Baca Juga
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan peran tersangka MM (Mardani H. Maming) untuk mengendalikan beberapa perusahaan pertambangan di Tanah Bumbu melalui penunjukan beberapa orang kepercayaannya sebagai direktur perusahaan", terang Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (16/9/2022).
Diterangkan Ali Fikri pula, bahwa Tim Penyidik KPK juga mendalami pengetahuan Wawan tentang dugaan adanya aliran uang dari sejumlah pihak ke Mardani H. Maming atas pengurusan ijin di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Bumbu.
"Didalami juga adanya aliran uang yang diterima Tsk MM (Mardani H. Maming) saat menjabat Bupati, dari berbagai pihak atas pengurusan ijin di Kabupaten Tanah Bumbu", terang Ali Fikri pula.
Ali menegaskan, selain Direktur PT. Permata Abadi Raya (PAR) tahun 2013-2020 Wawan Surya, pada Kamis (15/09/2022) kemarin, Tim Penyidik KPK juga mengagendakan pemeriksaan Mujianto dan Erno Rudi Handoko. Hanya saja, dua pensiunan tersebut mangkir atau tidak mengahadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik KPK tersebut.
"Kedua Saksi tidak hadir. Dan, pemanggilan ulang akan segera disampaikan Tim Penyidik,", tegas Ali Fikri.
Sebagaimana diketahui, mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming sejauh ini merupakan 'Tersangka Tunggal' perkara yang ditangani KPK tersebut. Adapun Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo selaku Kepala Dinas Energi dan Pertambangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Bumbu yang telah menjalani proses persidangan merupakan perkara yang penanganananya ditangani Kejaksaan Agung.
KPK secara resmi mengumumkan status hukum Tersangka dan melakukan upaya paksa penahanan terhadap Mardani H. Maming serta membeber konstruksi perkara yang menjerat politikus PDI-Perjuangan tersebut pada Kamis (28/07/2022) malam.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Selatan pada Kamis (28/07/2022) malam, KPK membeber konstruksi perkara ini. Yakni, bermula dari Mardani H. Maming menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010–2015 dan periode tahun 2016–2018 memiliki kewenangan di antaranya memberikan persetujuan Ijin Usaha Pertambangan Operasi dan Produksi (IUP OP) di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.
Berkaitan dengan kewenangan tersebut, pada tahun 2010, salah-satu pihak swasta yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT. Prolindo Cipta Nusantara (PT. PCN) bermaksud memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT. BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.
KPK menduga, agar proses pengajuan peralihan IUP OP tersebut bisa segera mendapatkan persetujuan, Henry Soetio selaku pengendali PT. PCN diduga melakukan pendekatan dan meminta bantuan kepada Mardani H. Maming selaku Bupati Tanah Bumbu agar dapat memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT. BKPL ke PT. PCN.
Menanggapi keinginan Henry Soetio itu, pada awal tahun 2011, Mardani H. Maming selaku Bupati Tanah Bumbu diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Kepala Dinas (Kadis) Pertambangan dan Energi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dalam pertemuan tersebut, Mardani H. Maming selaku Bupati Tanah Bumbu diduga memerintahkan Kadis Pertambangan dan Energi Pemkab Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP yang diajukan Henry Soetio.
Selanjutnya, pada Juni 2011, Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming tentang IUP OP peralihan dari PT. BKPL ke PT. PCN ditanda-tangani, yang diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-back date (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat berwenang.
Mardani H. Maming selaku Bupati Tanah Bumbu diduga juga meminta Henry Soetio mengajukan pengurusan perijinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan. Usaha pengelolaan pelabuhan itu diduga dimonopoli PT. Angsana Terminal Utama (ATU) yang merupakan perusahaan milik Mardani.
KPK menduga, PT. ATU dan beberapa perusahaan lain yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif. Perusahaan-perusahaan fiktif itu sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
Susunan direksi dan pemegang sahamnya di berbagai perusahaan itu diduga masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Mardani dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh Mardani.
Selanjutnya, pada tahun 2012, PT. ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012–2014 yang sumber keuangan seluruhnya dari Henry Soetio. Pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT. ATU.
KPK menduga, telah terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio kepada Mardani melalui perantara orang kepercayaannya dan/atau perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani.
Dalam aktivitasnya, dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja-sama underlying guna memayungi dugaan aliran uang dari PT. PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani.
KPK menduga, dalam kurun tahun 2014–2020 Mardani H. Maming menerima uang dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah mencapai sekitar Rp. 104,3 miliar.
Dalam perkara ini, terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketidak-hadiran mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming pada pemanggilan pertama dan pemanggilan kedua atas penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemberian Ijin Usaha Pertambangan (IUP OP) di Kabupaten Tanah Bumbu itu membuat Tim Penyidik KPK menilai sikap Maming tersebut tidak kooperatif.
Terkait penetapan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming sebagai DPO pada Selasa 26 Juli 2022 KPK kemudian juga meminta bantuan Polri untuk membantu menangkap Mardani H. Maming.