar Rp 27, 6 miliar", tegas Firli Bahuri.

Terhadap para Tersangka, Tim Penyidik menyangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(HB)*