Selasa, 03 Oktober 2017

Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, Komitmen Fee Dan Success Fee Dewan Dilakukan Disebuah Hotel Dikawasan Trawas

Baca Juga



Saksi Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus (memegang mic) duduk bersebelahan dengan saksi Puguh salah seorang staf Sekretaris DPRD Kota Mojokerto, saat memberi kesaksian atas terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Selasa (03/10/2017), diruang sidang Pengadilan Tipikor Surabaya.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-7 (tujuh) kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar, dengan terdakwa mantan Kepala Dinas (Kadis) PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda - Surabaya pada Selasa (03/10/2017), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus sebagai saksi, juga seorang Staf Sekretaris DPRD Kota Mojokerto Puguh serta 4 (empat) Anggota DDPRD Kota Mojokerto. Ke-empat Anggota DPRD Kota Mojokerto yang dijadikan saksi sidang dalam kasus tersebut, yakni Sony Basuki Rahardjo asal Partai Golkar, Anang Wahyudi asal partai Golkar, Junaedi Malik asal PKB dan Choiroiyaroh asal PKB.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti kali ini, JPU KPK Iskandar Mawarto dan Arin K. tampak fokus mempertanyakan keterlibatan para saksi atas adanya 'komitmen fee proyek Jasmas Dewan' maupun 'jatah triwulan Dewan' yang diajukan ke eksekutif. Terkait itu, Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus yang dihadirkan sebagai saksi atas kasus dugaan Tipikor 'suap' yang menjerat mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febriyanto dan 3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto ini secara tandas menyatakan, jika dirinya tidak tahu-tahu soal komitmen fee proyek Jasmas maupun jatah triwulan Dewan. "Yang saya ketahui, adalah proyek jasmas yang sebenarnya proyek penataan lingkungan di pos Dinas PUPR. Kalau fee jasmas maupun jatah triwulan, sama sekali tidak tahu", tandas Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, menjawab pertanyaan JPU KPK Iskandar Marwanto, Selasa (03/10/2017), dilokasi sidang.

Menjawab pertanyaan lanjutan JPU KPK, Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus membeberkan, jika mantan Sekretaris Daerah Kota Mojokerto Mas Agoes Nirbito Moenasi Wasono sebagai pejabat yang telah melakukan komitmen fee dan success fee dengan kalangan Dewan. Konon..., hal itu dilangsungkan dalam pertemuan yang digelar disebuah hotel dikawasan Trawas, Kabupaten Mojokerto. ’’Pertemuan itu di lakukan Trawas. Saat pembahasan itu pun, saya hanya sebatas mendapat laporan dari Sekda. Karena, saya tidak-pernah hadir dalam setiap proses pembahasan. Saya tahunya dari pak Nirbito. Dia laporan soal itu, karena saya tidak pernah ikut", beber Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus, dalam sidang.

Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus menerangkan, bahwa dirinya mengetahui adanya 'komitmen fee proyek Jasmas' itu baru pada Senin 5 Juni 2017 yang lalu. Yakni, pada saat 3 (tiga) Pimpinan Dewan bertamu ke ruang kerjanya. Dan, itu pun terfokus pada success fee. Dimana, dana ini sebagai vitamin agar pembahasan Perubahan APBD 2017 serta Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang akan digelar nantinya dapat berlangsung mulus dan tak mendapat ganjalan dari kalangan Dewan. "Saat itu, Ketua DPRD Purnomo yang membuka pembicaraan dan langsung membicarakan soal success fee. Saya jawab, saya belum menemukan formulanya", terang Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus, dalam sidang.

Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus menjelaskan, bahwa jawaban yang ia berikan tersebut bukanlah merupakan pemberian janji. Melainkan, sebagai bentuk penolakan secara halus atas permintaan 'fee' dari kalangan Dewan. Karena dirinya sadar betul, bahwa hal itu melanggar aturan. "Sesama pejabat, tentu saya harus memberikan jawaban yang halus. Ini bentuk penolakan. Karena melanggar aturan", jelas Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus, dalam sidang.

Jawaban Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus (saya belum menemukan formulanya) yang dilontarkan kepada ketiga Pimpinan Dewan tersebut, semata-mata demi kepentingan laju Pemerintahan. Karena, jika sampai Dewan benar-benar mengganjal pembahasan dokumen Perubahan APBD dan KUA-PPAS, maka Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bakal digelontorkan oleh Pemerintah Pusat ke Kota Mojokerto, bakal dikepras. Terkait itu, langkah yang diambilnya saat itu, yakni memanggil Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto dan meminta untuk menemui ketiga Pimpinan Dewan.

Proses Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto menghubungi Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto melalui hand-phone itupun diputar diruang sidang oleh JPU KPK. Setidaknya, terdapat 41 percakapan antara keduanya. Salah-satunya, terdengar pengakuan Wiwiet Febryanto yang menyatakan dirinya sedang berada  berada dikantornya. Namun, hanya dalam sekejap saja sudah langsung berada di ruang-kerja Wali Kota.

Ganjilnya..., saat bertemu empat-mata dengan Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus ini, secara diam-diam Wiwiet Febryanto justru merekam pembicaraannya menggunakan hand-phone miliknya yang kini disita dan menjadi salah-satu alat bukti JPU KPK. ’’Saya memanggil, untuk menyikapi permintaan Anggota Dewan. Itu saja", ujar Wali Kota Mas’ud Yunus.

Dikatakan Mas'ud Yunus, penyikapan agar segera dilakukan oleh Wiwiet Febryanto, agar Pemerintahan Kota Mojokerto berlangsung dinamis, hubungan antara eksekutif dan legislatif harmonis serta tak mengganggu pelayanan publik. Bahkan, Mas'ud Yunus menyatakan dengan tegas, jika dirinya tidak-pernah tahu-menahu tentang 'komitmen fee proyek Jasmas' yang konon katanya telah berlangsung sudah cukup lama. Bahkan, disaat dirinya masih menjabat sebagai Wakil Wali Kota Mojokerto.

Terkait itu, ketika tiba gilirannya diberi kesempatan untuk menanggapi kesaksian yang telah diberikan oleh orang nomor satu dijajaran Pemkot Mojokerto tersebut, terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto mengaku, jika dirinya 'tidak-pernah mendapat arahan maupun perintah dari Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus tentang pemberian komitmen fee proyek Jasmas maupun uang jatah triwulan Dewan kepada kalangan Dewan.

Sementara itu, dalam persidangan yang diketuai Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti pada Selasa (03/10/2017) ini terungkap, bahwa Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus telah memerintah terdakwa Wiwiet Febryanto untuk menemui Ketua DPRD Mojokerto Purnomo. Selain itu, juga terungkap adanya kode angka 390 dan 395, meski tidak dijelaskan oleh Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus dihadapan Majelis Hakim.

Hal itu terungkap, saat Suryono Pane yang tak lain adalah Penasehat Hukum (PH) terdakwa Wiwiet Febryanto mengajukan pertanyaan kepada Wali Kota Mas'ud Yunus. Sedangkan dalam BAP, sepertinya kode angka tersebut sudah sama-sama mereka ketahui. "Iya..., saya menyuruh untuk menemui pimpinan. Kalau itu, terdakwa yang tau", ungkap Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus, menjawab pertanyaan Suryono Pane.

Sementara itu pula, dalam surat dakwaan JPU KPK, salah-satunya menyebutkan hal yang ada kaitannya dengan kode angka 390 dan 395 ini. Yakni, pada Selasa 5 Juni 2017, dirumah dinas Wali Kota Mojokerto, Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto bertemu dengan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo dan 2 Wakil Ketua DPRD Mojokerto Abdullah Fanani dan Umar Faruq. Yang mana, kedatangan ketiga Pimpinan Dewan tersebut dengan maksud menanyakan realisasi uang 'komitmen fee proyek Jasmas Dewan' yang besarannya mencapai 12 persen dari nilai proyek Jasmas dan 'uang triwulan Dewan'.

Setelah pertemuan tersebut, Mas'ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto memanggil Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto untuk merealisasikan janji pemberian 'komitmen fee proyek Jasmas Dewan dan jatah triwulan Dewan', serta meminta terdakwa Wiwiet Febriyanto untuk membicarakan hal tersebut dengan pimpinan DPRD, agar Pimpinan dan anggota DPRD memperlancar pembahasan APBD-P Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2017 maupun APBD Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2018.

Yang dilanjutkan pada tanggal 6 Juni 2017, terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto menemui Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto, di kantor DPRD Kota Mojokerto, untuk membicarakan mengenai rencana realisasi pencairan uang 'komitmen fee proyek Jasmas Dewan' dan realisasi pencairan uang 'jatah triwulan Dewan'. Dimana, dalam pertemuan itu, Purnomo dan Abdullah Fanani meminta agar terdakwa Wiwiet Febriyanto segera merealisasikan pencairan 'jatah triwulan Dewan' sebesar Rp. 395 juta per-triwulan dan pencairan tahap pertama uang 'komitmen fee proyek Jasmas Dewan' sebesar 8 persen dari nilai proyek Jasmas atau sebesar Rp. 500 juta.

Kronisnya, hal itu disanggupi oleh terdakwa Wiwiet Febryanto. Untuk memenuhi tekanan yang luar biasa tersebut, maka pada tanggal 6 Juni 2017 terdakwa Wiwiet Febriyanto bertemu dengan 2 orang kontraktor yang menjadi rekanan DPUPR. Kedua kontraktor tersebut, yakni Direktur CV. Benteng Persaada Irfan Dwi Cahyono alias Ipank dan Direktur Operasional PT. Agrindo Jaya Sejahtera Dodi Setiawan, di Restoran Bon Cafe Pakuwon Trade Center Surabaya. Yang mana, dalam pertemuan itu, terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto meminta uang sejumlah Rp. 930 juta kepada kedua kontrakror tersebut, dengan imbalan akan mendapatkan pekerjaan yang akan dianggarkan pada APBD-Perubahan Kota Mojokerto Tahun Anggaran 2017.

Dalam surat dakwaan JPU KPK juga disebutkan, bahwa Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun 2016, dengan persetujuan Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto telah menggunakan dana talangan yang bersumber dari Kas Daerah (Kasda) untuk membiayai kekurangan pembayaran atas pekerjaan DAK fisik bidang Transportasi Daerah sebesar Rp 13.284.905.600,- dan DAK fisik bidang Infrastruktur Perumahan Normalisasi Air Minum dan Sanitasi senilai Rp 67.359.000,-. Sehingga, total defisit seluruhnya Rp 13.352.264.600,- Yang mana, hal itu terjadi akibat tidak direalisasikannya transfer DAK TA 2015 dari Kementerian Keuangan kepada Pemkot Mojokerto, karena keterlambatan pelaporan pekerjaan DAK fisik oleh Dinas PUPR Pemkot Mojokerto.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto mengambil langkah malakukan penundaan beberapa kegiatan Dinas PUPR  Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017. Diantaranya, menunda pelaksanaan kegiatan penting yang nilainya sekitar Rp. 13 miliar, sehingga bisa mengurangi anggaran kegiatan penting dari Rp. 38,568 miliar menjadi Rp. 25.568 miliar, yang berakibat pada berkurangnya jatah program proyek Jasmas DPRD Kota Mojokerto tahun 2017.

Ironisnya, Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus yang memrioritaskan pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Kota Mojokerto dan penganggarannya dimasukkan dalam anggaran Dinas PUPR Pemkot Mojokerto tahun 2017 sebesar Rp. 13.096.913.000,-, ternyata terdapat kekeliruan dalam menyantumkannya dalam plot mata anggaran. Dimana, program pembangunsn kampus PENS yang nantinya bakal dihibahkan terlanjur dimasukkan dalam pos mata anggaran belanja modal. Sedangkan agar nantinya kampus PENS dapat dihibahkan, seharusnya penganggarannya dicantumkan dalam mata anggaran belanja barang dan jasa.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto bersama Mas’ud Yunus selaku Wali Kota Mojokerto ingin menyelesaikannya melalui Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017. Yakni, mengusulkan penambahan anggaran program Penataan Lingkungan (Penling) atau diseplit dengan nama Jasmas, apabila upaya menagih kekurangan DAK Tahun Anggaran 2016 tidak direalisasi oleh Kementerian Keuangan, dan merencanakan perubahan penganggaran PENS dari mata anggaran belanja modal menjadi belanja barang dan jasa dalam P-APBD Tahun Anggaran 2017 dan atau APBD Tahun Anggaran 2018 atau kemungkinan mengalihkan anggaran proyek pembangunan kampus PENS dalam APBD Perubahan Tahun Anggaran 2017 untuk mengganti kekurangan anggaran program Penling atau Jasmas.

Seperti diketahui, terkuaknya kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) 'suap' pengalihan dana-hibah (DAK/ Dana Alokasi Khusus) anggaran proyek pembangunan kampus PENS pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar dialihkan (ditambahkan) ke proyek Penataan Lingkungan atau diseplit dengan nama proyek Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat) pada Dinas PUPR Pemkot Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar sehingga menjadi bernilai Rp. 26 miliar ini terungkap kepermukaan, setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap tersangka/ terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto dan 3 (tiga) tersangka/ terdakwa lain selaku Pimpinan DPRD Kota Mojokerto pada Jumat (16/06/2017) tengah malam - Sabtu (17/06/2017) dini hari. Ketiganya, yakni  Purnomo (PDI-P) selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, tersangka/ terdakwa Abdullah Fanani (PKB) selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Umar Faruq (PAN) selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto.

Bersama dengan ditangkapnya ke-4 (empat) tersangka/ terdakwa tersebut, tim Satgas OTT KPK juga berhasil menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp. 470 juta yang berasal dari pengusaha bernama Irfan Dwi Cahyono alias Ipank dan Dodi Setiawaan yang diduga digunakan oleh Wiwiet Febrianto untuk menyuap Anggota DPRD Kota Mojokerto melalui ke-3 (tiga) Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut. Diduga pula, dari uang Rp. 470 juta itu, Rp. 300 juta sedianya digunanakan oleh terdakwa Wiwiet Febryanto untuk membayar 'komitmen fee proyek Jasmas 2017' seperti yang telah disepakati sebelumnya sebesar Rp. 500 juta. Sedangkan 'komitmen fee Jasmas' sebesar Rp. 150 juta telah dibayarkan sepekan sebelumnya, yakni Sabtu (10/06/2017). Sementara selebihnya, yakni Rp. 170 juta, diduga digunakan untuk memenuhi jatah rutin triwulanan dewan.

Atas dugaan tindak pidana korupsi 'suap' yang diduga telah diperbuat terdakwa, JPU KPK mendakwa, bahwa perbuatan terdakwa merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHAP.  *(DM/DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, JPUK KPK Hadirkan 4 Anggota DPRD Kota Mojokerto Sebagai Saksi
*Sidang Ke-6 Kasus OTT Suap Proyek PENS, Semua Anggota Dewan Tahu Adanya Fee Proyek Dan Jatah Triwulan...?
*Sidang Ke-5 Kasus OTT Suap, JPU KPK Kejar Fee Proyek Jasmas DPRD 8 Persen
*Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Ketua Dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Segera Disidang
*Sidang Ke-4 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Umar Faruq Mengaku Pimpinan Dewan Ditekan Anggota
*Siap Disidangkan, Hari ini Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Tersangka Kasus Dugaan Suap Proyek PENS Dipindah Ke Rutan Medaeng
*Sidang Ke-3 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU Hadirkan 2 Saksi Kontraktor
*Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Teramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, Wiwiet Febryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng