Jumat, 23 Desember 2022

Setelah TPK, KPK Kembali Tetapkan Bupati Memberamo Tengah Sebagai Tersangka TPPU

Baca Juga


Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ricky Ham Pagawak selaku Bupati Mamberamo Tengah sebagai Tersangka. Kali ini, Ricky Ham Pagawak selaku Bupati Mamberamo ditetapkan sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Meski sebelumnya telah ditetapkan sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi berbagai proyek pengadaan barang dan jasa serta penerimaan lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah dan kemudian ditetapkan sebagai Tersangka perkara dugaan TPPU, namun, Tim Penyidik KPK sampai saat ini belum menahan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak, karena masih buron dan masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang).

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK menerangkan, Ricky Ham Pagawak (RHP) selaku Bupati Mamberamo Tengah diduga mengalihkan hasil perbuatan korupsinya untuk membeli aset.

"KPK kembali terbitkan Surat Perintah Penyidikan baru dengan tersangka RHP (Ricky Ham Pagawak) selaku Bupati Mamberamo Tengah dengan sangkaan pasal TPPU", terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jum'at (23/12/2022).

Ali menjelaskan, terkait proses penyidikan perkara dugaan TPPU ini, Tim Penyidik KPK sudah melakukan penyitaan terhadap aset yang diduga dibeli oleh Tersangka dari uang hasil melakukan perbuatan korupsi.

"Di antaranya 8 bidang tanah dan bangunan serta 5 unit mobil", jelas Ali Fikri.

Ali menyampaikan, KPK berharap masyarakat turut berperan dengan melaporkan dugaan aset milik Bupati Mamberamo Tengah Ricky kepada KPK. KPK pun berharap masyarakat dapat membantu memberikan informasi keberadaan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Pagawak yang saat ini masih buron dan masuk dalam DPO.

"Kami akan kejar Tersangka dan sita aset yang diduga dari hasil korupsinya", ujar Ali Fikri.

Sebelumnya, pada Kamis (08/09/2022) malam, KPK secara resmi mengumumkan status hukum Ricky Ham Pagawak selaku Bupati Mamberamo Tengah dan 3 (tiga) orang pihak swasta sebagai Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap dan gratifikasi berbagai proyek pengadaan barang dan jasa serta penerimaan lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupatèn (Pemkab) Mamberamo Tengah.

Ricky Ham Pagawak (RHP) selaku Bupati Mamberamo Tengah ditetapkan KPK sebagai Tersangka Penerima Suap. Adapun 3 pihak swasta itu, ditetapkan KPK sebagai Tersangka Pemberi Suap. Ketiganya, yakni Simon Pampang (SP) selaku Direktur Utama PT. Bina Karya Raya (PT. BKR), Jusieandra Pribadi Pampang (JPP) selaku Direktur PT. Bumi Abadi Perkasa (PT. BAP) dan Marten Toding (MT) selaku Direktur PT. Solata Sukses Membangun (PT. SSM) 

"Diawali pengumpulan berbagai informasi dan data dan selanjutnya ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan berlanjut ke tahap penyidikan dengan mengumumkan 4 (empat) tersangka", terang Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (08/09/2022) malam.

Lebih lanjut, Karyoto memaparkan konstruksi perkara yang menjerat Ricky Ham Pagawak selaku Bupati Mamberamo Tengah tersebut. Yakni, bermula dari tersangka SP, JPP dan MT selaku kontraktor yang ingin mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamberamo Tengah.

KPK menduga, supaya bisa mendapatkan proyek pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah, tersangka SP, JPP dan MT diduga melakukan upaya pendekatan kepada Bupati Mamberamo Tengah periode tahun 2013–2018 dan periode tahun 2018–2023 Ricky Ham Pagawak.

Dalam upaya pendekatan itu, KPK menduga, ada penawaran dari tersangka SP, JPP dan MT pada tersangka RHP selaku Bupati Mamberamo Tengah. Di antaranya, mereka akan memberikan sejumlah uang apabila Ricky bersedia untuk langsung memenangkan lelang beberapa paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Mamberamo Tengah.

KPK menduga, Ricky Ham Pagawak selaku Bupati Mamberamo Tengah diduga  bersepakat dan bersedia memenuhi keinginan dan permintaan 3 Tersangka pemberi suap itu dengan memerintahkan pejabat pada Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Mamberamo Tengah supaya mengondisikan proyek-proyek beranggaran besar di lingkungan Pemkab Mamberamo Tengah diberikan kepada tersangka SP, JPP dan MT.

KPK menduga, tersangka JPP diduga mendapatkan 18 paket pekerjaan dengan total nilai Rp. 217,7 miliar. Di antaranya, proyek Pembangunan Asrama Mahasiswa di Jayapura.

KPK menduga, tersangka SP diduga mendapatkan 6 paket pekerjaan dengan total nilai Rp. 179,4 miliar. Sedangkan tersangka MT diduga mendapatkan 3 paket pekerjaan dengan nilai Rp. 9,4 miliar.

"Realisasi pemberian uang pada tersangka RHP dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama dari beberapa orang kepercayaan RHP", papar Karyoto.

KPK menduga, besaran uang yang diberikan oleh tersangka SP, JPP dan tersangka MT kepada tersangka Ricky Ham Pagawak selaku Bupati Mamberamo Tengah total senilai Rp. 24,5 miliar.

KPK pun menduga, Ricky Ham Pagawak selaku Bupati Mamberamo Tengah periode tahun 2013–2018 dan periode tahun 2018–2023 diduga menerima uang dari beberapa pihak lainnya yang jumlahnya masih terus didalami.

"Terkait jabatannya, RHP diduga juga menerima uang dari beberapa pihak lainnya, yang jumlahnya masih terus kami dalami pada proses penyidikan ini", tandas Karyoto.

Sebagai Tersangka Pemberi Suap, Simon Pampang, Jusieandra Pribadi Pampang dan Marten Toding disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai Tersangka Penerima Suap, Ricky Ham Pagawak selaku Bupati Mamberamo Tengah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. *(HB)*


BERITA TERKAIT: