Baca Juga
Salah-satu suasana sidang perdana terdakwa Hakim Agung Kamar Pidana MA non-aktif Gazalba Saleh atas perkara dugaan TPK penerimaan gratifikasi dan TPPU, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin 06 Mei 2024.
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Agoes Ali Masyhuri ayah dari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali menghubungkan pihak berperkara di Mahkamah Agung (MA) dengan Hakim Agung Kamar Pidana MA Gazalba Saleh melalui deorang pengacara.
Hal itu terungkap dalam Surat Dakwaan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Gazalba Saleh yang dibacakan Tim JPU KPK dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Senin 06 Mei 2024.
Membacakan Surat Dakwaan, JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto mengungkapkan, kejadian itu diawali dari seorang pengusaha UD Logam Jaya atas nama Jawahirul Fuad yang divonis 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jombang karena pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Proses hukum kemudian berlanjut sampai kasasi di MA karena Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menguatkan putusan PN Jombang.
Jawahirul Fuad kemudian meminta bantuan Kepala Desa Kedunglosari bernama Mohammad Hani untuk mencari jalur pengurusan perkara di MA. Permintaan ini disetujui Hani.
“Selanjutnya, pada 14 Juli 2021, bertempat di Pondok Pesantren Bumi Sholawat, jalan Kyai Dasuki Nomor 1 Lebo, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani bertemu Agoes Ali Masyhuri", kata JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (06/05/2024)
Dalam pertemuan itu, lanjut JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto, Jawahirul Fuad menceritakan permasalahan hukum yang dihadapinya kepada Agoes Ali Masyhuri ayah dari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali. Setelah itu, Agoes menghubungi pengacara bernama Ahmad Riyad.
“Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan dari Jawahirul Fuad", lanjut lanjut JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto.
Berikutnya, Ahmad Riyad meminta Jawahirul Fuad dan Hani datang ke kantor firma hukumnya di Wonokromo, Kota Surabaya. Selanjutnya, Fuad, Hani dan Riyad pun bertemu di Wonokromo.
Pengacara itu kemudian mengecek perkara Fuad di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dan menemukan data perkara itu ditangani 3 (tiga) Hakim Agung. Mereka adalah, Hakim Agung Desnayeti, Gazalba Saleh dan Yohanes Priyatna.
"Mengetahui Gazalba Saleh menjadi salah-satu hakim yang menangani perkara ini, Riyad pun setuju menghubungkan Fuad dengan Hakim Agung Kamar Pidana MA Gazalba.Saleh dengan menyediakan uang sejumlah Rp. 500 juta, untuk diberikan kepada Terdakwa (Gazalba). Setelah itu, Ahmad Riyad menghubungi Terdakwa", ungkap JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto.
"Mengetahui Gazalba Saleh menjadi salah-satu hakim yang menangani perkara ini, Riyad pun setuju menghubungkan Fuad dengan Hakim Agung Kamar Pidana MA Gazalba.Saleh dengan menyediakan uang sejumlah Rp. 500 juta, untuk diberikan kepada Terdakwa (Gazalba). Setelah itu, Ahmad Riyad menghubungi Terdakwa", ungkap JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto.
Ahmad Riyad kemudian menyerahkan uang 18.000 dollar Singapura yang merupakan bagian dari Rp. 500 juta kepada Hakim Agung Kamar Pidana MA Gazalba Saleh, di Bandara Juanda Surabaya pada September 2022.
Kemudian, masih pada September 2022, Ahmad Riyad kembali menerima Rp. 150 juta dari Fuad. Atas penerimaan itu, Tim JPU KPK mendakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA telah menerima uang dari Fuad senilai Rp. 650 juta dengan rincian 18.000 dollar (Rp. 200 juta) Singapura untuk Gazalba dan Rp 450 juta untuk Ahmad Riyad.
Karena penerimaan itu tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak penerimaan itu, maka Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA diduga menerima gratifikasi.
“Perbuatan Terdakwa bersama-sama Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp. 650 juta harus dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung", tutur JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto.menbacakan Surat Dakwaan.
“Perbuatan Terdakwa bersama-sama Ahmad Riyad menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp. 650 juta harus dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung", tutur JPU KPK Wahyu Dwi Oktafianto.menbacakan Surat Dakwaan.
Tim JPU KPK menyakini, Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA diduga telah melanggar Pasal 12 B, juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. *(HB)*
BERITA TERKAIT: