Selasa, 10 Oktober 2017

Sidang Ke-9 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Dewan Akui Terima Fee

Baca Juga



Anggota DPRD Kota Mojokerto saat memberikan kesaksiannya dalam sidang ke-9 kasus OTT dugaan 'suap' pengalihan anggaran proyek PENS, Selasa (10/10/2017), di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-9 (sembilan) kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda - Surabaya pada Selasa (10/10/2017) ini dengan terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 8 (delapan) saksi yang terdiri dari 7 (tujuh) saksi dari kalangan Anggota DPRD Kota Mojokerto dan 1 (satu) saksi dari jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Mokokerto.

Ketujuh saksi dari kalangan Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut masing-masing Riha Mustofa (PPP), M. Cholid Virdaus Wajdi (PKS), Odiek Prayitno (PKS), Yunus Suprayitno (PDI-Perjuangan), Hardiyah Santi (partai Golkar), Deny Novianto (partai Demokrat) dan Uji Pramono (partai Demokrat). Sedangkan 1 (satu) saksi dari jajaran ASN (PNS) Pemkot Mojokerto yang dihadirkan JPU KPK dalam sidang kali ini, yakni Kepala Dinas Pendidikan Pemkot Mojokerto Novi Raharjo.

Secara bergantian, ketujuh saksi dari kalangan Anggota DPRD Kota Mojokerto itu secara bergantian dicecar pertanyaan oleh JPU KPK terkait penghasilan tambahan tidak-resmi Dewan berupa uang komitmen fee proyek Jasmas' dan 'uang jatah triwulan' bagi kalangan Dewan. “Semua anggota Dewan tahu", ungkap Cholid Virdaus menjawab pertanyaan JPU KPK soal komitmen fee maupun jatah triwulan Dewan

Cholid Virdaus pun diminta JPU KPK untuk menerangkan 3 (kali) percakapannya melalui telepon dengan Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto yang terekam KPK dan diperdengarkan kembali oleh JPU KPK dalam sidang kali ini. Yang mana, dalam rekaman percakapan itu, salah-satunya memperdengarkan terdakwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto yang tengah membocorkan besaran pencairan 'komitmen fee proyek Jasmas' sebesar Rp. 150 juta yang sudah diberikan kepada Pimpinan Dewan, juga rencana pencairan selanjunya sebesar Rp. 500 juta.

Besaran uang Rp.150 juta yang diterima oleh tersangka/terdakwa Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto pada 10 Juni 2017 inilah yang kemudian diketahui mengalir ke semua Anggota DPRD Kota Mojokerto. Dimana, Ketua DPRD Kota Mojokerto mendapat bagian Rp. 15 juta sebagai bagiannya dan 2 (dua) Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto masing-masing mendapat bagian Rp.12,5 juta sebagai bagiannya serta 22 (dua puluh dua) Anggota DPRD Kota Mojokerto masing-masing mendapat bagian Rp. 5 juta sebagai bagiannya.

Sementara itu, dalam menjawab pertanyaan JPU KPK, Riha Mustofa mengungkapkan tentang 'penghasilan tambahan tidak-resmi' kalangan Anggota Dewan yang akan disodorkan ke eksekutif itu muncul ditengah rencana pembahasan APBD Kota Mojokerto TA 2017 yang digelar di Hotel Santika - Jakarta, pada Oktober 2016 silam. Yang mana, dalam pertemuan di hotel tersebut, mencuat usulan agar ada penghasilan bagi Dewan. “Di pertemuan itu muncul usulan agar ada uang tambahan dari tim anggaran", ungkap Riha Mustofa

Tak tanggung-tanggung, nilai 'penghasilan tambahan tidak-resmi' untuk kalangan Anggota Dewan yang akan disodorkan ke eksekutif itupun cukup mencengangkan. "Sebelumnya, pimpinan (Red: Pimpinan Dewan) menyebutkan nominal Rp. 65 juta per-Anggota Dewan. Angka itu untuk tujuh kali pembahasan. Antara lain untuk pembahasan KUA, PPA, APBD dan lain-lain, yang diistilahkan pak Fanani (Red: tersangka/terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani) Tujuh Sumur", beber Riha Mustofa, menjawab pertanyaan JPU KPK dalam sidang ke-9 kasus tersebut.

Riha Mustofa pun menerangkan, jika uang tambahan itu untuk harmonisasi antara eksekutif dan legislatif. Mendapat keterangan saksi Riha Mustofa yang sedemikian itu, JPU KPK Subari Kuniawan mendesaknya dengan pertanyaan apakah jika tidak-ada uang penghasilan tambahan tidak-resmi  (komitmen fee Jasmas dan uang triwulan) antara eksekutif dan legislatif tidak-harmonis...? "Apakah selama ini tidak harmonis kalau tidak ada uang tambahan...?", desak JPU KPK Subari Kurniawan.

Dalam sidang ke-9 kasus OTT dugaan 'suap' pengalihan peruntukan dana-hibah anggaran proyek pembangunan kampus PENS tersebut juga terungkap, ternyata tambahan penghasilan Dewan tidak-resmi yang diistilahkan dengan 'harmonisasi' ini juga dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya. Setidaknya, hal itu diakui Riha Mustofa dalam menjawab pertanyaan JPU KPK, bahwa tahun 2016 lalu, kalangan dewan juga menerima uang harmonisasi, besarannya pun Rp. 5 juta. "Sama, Rp. 5 juta", aku Riha Mustofa.

Pernyataan adanya tambahan penghasilan tidak-resmi bagi Dewan inipun diakui oleh saksi M. Cholid Virdaus Wajdi. Yang mana, Cholid Virdaus mangaku, jika dirinya telah menerima success fee di tahun 2016 dan 2017 dengan besaran yang sama, masing-masing Rp. 5 juta.

Ironisnya, meski kedua Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut mengakui adanya succes fee bagi Dewan, namun 5 saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto lainnya mengaku, jika mereka tidak pernah menerima uang succes fee yang besarannya Rp. 5 juta ditahun 2016 itu. Bahkan, secara kompak mereka mengaku jika mereka tidak tahu-menahu adanya  'fee proyek Jasmas Dewan' yang konon katanya diinisiasi oleh Pimpinan Dewan dan dicairkan setiap tahunnya.

Dipenghujung persidangan, JPU KPK Subari Kurniawan menyanpaikan, bahwa saksi yang dihadirkan hari ini merupakan pemeriksaan saksi-saksi yang paling akhir untuk terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto. JPU KPK pun menyampaikan, untuk acara persidangan selanjutnya, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febrianto. Sedangkan saksi Wakil Wali Kota Mojokerto Suyitno yang sempat diperiksa di Mapolresta Mojokerto oleh penyidik KPK sebagai saksi pada bulan Juni 2017 lalu, untuk sementara ini kesaksiannya tidak-diperlukan dipersidangan untuk terdakwa mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto. “Karena tidak ada peran yang terkait langsung dengan perkara ini (Red: yang menjerat terdakwa Wiwiet Febryanto)", papar JPU KPK, Subari Kurniawan.

Sementara itu, dalam salah-satu dakwaan JPU KPK menyebutkan, bahwa Wiwiet Febriyanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto bersama Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Abdulllah Fanani serta Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kita Mojokerto terjaring OTT KPK yang digelar pada Jum'at (16/06/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/06/2017) dini-hari silam. Yang mana, bersamaan dengan penangkapan ke-empatnya, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp. 470 juta yang diduga berasal dari 2 (dua) kontraktor yang selama ini menjadi rekanan Dinas PUPR Pemkot Mojokerto, yakni Irfan Dwi Cahyono alias Ipank dan Dodi Setiyawan. Dimana, uang dari 2 kontraktor itulah yang diduga digunakan oleh Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto untuk menyuap kalangan Dewan.

Setelah melalui proses pemeriksaan awal di Mapolda Jatim yang diteruskan pemeriksaan lanjutan di gedung KPK Jakarta, keempatnya ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan KPK sejak 17 Juni 2017 silam. Dan, Wiwiet Febriyanto sendiri merupakan tersangka pertama yang menjalani proses sidang sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Atas perbuatan yang diduga telah diperbuatnya, JPU KPK mendakwa, bahwa  perbuatan mantan Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto diduga merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU-RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. *(DM/DI/Red)*

BERITA TERKAIT :
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Terdakwa Meyakini Peran Anggota Dewan Akan Terungkap Dalam Persidangan Mendatang...?
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap, 3 Mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Terancam Pasal TPPU...?
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, Komitmen Fee Dan Success Fee Dewan Dilakukan Disebuah Hotel Dikawasan Trawas
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, JPUK KPK Hadirkan 4 Anggota DPRD Kota Mojokerto Sebagai Saksi
*Sidang Ke-6 Kasus OTT Suap Proyek PENS, Semua Anggota Dewan Tahu Adanya Fee Proyek Dan Jatah Triwulan...?
*Sidang Ke-5 Kasus OTT Suap, JPU KPK Kejar Fee Proyek Jasmas DPRD 8 Persen
*Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Ketua Dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Segera Disidang
*Sidang Ke-4 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Umar Faruq Mengaku Pimpinan Dewan Ditekan Anggota
*Siap Disidangkan, Hari ini Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Tersangka Kasus Dugaan Suap Proyek PENS Dipindah Ke Rutan Medaeng
*Sidang Ke-3 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU Hadirkan 2 Saksi Kontraktor
*Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Teramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, Wiwiet Febryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng