Senin, 31 Oktober 2022

KPK Panggil 3 Saksi Perkara Pembangunan Gereja Kingmi Mile 32

Baca Juga


Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto didampingi Plt. Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (20/09/2022) sore.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Senin 31 Oktober 2022, kembali memanggil 3 (tiga) Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Kabupaten Mimika Tahap 1 Tahun Anggaran 2015 yang menjerat Eltinus Omaleng (EO) selaku Bupati Mimika.

Dikonfirmasi tentang pemanggilan itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri tidak menampiknya. Diterangkannya, bahwa ketiga Saksi itu akan diperiksa sebagai Saksi untuk tersangka Eltinus Omaleng.

"Hari ini (Senin 31 Oktober 2022), pemeriksaan Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi pembangunan gereja Kingmi Mile 32 Kabupaten Mimika Tahap 1 Tahun Anggaran 2015 untuk tersangka EO (Eltinus Omaleng). Ada tiga Saksi", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin (31/10/2022).

Tiga Saksi tersebut, yakni Budiyanto Wijaya selaku pihak swasta, Daem Nova Prihanto seorang wiraswasta dan pernah menjabat sebagai Coord. Project Manager PT. Waringin Megah serta Deassy Ceraldine Tanser seorang PNS pada Kantor Puspem Pemerintah Kabupatèn (Pemkab) Mimika.

Tim Penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan 3 Saksi tersebut pada hari ini, Senin 31 Oktober 2022, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi, Jakarta Selatan.

Dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Mimika Tahap 1 Tahun Anggaran 2015, KPK telah menetapkan 3 (tiga) Tersangka. Ketiganya, yakni Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika, Marthen Sawy selaku Kepala Bagian Kesra Setda Kabupaten Mimika yang juga selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut dan Teguh Anggara selaku Direktur PT. Waringin Megah (PT. WM).

Adapun konstruksi perkara tersebut yang dibeberkan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto membeberkan, bahwa perkara dugaan TPK proyek Pembangunan Gereja Kingmi Mike 32 di Kabupaten Mimika tersebut, bermula pada sekitar tahun 2013.

Yang mana, saat itu Eltinus Omaleng merupakan kontraktor sekaligus Komisaris PT. Nemang Kawi Jaya (PT. NKJ) berkeinginan membangun tempat ibadah berupa Gereja Kingmi di Kabupaten Mimika dengan nilai anggaran Rp. 126 miliar.

Selanjutnya, pada tahun 2014, Eltinus terpilih menjadi Bupati Mimika. Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika kemudian mengeluarkan kebijakan, salah-satu di antaranya agar menganggarkan dana hibah untuk pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.

"Kemudian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika sebagaimana perintah EO (Eltinus Omaleng) memasukkan anggaran hibah dan pembangunan gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp. 65 miliar ke anggaran daerah Kabupaten Mimika tahun 2014", beber Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (20/09/2022) sore.

Karyoto pun membeberkan, Eltinus Omaleng yang saat itu masih menjadi komisaris PT. Nemang Kawi Jaya, selanjutnya membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat didepan lokasi dibangunnya Gereja Kingmi Mile 32.

Untuk mempercepat proses pembangunan gereja tersebut, pada tahun 2015, Eltinus selaku Bupati Mimika menawarkan proyek pembangunan gereja tersebut kepada Direktur PT. Waringin Megah Teguh Anggara dengan kesepakatan mendapatkan pembagian fee 10 persen dari nilai proyek.

"Di mana, EO (Eltinus Omaleng) mendapat 7 persen dan TA (Teguh Anggara) 3 persen", beber Karyoto pula.

Lebih lanjut, Karyoto menjelaskan, bahwa agar proses lelang proyek tersebut dapat dikondisikan, Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika diduga sengaja mengangkat Marthen Sawy sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, padahal Marthen tidak mempunyai kompetensi di bidang konstruksi bangunan.

Dengan posisi jabatan PPK yang dijabatnya, Marthen Sawy diduga juga meminta jatah fee ke beberapa kontraktor yang berkeinginan ikut dalam proses lelang, walaupun pemenang telah dikondisikan sebelumnya.

"EO (Eltinus Omaleng) selaku Bupati Mimika diduga juga memerintahkan MS (Marthen Sawy) untuk memenangkan TA sebagai pemenang proyek walaupun kegiatan lelang belum diumumkan", jelas Karyoto.

Dijelaskan Karyoto pula, bahwa setelah proses lelang dikondisikan, Marthen dan Teguh melaksanakan penanda-tangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp. 46 miliar.

Untuk pelaksanaan pekerjaan, Teguh Anggara selaku Direktur PT. Waringin Megah kemudian menyubkontrakkan seluruh pengerjaan proyek Pembangunan Gedung Gereja Kingmi Mile 32 Mimika ke beberapa perusahaan berbeda.

"Salah satunya yaitu PT. KPPN (PT. Kuala Persada Papua Nusantara) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika, namun hal ini diketahui EO (Eltinus Omaleng)", jelas Karyoto pula.

Karyoto menegaskan, PT. Kuala Persada Papua Nusantara kemudian menggunakan dan menyewa peralatan PT. Nemang Kawi Jaya. Yang mana, Eltinus Omaleng masih tetap menjabat sebagai Komisaris di PT tersebut, meski telah menjadi Bupati Mimika.

Hasilnya, progres pembangunan Gereja Kingmil Mile 32 Mimika tidak sesuai dengan target dan batas jangka waktu pengerjaan proyek sebagaimana dalam kontrak, termasuk kurangnya volume pekerjaan. Padahal, pembayaran pekerjaan telah dilakukan.

Karyoto pun menegaskan, bahwa seluruh perbuatan para Tersangka tersebut bertentangan dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

"Akibat perbuatan para Tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara setidaknya sejumlah sekitar Rp. 21,6 miliar dari nilai kontrak Rp 46 miliar", tegas Karyoto.

Dalam perkara ini, Eltinus Omaleng selaku Bupati Mimika dan Marthen Sawy disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  *(HB)*


BERITA TERKAIT: