Baca Juga
Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-6 (enam) kasus dugan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar, dengan terdakwa mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Wiwiet Febryanto yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda - Surabaya pada Jum'at (29/09/2017), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 7 (tujuh) saksi dari kalangan Anggota DPRD Kota Mojokerto.
Ketujuh saksi yang dihadirkan, yakni: (1). Purnomo, mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto yang sekaligus salah-satu tersangka/terdakwa dalam kasus ini; (2). Abdullah Fanani, Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto yang sekaligus tersangka/ terdakwa dalam kasus ini; (3). Dwi Edwin Endra Praja, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kota Mojokerto; (4). Febriana Meldyawati, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan; (5). Gusti Padmawati, Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Kota Mojokerto; (6). Darwanto, Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Kota Mojokerto; dan (7). Suliyat, Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPRD Kota Mojokerto
Berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya, sidang ke-6 (enam) yang dipimpin Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti in, kali ini dibagi dalam 2 (dua) sesi. Dimana pada sesi pertama, saksi yang dimintai kesaksiannya adalah mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto yang sekaligus tersangka/ terdakwa dalam kasus ini dan berstatus tahanan KPK, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani yang juga sekaligus sebagai tersangka/ terdakwa dalam kasus ini dan berstatus tahanan KPK, serta mantan Ketua Komisi I DPRD Kota Mojokerto Suliyat yang saat ini duduk sebagai Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto.
Menariknya, tim JPU KPK yang terdiri atas Subari Kurniawan dan Tri Anggoro Mukti sempat terlihat geram ketika saksi Suliyat memberikan kesaksiannya dalam sidang ini. Bermula, ketika JPU KPK menanyakan keikut-sertaan saksi Suliyat saat terjadi pertemuan antara saksi Purnomo dengan terdakwa Wiwiet Febryanto, di Mc. Donald, Sepanjang pada hari Sabtu, 10 Juni 2017 silam. Yang mana, dalam pertemuan ini, terjadi penyerahan 'uang suap' senilai Rp. 150 juta dari terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto kepada saksi Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto yang sekaligus salah-satu tersangka/ terdakwa dalam kasus ini. “Saat terdakwa menyerahkan uang kepada saksi Purnomo, posisi Saudara dimana...?", tanya JPU KPK, Tri Anggoro.
Mendengar pertanyaan JPU KPK tersebut, secara spontan saksi Suliyat menjawab, bahwa saat itu dirinya tengah tidur didalam mobil. Dan, baru terbangun kemudian ketika dirinya mendengar pintu mobil terbuka, lalu tidur lagi. Sehingga, dirinya tidak mengetahui sama-sekali saat penyerahan uang tersebut. “Saya sempat terbangun sekejap, karena pintu mobil terbuka. Tapi saya langsung tidur lagi”, jawab mantan Ketua Komisi I DPRD Kota Mojokerto, Suliyat, SH., yang saat ini duduk sabagai Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Mojokerto.
Atas kesaksian yang disampaikan saksi Suliyat tetsebut, JPU KPK menilai, bahwa saksi Suliyat mengingkari beberapa keterangan yang telah disampaikannya dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saat diperiksa penyidik KPK, terkait keikut-sertaannya dalam pertemuan antara Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto dengan Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, pada Sabtu (10/06/2017) silam, di MC Donald, Sepanjang. “Keterangan saudara berbeda dengan BAP. Yang benar mana...!?", lontar JPU KPK, Tri Anggoro dengan nada tinggi.
Menurut JPU KPK Tri Anggoro, keterangan saksi Suliyat dalam BAP menyatakan, jika dirinya mengetahui kedatangan terdakwa. Bahkan, saksi Suliyat menyatakan mengetahui soal penyerahan uang yang berujung kasus OTT KPK pada pertengahan Juni 2017 silam. Atas hal itu, JPU KPK Tri Anggoro mengingatkan saksi Suliyat agar tidak berbelit-belit dan tidak mengingkari keterangan yang dinyatakannya dalam BAP. “Ada konsekwesi hukum jika saudara memberi kesaksian palsu", tegasnya.
Namun demikian, ketika terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febriyanto diberi kesempatan Majelis Hakim menyatakan pendapatnya, terdakwa Wiwiet Febryanto menyatakan, jika dirinya yakin saat itu saksi Suliyat terbangun. Bahkan, terdakwa Wiwiet meyakini, saat itu ia sempat bersalaman dengan saksi Suliyat. Hanya saja, meski terdakwa Wiwiet Febryanto menyatakan keyakinanya itu, namun saksi Suliyat memotongnya dengan pengakuan saya tidak-ingat. "Kalau Pak Wiwiet merasa salaman dengan saya, ya mungkin begitu. Tapi benar, saya tidak ingat", kelit Suliyat.
Selain pengakuan 'saya tidak ingat', Suliyat pun mengaku, jika dirinya tidak tahu ikhwal adanya 'komitmen fee proyek Jasmas' maupun 'jatah uang triwulan'. Demikian juga dengan uang Rp. 5 juta yang diterimanya dari Purnomo sebagai bagian dari aliran dana Rp. 150 juta berasal dari terdakwa Wiwiet Febryanto. “Kata pak Purnomo, itu uang rejeki", kelit Suliyat, lagi.
Dimintai kesaksiannya atas adanya pertemuan informal antara Pimpinan Dewan dengan Anggota Dewan di hotel Santika dan Grand Mercure Jakarta untuk membahas 'komitmaen fee proyek Jasmas 8 persen dan jatah triwulan dewan' yang akan diajukan ke Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, meski diakui bahwa pertemuan itu memang terjadi, akan tetapi lagi-lagi saksi Suliyat mengaku jika dirinya tidak tahu persis maksud kedua bahasan itu. “Ya saya ada di pertemuan itu, tapi tidak tahu maksud dari komitmen fee atau triwulan itu", kelitnya pula.
Atas pengakuan saksi Suliyat tersebut, JPU KPK kembali mengingatkan Suliyat, jika kesaksiannya tersebut berbeda dengan BAP ketika dirinya dimintai kererangan oleh penyidik KPK. Bahkan, ketika Majelis Hakim mempertanyakan ulah para Anggota Dewan menekan Pimpinan Dewan untuk menagih pihak eksekutif agar merealiasi 'komitmen fee proyek Jasmas dan jatah triwulan', Suliyat kembali menyatakan jika dirinya sekali pun tidak pernah mengucapkan hal itu.
Pengakuan saksi Suliyat tersebut bertolak-belakang dengan pernyatan saksi Purnomo yang sekaligus tersangka/ terdakwa dalam kasus ini. Purnomo menyebut, jika pernyataan Suliyat tidak benar. Bahkan, Purnomo menyatakan, jika disuatu kesempatan Suliyat pernah melontarkan ucapan bernada desakan kepada Pimpinan Dewan agar menagih komitmen fee Jasmas. Ironisnya, dihadapan Majelis Hakim, Suliyat menyatakan jika itu hanyalah gurauan saja. “Ah..., itu hanya guyon pak Hakim...", kelit Suliyat, lagi dan lagi.
Demikian juga dengan kesaksian yang diberikan oleh Ketua Fraksi PDI Perjuangan Febriana Meldyawati. JPU KPK pun sempat melontarkan teguran keras terhadapnya agar tidak memberikan kesaksian palsu. Peringatan itu dilontarkan, karena kesaksian yang disampaikan dalam sidang tidak-sama dengan keterangan yang diberikan kepada penyidik KPK saat proses pembuatan BAP.
Terlepas atas kesaksian sejumlah saksi Anggota Dewan yang bersaksi jika dirinya tidak-mengetahui adanya 'komitmen fee proyek Jasmas dan jatah triwulan dewan' serta tidak mengetahui asal-muasal uang Rp. 5 juta yang telah mereka terima sebagai penghasilan tidak-resmi Anggota Dewan, saksi Purnomo yang sekaligus sebagai salah-satu tersangka/ terdakwa dalam kasus ini menyatakan, bahwa semua Anggota Dewan mengetahui soal 'komitmen fee proyek Jasmas' maupun permintaan 'uang jatah triwulan Dewan' sebesar Rp. 65 juta per-anggota Dewan.
Memang aneh rasanya.. , meski mengakui telah menerima pembagian uang masing-masing Rp 5 juta, namun para saksi dari kalangan Anggota Dewan yang dihadirkan dalam sidang menepis soal adanya 'komitmen fee proyek Jasmas' maupun 'jatah triwulan'. Yang mereka ketahui, hanya menyetorkan beberapa sasaran proyek Jasmas, dengan nilai total nilai proyek Rp. 1 miliar untuk masing-masing Anggota Dewan.
Sementara itu, usai persidangan, Suryono Pane yang tak lain adalah Penasehat Hukum (PH) terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto menilai, jika dakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut bahwa Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus menyetujui pemberian 'jatah triwulan' untuk Anggota Dewan terbantahkan. Menurutnya, itu dapat disimpulkan setelah mendengarkan kesaksian mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo yang sekaligus salah-satu tersangka/ terdakwa dalam kasus ini, yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan pada Jum'at (29/09/2017) ini atas terdakwa Wiwiet Febriyanto. "Dalam kesaksiannya, saksi Purnomo menyatakan jika jatah triwulan Dewan masih sebatas usulan ke Wali Kota", cetus Suryono Pane, Jum'at (29/09/2017), usai sidang.
Lebih jauh, Suryono Pane memaparkan, bahwa dalam salah-satu kesaksiannya, Purnomo membantah dakwaan JPU KPK yang menyebutkan adanya kesepakatan antara Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto dengan pihak Pimpinan Dewan setempat terkait jatah triwulan dewan. "Saksi (Red: Purnomo) membantah dari apa yang didakwakan JPU, bahwa ada kesepakatan antara walikota dan pimpinan DPRD. Karena menurut saksi, dalam pertemuan pertama antara walikota dan pimpinan Dewan di ujung 2016, yang disampaikan yakni usulan penambahan penghasilan, diluar penghasilan resmi sebagai anggota legislatif. Dan walikota tidak bisa menjawab permintaan legislatif itu. Dan dalam pertemuan berikutnya, bulan Pebruari 2017 walikota meminta agar (Dewan) tiarap, karena walikota tidak bisa memberikan apa yang menjadi permintaan anggota dan pimpinan Dewan", papar Suryono Pane.
Dijelaskannya, bahwa Purnomo merupakan saksi kunci yang mengusulkan aspirasi Anggota dan Pimpinan Dewan kepada Wali Kota Mojokerto terkait penghasilan tambahan setiap Anggota Dewan yang nilainya Rp. 65 juta per-tahun. “Hari ini mulai terkuak perkara ini, bahwa permintaan jatah itu masih berupa usulan, bukan merupakan kesepakatan. Bahkan permintaan itu pun tudak-disetujui Wali Kota", jelasnya.
Menurut Suryono Pane, upaya JPU KPK dalam membuktikan dakwaannya sering melontarkan pertanyaan secara berulang-ulang dan terkesan dipaksakan. Dari itulah, dalam sidang pihaknya menyatakan keberatan kepada Majelis Hakim. “Karena itulah tadi kita nyatakan ke majelis hakim, keberatan dengan cara JPU yang terkesan memaksa saksi untuk mengamini apa yang sudah didakwakan. Banyak pertanyaan jebakan dan memaksa", pungkasnya.
Seperti diketahui, terkuaknya kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) 'suap' pengalihan dana-hibah (DAK/ Dana Alokasi Khusus) anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar dialihkan (ditambahkan) ke proyek Penataan Lingkungan atau diseplit dengan nama proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar sehingga menjadi bernilai Rp. 26 miliar ini terungkap kepermukaan, setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap tersangka/ terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto dan 3 (tiga) tersangka/ terdakwa lain selaku Pimpinan DPRD Kota Mojokerto pada Jumat (16/06/2017) tengah malam - Sabtu (17/06/2017) dini hari. Ketiganya, yakni Purnomo (PDI-P) selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, tersangka/ terdakwa Abdullah Fanani (PKB) selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Umar Faruq (PAN) selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto.
Bersama dengan ditangkapnya ke-4 (empat) tersangka/ terdakwa tersebut, tim Satgas OTT KPK juga berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp. 470 juta yang berasal dari pengusaha bernama Irfan Dwi Cahyono alias Ipank dan Dodi Setiawaan yang diduga digunakan oleh Wiwiet Febrianto untuk menyuap Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui ke-3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut. Diduga pula, dari uang Rp. 470 juta itu, Rp. 300 juta sedianya digunanakan oleh terdakwa Wiwiet Febryanto untuk membayar 'komitmen fee proyek Jasmas 2017' seperti yang telah disepakati sebelumnya sebesar Rp. 500 juta. Sedangkan 'komitmen fee Jasmas' sebesar Rp. 150 juta telah dibayarkan sepekan sebelumnya, yakni Sabtu (10/06/2017). Sementara selebihnya, yakni Rp. 170 juta, diduga digunakan untuk memenuhi jatah rutin triwulanan dewan.
Atas dugaan tindak pidana korupsi 'suap' yang diduga telah diperbuat terdakwa, JPU KPK mendakwa, bahwa perbuatan terdakwa merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHAP. *(DM/DI/Red)*
BERITA TERKAIT :
*Sidang Ke-5 Kasus OTT Suap, JPU KPK Kejar Fee Proyek Jasmas DPRD 8 Persen
*Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Ketua Dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Segera Disidang
*Sidang Ke-4 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Umar Faruq Mengaku Pimpinan Dewan Ditekan Anggota
*Siap Disidangkan, Hari ini Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Tersangka Kasus Dugaan Suap Proyek PENS Dipindah Ke Rutan Medaeng
*Sidang Ke-3 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU Hadirkan 2 Saksi Kontraktor
*Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Teramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, Wiwiet Febryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng