Selasa, 11 Oktober 2022

KPK Khawatir Pernyataan Tim Hukum Lukas Enembe Ciderai Nilai Luhur Masyarakat Papua

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Menanggapi pernyataan pihak Lukas Enembe melalui Tim Hukum-nya yang mengklaim bahwa 'Masyarakat Papua' meminta perkara Gubernur Papua Lukas Enembe diselesaikan 'Menggunakan Hukum Adat', Komisi Pemberantasan Korupsi' (KPK) khawatir hal itu justru berdampak pada nilai luhur masyarakat Papua sendiri.

"Kami khawatir, statement yang kontraproduktif tersebut justru dapat mencederai nilai-nilai luhur masyarakat Papua itu sendiri", kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/10/2022).

Ali menegaskan, KPK optimistis tokoh masyarakat Papua justru berpegang teguh menjaga nilai luhur adat yang memiliki sikap kejujuran dan anti-korupsi. Ditegaskan Ali Fikri pula, bahwa masyarakat ataupun adat Papua bakal mendukung penuh upaya KPK dalam pemberantasan korupsi di Bumi Cendrawasih.

"Kami meyakini, para tokoh masyarakat Papua tetap teguh menjaga nilai-nilai luhur adat yang diyakininya, termasuk nilai kejujuran dan anti-korupsi. Sehingga, tentunya juga mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi di Papua", tegas Ali Fikri.

Ali kemudian menyinggung pernyataan Tim Hukum Gubernur Papua Lukas Enembe terkait penggunaan hukum adat dalam perkara tersebut. Menurut Ali Fikri, semestinya mereka dapat memberikan pandangan yang profesional.

"Justru KPK menyayangkan pernyataan dari Penasihat Hukum Tersangka yang mestinya tahu dan paham persoalan hukum ini, sehingga bisa memberikan nasihat-nasihat secara profesional", ujar Ali Fikri.

Ali membenarkan adanya eksistensi hukum adat di Indonesia. Namun, dalam perkara korupsi, KPK tetap menggunakan hukum positif yang berlaku secara nasional.

"Namun, untuk kejahatan, terlebih korupsi, maka baik hukum acara formil maupun materiil tentu mempergunakan hukum positif yang berlaku secara nasional", tutur Ali Fikri.

Ditandaskan Ali Fikri, bahwa hukum positif yang berlaku tidak akan berpengaruh meski pelaku telah mendapat sanksi moral maupun sanksi adat.

"Perihal apabila hukum adat kemudian juga akan memberikan sanksi moral atau adat kepada pelaku tindak kejahatan, hal tersebut tentu tidak berpengaruh pada proses penegakan hukum positif sesuai undang-undang yang berlaku", tandasnya.

Sebelumnya, Aloysius Renwarin selaku Tim Hukum Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan, bahwa masyarakat Papua meminta penanganan perkara yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua dilakukan secara adat. Alasannya, Lukas Enembe merupakan kepala suku terbesar di Papua.

"Masyarakat Papua mau selesaikan secara hukum adat Papua. Berarti, semua urusan akan dialihkan kepada adat yang mengambil sesuai hukum adat yang berlaku di tanah Papua", kata Aloysius di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

Aloysius pun mengklaim, bahwa masyarakat Papua juga meminta pemeriksaan terhadap Lukas Enembe dilakukan di lapangan secara terbuka di Jayapura, Papua. Aloysius juga mengklaim, bahwa masyarakat Papua tidak ingin Lukas Enembe diperiksa di Jakarta.

"Pemanggilan terhadap Pak Lukas telah disepakati oleh keluarga dan masyarakat adat Papua, mereka menyatakan pemeriksaan Pak Lukas dilakukan di Jayapura, dilakukan, disaksikan oleh masyarakat Papua di lapangan terbuka ketika diperiksa", ujar Aloysius.

Selain itu, Aloysius mengklaim, bahwa masyarakat Papua pun meminta supaya pemeriksaan terhadap Yulce Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe yang merupakan istri dan anak Lukas Enembe juga bisa dilakukan di Jayapura.

"Juga terhadap Ibu Lukas dan anaknya, Bona, tetap dilakukan di Papua, kalau dipaksakan diperiksa di sana", pungkas Aloysius.

Dalam perkara ini, KPK telah mengumpulkan sejumlah alat bukti dan keterangan Saksi yang diduga mengetahui perkara dugaan TPK suap dan gratifikasi terkait proyek atau pekerjaan yang sumber dananya dari APBD Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka.

Bukti dimaksud, di antaranya sudah didapat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga keterangan Saksi terkait perkara tersebut, yakni Tamara Anggraeny yang merupakan pramugari Jet Pribadi PT. RDG Airlines.

Tamara telah diperiksa oleh Tim Penyidik KPK sebagai Saksi perkara tersebut di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada Senin 03 Oktober 2022.

Yang mana, usai menjalani pemeriksaan, Tamara Anggraeny mengaku kepada wartawan bahwa dirinya sering mengawaki pesawat pribadi yang disewa Gubernur Papua Lukas Enembe. Namun, Tamara enggan menyebutkan ke mana saja Lukas Enembe pergi menggunakan jet pribadi itu.

"Banyak banget, beberapa kali", ujar Pramugari PT. RDG Airlines Tamara Anggraeny kepada wartawan, Senin (03/10/2022), usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Tamara menegaskan, pemeriksaan terhadapnya oleh Tim Penyidik KPK terkait penerbangan saja. Ditegaskannya pula, tidak ada pemberian apapun dari Gubernur Papua Lukas Enembe.

"Cuma masalah penerbangan saja sih! Nanti biar dari bapak-bapak KPK-nya yang ngejelasin ya! Saya buru-buru nih, capek banget...! Nggak (tidak ada pemberian). Penerbangan aja", tegas Tamara.

Selain Tamara, Tim Penyidik KPK sebelumnya juga telah memanggil Revy Dian Permata Sari selaku Direktur PT. Asia Cargo Airlines sebagai Saksi. Revy didalami pengetahuannya di antaranya soal adanya beberapa kali sewa private jet yang dilakukan oleh LE dan keluarga.

"Revy Dian Permata Sari selaku Direktur Asia Cargo Airline hadir, di dalami pengetahuan Saksi di antaranya soal adanya beberapa kali sewa private jet yang dilakukan oleh LE dan keluarga", terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/09/2022).

Dalam perkara ini, Lukas Enembe selaku Gubernur Papua telah ditetapkan KPK sebagai Tersangka. Tim Penyidik KPK telah memanggil Lukas Enembe selaku Gubernur Papua sebagai Tersangka perkara tersebut pada 12 September 2022 lalu. Namun, Lukas tidak menghadiri panggilan Tim Penyidik KPK tersebut dengan alasan karena sakit.

Tim Penyidik KPK kemudian telah mengirim surat panggilan kedua sebagai Tersangka kepada Gubernur Papua Lukas Enembe supaya hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan pada 25 September 2022. Namun, Gubernur Papua Lukas Enembe kembali tidak hadir dengan alasan karena kesehatan.

Sementara itu pula, pihak Lukas Enembe sudah mengajukan permohonan agar KPK memberikan ijin kepada Lukas Enembe untuk diijinkan berobat ke Singapura. Namun, KPK meminta Lukas Enembe untuk datang ke KPK dahulu. KPK memiliki Tim Dokter yang canggih dalam menangani kesehatan.

Pihak Gubernur Papua Lukas Enembe lalu pada Senin (10/10/2022) kemarin mengerahkan 20 orang Anggota Tim Hukum-nya mendatangi Kantor KPK di jalan Kuningan Persada Kavling 4 Jakarta Selatan dengan tujuan di antaranya untuk menyerahkan surat penolakan Yulce Wenda dan dan Astract Bona Timoramo Enembe menjadi Saksi perkara tersebut untuk tersangka Lukas Enembe.

"Kedatangan kami untuk menyerahkan surat menolak atau mengundurkan diri menjadi Saksi", kata Emanuel Herdiyanto selaku Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua Lukas Enembe, di Kantor KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).

Belakangan, pihak Gubernur Papua Lukas Enembe bahkan mengklaim bahwa masyarakat Papua meminta perkara Gubernur Papua Lukas Enembe supaya diselesaikan menggunakan hukum adat. *(HB)*


BERITA TERKAIT: