Selasa, 13 Juni 2023

KPK Periksa Karyawan Bank Orang Dekat Sekretaris MA Hasbi Hasan

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 12 Juni 2023, telah memeriksa Isye Fitril Yuliastuti seorang karyawati Bank Mandiri sebagai Saksi perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) untuk tersangka Hasbi Hasan (HH) selaku Sekretaris MA.

"Saksi Isye Fitril Yuliastuti hadir pada pemeriksaan Senin (12/06/2023). Saksi diduga orang dekat tersangka HH", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK kepada wartawan, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Selasa (13/06/2023).

Ali menjelaskan, Isye Fitril Yuliastuti di antaranya dikonfirmasi Tim Penyidik KPK tentang dugaan adanya aliran uang tersangka Hasbi Hasan kepadanya. Hanya saja, Ali belum menginformasikan nominal dugaan aliran Hasbi Hasan kepada Isye.

"Dikonfirmasi soal dugaan adanya aliran uang yang diterima saksi dari tersangka HH. Keterangan selengkapnya ada dalam BAP yang tidak bisa kami sampaikan saat ini", jelas Ali Fikri.

Dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap penanganan perkara di MA, sejauh ini, Tim Penyidik KPK telah menetapkan 17 (tujuh belas) Tersangka. Perkara tersebut mencuat, bermula dari dilakukannya serangkaian kegiatan Tangkap Tangan yang digelar Tim Satuan Tugas (Satgas) Penindakan KPK di Jakarta dan Semarang.

Setelah dilakukan proses pemeriksaan secara intensif terhadap pihak-pihak yang diamankan dalam kegiatan Tangan Tangan tersebut, KPK mulanya mengumumkan penetapan 10 (sepuluh) Tersangka.

Berikut daftar 10 nama yang diumumkan KPK sebagai Tersangka awal perkara tersebut:
1. Sudrajad Dimyati (SD) merupakan hakim agung pada Mahkamah Agung;
2. Elly Tri Pangestu (ETP) merupakan hakim yustisial/panitera pengganti Mahkamah Agung;
3. Desy Yustria (DY) merupakan PNS pada kepaniteraan Mahkamah Agung;
4. Muhajir Habibie (MH) merupakan PNS pada kepaniteraan Mahkamah Agung;
5. Nurmanto Akmal (NA) merupakan PNS Mahkamah Agung;
6. Albasri (AB) merupakan PNS Mahkamah Agung;
7. Yosep Parera (YP) merupakan pengacara;
8. Eko Suparno (ES) merupakan pengacara;
9. Heryanto Tanaka (HT) merupakan swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana; dan
10. Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) merupakan swasta/ debitur Koperasi Simpan Pinjam Inti Dana (KSP ID).
Dari pengembangan penyidikan perkara tersebut, KPK kemudian kembali mengumumkan penetapkan 3 (tiga) Tersangka Baru perkara tersebut. Ketiganya, yakni:
1. Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA;
2. Prasetio Nugroho selaku Hakim Yustisial di MA sekaligus Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh; dan
3. Redhy Novasriza selaku Staf Hakim Agung Gazalba Saleh.

Tim Penyidik KPK terus mengembangkan perkara tersebut hingga kemudian KPK kembali mengumumkan penetapan Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW) sebagai Tersangka Baru (Tersangka ke-14) perkara tersebut dan langsung melakukan penahanan pada Senin 19 Desember 2022.

Tim Penyidik KPK masih terus mengembangkan perkara tersebut hingga pada Jum'at (17/02/2023) malam, KPK kembali mengumumkan penetapan Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) sebagai 'Tersangka Baru' atau Tersangka ke-15 (lima belas) perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengurusan perkara di MA dan langsung melakukan penahanan.

Penetapan 'Tersangka Baru' atau Tersangka ke-15 perkara tersebut merupakan hasil pengembangan penyidikan perkara yang telah menjerat Edy Wibowo (EW) selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di MA sebagai Tersangka Penerima Suap.

Dari hasil pengembangan penyidikan perkara yang telah menjerat Edy Wibowo selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti di MA sebagai Tersangka Penerima Suap, Tim Penyidik KPK menemukan bukti kuat dugaan Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karsa Makassar (SKM) diduga telah memberikan suap kepada Edy Wibowo selaku hakim yustisial atau panitera pengganti di MA hingga berkesimpulan menetapkan Wahyudi Hardi selaku Ketua Yayasan RS SKM sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Terbaru, dari hasil pengembangan perkara dan bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik KPK kembali menetapkan adanya 2 (dua) 'Tersangka Baru' atau Tersangka ke-16 (enam belas) dan Tersangka ke-17 (tujuh belas) perkara tersebut dan KPK mengumumkan secara resmi penetapan mantan Komisaris PT. Wika Beton Dadan Tri Yudianto (DTY) sebagai Tersangka Perantara Suap dan langsung melakukan penahanan Selasa (06/06/2023) malam. Sementara Sekretaris MA Hasbi Hasan masih belum ditahan.

Dalam perkara ini, Tim Penyidik KPK menyangka Dadan Tri Yudianto diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Sekretaris MA Hasbi Hasan telah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai Tersangka perkara tersebut. Adapun gugatan praperadilan itu telah didaftarkan Hasbi Hasan di PN Jakarta Selatan pada Jum'at 25 Mei 2023 dengan register nomor perkara: 49/Pid.Pra/203/PN JKT.SEL.

Dalam perkara dugaan TPK suap penaganan perkara di MA ini, KPK secara resmi telah mengumumkan penetapan Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu,  Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, Nurmanto Akmal, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Albasri dan Edy Wibowo sebagai Tersangka Penerima Suap. Adapun Heryanto Tanaka, Yosep Parera, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Eko Suparno dan Wahyudi Hardi telah diumumkan penetapannya sebagai Tersangka Pemberi Suap.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu,  Gazalba Saleh, Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, Nurmanto Akmal, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Albasri dan Edy Wibowo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Heryanto Tanaka, Yosep Parera, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Eko Suparno dan Wahyudi Hardi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Heryanto Tanaka, Yosep Parera, Ivan Dwi Kusuma Sujanto, Eko Suparno dan Wahyudi Hardi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, dalam persidangan perkara dugaan TPK suap penanganan perkara di MA yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung pada Kamis 25 Mei 2023 dengan terdakwa PNS Mahkamah Agung (MA) Rendhy Novarisza dan hakim Prasetyo Nugroho, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkap dugaan penerimaan aliran dana Rp. 11,2 miliar kepada Dadan Tri Yudianto dari Heryanto Tanaka sebagai uang suap ke Hakim Agung.

Namun, Heryanto Tanaka tetap bersikukuh bahwa uang yang diberikan kepada Dadan Tri Yudianto itu untuk keperluan bisnis skincare. Untuk menguatkan dakwaannya, hingga akhirnya Tim JPU KPK membeber barang bukti foto mutasi rekening dari Sutikna bawahan Tanaka yang ditransfer kepada Dadan.

"Di BAP, Saksi (Heryanto Tanaka) menjelaskan, bahwa fee yang diberikan kepada saudara Dadan dibungkus dalam sebuah perjanjian seolah-olah ada kerja sama usaha skincare. Tapi perjanjian itu di bawah tangan dan tidak dibuat di depan notaris", beber Tim JPU KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Rabu (24/05/223).

Meski demikian, Tanaka tetap bersikukuh bahwa uang Rp. 11,2 miliar yang ia transfer ke Dadan untuk keperluan bisnis skincare, meski ia tidak membantah meminta bantuan kepada Dadan untuk mengawal perkara kasasi pidana KSP Inti Dana yang diajukan Tanaka ke MA.

"Saya tidak menyebut dibungkus. Mungkin bahasanya, saya minta dibantu, karena ini bener-bener bisnis. Karena saya sudah habis banyak (oleh Theodorus Yosep Parera, pengacara Heryanto Tanaka)", ujar Heryanto Tanaka merespon keterangan BAP-nya yang dibacakan Tim JPU KPK.

Terkait hal itu, Tim JPU KPK membeber barang bukti berupa foto transfer Heryanto Tanaka kepada Dadan Tri Yudianto dengan keterangan (kode) 'u Kasasi Pailit', 'utk PK', 'sisa PK' hingga 'kawal PK'. Tim JPU KPK kemudian menampilkan barang bukti berupa foto mutasi rekening transfer Sutikna bawahan Tanaka kepada Dadan Tri senilai Rp. 11,2 miliar.

Barang bukti berupa foto transfer Heryanto Tanaka kepada Dadan Tri Yudianto dengan keterangan (kode) 'u Kasasi Pailit', 'utk PK', 'sisa PK' hingga 'kawal PK' yang ditampilkan Tim JPU KPK diduga ada kaitannya dengan perkara tersebut. "Ini yang kemudian dikaitkan dengan perkara ini. Di sini tidak ada ditulis oleh Pak Sutikna untuk bisnis skincare Pak", tandasTim JPU KPK. *(HB)*


BERITA TERKAIT: