Kamis, 22 Februari 2024

Dadan Ngaku Diminta US$ 6 Juta Oleh 'Oknum' KPK, MAKI Akan Lapor Dewas Dan KPK

Baca Juga


Koordinator MAKI Boyamin Saiman.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Terdakwa perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) Dadan Tri Yudianto dalam nota pembelaan atau pleidoi-nya, di antaranya mengaku dimintai uang sebesar USD 6 juta oleh 'oknum' KPK.

Terkait itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) akan melapor ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Koordinator MAKI Boyamin Saiman telah bertemu dengan pengacara Dadan. Dari pertemuan itu, ia mendapatkan sejumlah informasi.

"Apakah itu benar 100 % (seratus persen)? Belum tentu. Tapi, saya akan menempuh dari informasi yang saya dapat, akan melapor ke Dewan Pengawas KPK untuk ditelusuri", ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Rabu (21/2/2024).

Boyamin menegaskan, bahwa selain ke Dewas KPK, MAKi juga akan melapor ke KPK. "Juga melapor kepada KPK. Siapa yang diduga meminta uang (USD) 6 juta itu tadi? Bisa aja itu calo, bisa saja oknum nakal", tegas Boyamin Saiman.

Ditandaskan Boyamin, Dewas dan KPK harus mendalami informasi tersebut. Pengakuan dari Dadan itu tidak boleh hanya dianggap sebagai angin lalu.

"Kayak istilah dunia intelejen, informasi sekecil apapun tetap dalami, karena bisa saja jadi teroris, jadi bom. Sama kaya ini, kalau tidak dianggap serius dan hanya dianggap angin lalu, maka berpotensi akan menjadi bom waktu", tandasnya.

Sebelumnya, mantan Komisaris Independen PT. Wijaya Karya (PT. Wika) Dadan Tri Yudianto menyebut adanya oknum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat meminta uang sejumlah US$ 6 juta agar dirinya tidak dijadikan sebagai Tersangka.

Hal itu disampaikan terdakwa Dadan Tri Yudianto saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (20/02/2024).

"Pada saat saya masih berstatus sebagai Saksi, saya sempat dimintai sejumlah uang oleh oknum yang tidak bertanggung-jawab dengan nilai dan angka yang fantastis, yaitu sebesar US$ 6 juta apabila tidak ingin perkara saya atau status saya naik menjadi Tersangka", ujar Dadan Tri Yudianto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (20/02/2024).

Dalam pledoinya, Dadan juga mengungkapkan, bahwa dirinya merasa banyak kejanggalan dalam proses penegakan hukum perkara dugaan TPK suap pengurusan perkara di MA. Kejanggalan itu di antaranya saat dirinya akan hadir menjadi Saksi untuk terdakwa Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Inti Dana Heryanto Tanaka di Pengadilan Tipikor Bandung, ada oknum dari KPK yang meminta dirinya mengabaikan panggilan sebagai Saksi dalam persidangan perkara tersebut.

"Saat itu saya akan berangkat menjadi Saksi Heryanto Tanaka di Pengadilan Negeri Bandung. Tiba-tiba ada oknum yang mengaku dari KPK melalui pesan WhatsApp kepada istri saya, meminta saya untuk mengabaikan panggilan sebagai Saksi di persidangan", ujar Dadan.

KPK memberi respon atas pengakuan mantan Komisaris Independen PT. Wika Dadan Tri Yudianto yang disampaikan dalam pledoinya tersebut. KPK meminta, Dadan melaporkannya ke Dewas ataupun ke Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Ditegaskan Ali Fikri, bahwa Dewas atau pun KPK dipastikan akan menindak-lanjutinya.

"KPK meminta kepada Terdakwa untuk dapat melaporkannya kepada Dewan Pengawas ataupun Pengaduan Masyarakat KPK dengan disertai bukti-bukti awal, untuk dapat ditelusuri lebih lanjut kebenarannya. Kami yakinkan, bahwa setiap aduan dari masyarakat akan ditindak-lanjuti dengan proses verifikasi awal", tegas Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri selaku Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK kepada wartawan, Rabu (21/02/2024).

Ali menjelaskan, KPK seringkali mendapat informasi adanya pihak-pihak tertentu yang mengaku sebagai Pegawai KPK yang dapat mengatur atau menghentikan penanganan perkara di KPK. KPK bahkan bersama aparat penegak hukum lain, pernah melakukan penangkapan pihak-pihak yang melakukan modus tersebut.

"Kasus lain serupa, misalnya, sebagai contoh adalah dalam perkara di Muara Enim, modus penipuan ini justru dilakukan oleh penasehat hukum dari terdakwanya sendiri. Kemudian atas perbuatannya, oknum penasehat hukum tersebut diputus bersalah dalam sidang etik advokat", jelas Ali Fikri.

Ditandaskan Ali Fikri, bahwa penanganan perkara di KPK melalui proses yang melibatkan lintas unit. Selanjutnya, dilakukan gelar perkara untuk menentukan siapa pihak-pihak yang bertanggung-jawab atas suatu peristiwa pidana korupsi itu dan ditetapkan sebagai Tersangka. *(HB)*


BERITA TERKAIT: