Jumat, 10 Januari 2025

KPK Periksa Ahok Soal Kerugian Rp. 5,4 Triliun Dalam Pengadaan LNG Di Pertamina

Baca Juga


Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan, Komisaris Utama (Komut) PT. Pertamina (Persero) periode tahun 2019–2024 Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok diperiksa soal kerugian 337 juta dolar AS atau sekitar Rp. 5,45 triliun terkait pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT. Pertamina (Persero).

"Saksi didalami terkait adanya kerugian yang dialami Pertamina di tahun 2020 dengan potensi kerugian 337 juta dolar AS akibat kontrak-kontrak LNG milik Pertamina", kata Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Jum'at (10/01/2025).

Dalam pemeriksaan itu, Tim Penyidik KPK di antaranya juga mendalami pengetahuan Ahok tentang dugaan permintaan dewan komisaris kepada jajaran direksi Pertamina untuk memeriksa 6 (enam) kontrak pengadaan LNG di Pertamina.

Sebagaimana diketahui, pada Kamis 09 Januari 2025 lalu, Ahok diperiksa Tim Penyidik KPK sebagai Saksi penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT. Pertamina. Pemeriksaan dilangsungkan Tim Penyidik KPK di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan.

Usai menjalani pemeriksaan, kepada sejumlah awak media, Ahok mengatakan, bahwa Tindak Pidana Korupsi (TPK) pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT. Pertamina tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat sebagai Komisaris Utama PT. Pertamina (Persero).

"Ini kasus LNG bukan pada zaman saya semua. Cuma, kami yang temukan waktu zaman saya jadi Komut. Itu saja sih", kata Komut PT. Pertamina (Persero) periode tahun 2019–2024 Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, usai menjalani pemeriksaan, di Gedung Merah Putih KPK jalan Kuningan Persada Kavling 4 Setiabudi Jakarta Selatan, Kamis (09/01/2025).

Ahok menjelaskan, dugaan TPK pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT. Pertamina tersebut diduga terjadi pada periode tahun 2011—2014. Dijelaskan Ahok pula, bahwa dugaan korupsi tersebut ditemukannya pada tahun 2020 dan dilaporkan kepada Menteri BUMN hingga akhirnya ditangani oleh KPK.

"'Kan sudah terjadi kontraknya sebelum saya masuk. Nah, ini pas ketemunya ini pada bulan Januari 2020", jelas Ahok.

Sebagaimana diketahui, Tim Penyidik KPK tengah mengembangkan penanganan perkara dugaan Tindak Pidana Koruspi (TPK) pengadaan gas cair alam (LNG) di PT. Pertamina (Persero).

Yang mana, pada 02 Juli 2024, Tim Penyidik KPK menetapkan 2 (dua) pejabat PT. Pertamina (Persero) lainnya sebagai Tersangka perkara tersebut. Keduanya, Yakni: Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT. Pertamina tahun 2013–2014 Yenni Andayani dan Direktur Gas PT. Pertamina Periode 2012-2014 Hari Karyuliarto.

Dalam perkara dugaan TPK pengadaan gas alam cair atau LNG di PT. Pertamina (Persero) ini, mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 9 (sembilan) tahun penjara denda Rp. 500 juta.

Majelis Hakim menilai, Karen dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan 'bersalah' melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Majelis Hakim pun menilai, perbuatan Karen terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan denda sebesar Rp. 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan", tegas Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (24/06/2024).

Sementara itu, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut agar Majelis Hakim juga menjatuhkan sanksi pidana terhadap mantan Dirut PT. Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan bayar denda Rp .1 miliar subsider 6 (enam) bulan kurungan.

Dalam perkara tersebut, Dirut PT. Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp. 1.091.280.281,81 dan 104.016,65 dollar Amerika Serikat

Selain itu, mantan Dirut PT. Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan diduga turut memperkaya Corpus Christi Liquedaction (CCL) sebesar 113,839,186.60 dollar AS.

Kerugian negara ini diketahui berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) RI dan Instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.

Namun, Majelis Hakim tidak membebankan uang pengganti kerugian negara USD 113 juta ke Karen. Majelis Hakim membebankan pembayaran uang pengganti ke perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Corpus Christi Liquefaction LLC.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengatakan Corpus Christi Liquefaction LLC seharusnya tidak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG di PT. Pertamina tersebut.

Hakim menyatakan Karen "bersalah' melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Karen telah mengajukan banding, tapi vonisnya tidak berubah. Kini Karen mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). KPK menyatakan sedang melakukan pengembangan kasus ini. Ada Tersangka Baru yang telah ditetapkan *(HB)*


BERITA TERKAIT: