Selasa, 28 Mei 2024

KPK Akan Banding Atas Putusan Sela Hakim Tipikor Bebaskan Hakim Agung Gazalba Saleh

Baca Juga


Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.


Kota JAKARTA – (harianbuana.com).
Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengajukan banding atas putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang membebaskan Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) non-aktif Gazalba Shaleh.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dipastikan akan menempuh upaya hukum banding dan akan meneruskan perkara pokok dugaan korupsi yang menjerat Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) non-aktif Gazalba Shaleh.

"Pasti banding. Prosesnya diserahkan ke JPU (Jaksa Penuntut Umum). Jaksa harus banding dan meneruskan perkara pokoknya", tegas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dihubungi wartawan, Selasa (28/05/2024).

Alex mengungkap pertimbangan Majelis Hakim, bahwa persidangan tidak bisa dilanjutkan karena tidak adanya surat delegasi dari Jaksa Agung kepada Jaksa Penuntut Umum KPK. Jika mengikuti pendapat Majelis Hakim, hal yang terjadi pada perkara Gazalba Shaleh bisa juga terjadi pada perkara lain.

"Bisa-bisa, perkara-perkara yang saat ini sedang dalam proses naik ke penuntutan juga terhenti kalau hakim-hakim lainnya juga berpendapat sama. Atau jaksa-jaksa KPK menerima putusan hakim", ungkap Alexander Marwata.

Ditegaskan Alexaxander Marwata, bahwa independensi KPK telah diamanatkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Adapun Undang-Undang KPK memberikan mandat kepada Pimpinan KPK untuk melakukan penuntutan perkara korupsi yang ditangani KPK.
.
"Rohnya KPK itu independensi lembaga sebagaimana disebutkan di Pasal 3 Undang-Undang KPK. Dengan putusan hakim agar Dirtut (Direktur Penuntutan) KPK memperoleh pendelegasian wewenang dari JA (Jaksa Agung) sama saja dengan mengebiri independensi kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan", tegas Alex.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi atau nota pembelaan yang diajukan Hakim Agung Kamar Pidana MA non-aktif Gazalba Saleh atas Surat Dakwaan Tim JPU KPK.

Gazalba Shaleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA merupakan Terdakwa perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan gratifikasi Rp. 61,9 miliar dan perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang senilai Rp. 29,9 miliar.

Sidang perdana perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA) digelar pada Senin 06 Mei 2024, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Dalam sidang perdana perkara tersebut beragenda Pembacaan Surat Dakwaan, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Kirupsi (KPK) di antaranya mendakwa, bahwa terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA didakwa menerima telah gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Tim JPU KPK mendakwa, Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA didakwa secara bersama-sama menerima gratifikasi senilai Rp. 650 juta dari Jawahirul Fuad terkait pengurusan kasasi di Mahkamah Agung.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima gratifikasi yaitu menerima uang sejumlah Rp. 650.000.000,– dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022 yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yaitu berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia", kata Tim JPU KPK saat membacakan Surat Dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (06/05/2023).

Tim JPU KPK menerangkan, gratifikasi itu diterima Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Adapun Jawahirul Fuad merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan divonis 'bersalah' dengan sanksi pidana 1 tahun penjara.

"Atas permasalahan hukum tersebut, Jawahirul Fuad ditetapkan sebagai Tersangka kemudian menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jombang. Berdasarkan Putusan Nomor: 548/Pid.B/LH/2020/PN Jbg tanggal 07 April 2021, Jawahirul Fuad dinyatakan 'bersalah' dengan dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun dan pada tingkat banding putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor: 485/PID.SUS-LH/2021/PTSBY tanggal 10 Juni 2021", terang Tim JPU KPK.

Pada Juli 2021, lanjut Tim JPU KPK, Jawahirul Fuad menghubungi Kepala Desa Kedunglosari Mohammad Hani untuk mencarikan jalur pengurusan perkara tingkat kasasi di Mahmakah Agung (MA). Mohammad Hani menyetujui permintaan tersebut.

Kemudian, lanjut Tim JPU KPK pula, pada 14 Juli 2021, Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani bertemu dengan Agoes Ali Masyhuri di Pondok Pesantren Bumi Sholawat jalan Kyai Dasuki nomor 1 Lebo, Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo. Agoes Ali Masyhuri sendiri merupakan ayah dari Bupati Sidoarjo Jawa Timur Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor yang saat ini menjadi Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pemotongan insentif Aparatur Sipil Negara (ASN) BPPB Kabupaten Sidoarjo yang tengah ditangani KPK.

"Dalam pertemuan tersebut Jawahirul Fuad menyampaikan sedang mengalami permasalahan hukum. Atas penyampaian tersebut, Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan dari Jawahirul Fuad yang kemudian Ahmad Riyad meminta Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani untuk datang ke kantornya", lanjut Tim JPU KPK.

Ahmad Riyad kemudian menyetujui untuk menghubungkan Jawahirul Fuad ke terdakwa Gazalba Saleh dan Ahmad Riyad meminta Jawahirul Fuad menyiapkan uang senilai Rp. 500 juta.

Ahmad Riyad kemudian mengecek pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) terkait perkara Jawahirul Fuad dengan register perkara kasasi Nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan susunan Majelis Hakim Kasasi yaitu Desnayeti, Yohanes Priyatba dan Gazalba Saleh (Terdakwa).

"Setelah mengetahui salah-satu hakim yang menyidangkan perkara tersebut adalah terdakwa Gazalba Saleh, Ahmad Riyad menyetujui menghubungkan Jawahirul Fuad kepada Terdakwa dengan menyediakan uang sejumlah Rp. 500.000.000,– untuk diberikan kepada Terdakwa. Setelah itu, Ahmad Riyad menghubungi Terdakwa", tambah Tim JPU KPK.

Berikutnya, pada 30 Juli 2022, Jawahirul Fuad menyerahkan uang Rp. 500 juta itu kepada Ahmad Riyad. Selanjutnya, Ahmad Riyad bertemu terdakwa Gazalba Saleh untuk menyampaikan permintaan Jawahirul Fuad agar diputus 'bebas' dalam perkara tingkat kasasi tersebut.

"Ahmad Riyad bertemu Terdakwa dengan menyampaikan permintaan dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022 atas nama Jawahirul Fuad dan meminta putusan dinyatakan bebas", imbuh Tim JPU KPK.

Lebih lanjut, Tim JPU KPK menerangkan, bahwa setelah pertemuan itu, terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA meminta Prasetio Nugroho selaku Asisten Hakim Agung untuk membuat resume perkara Nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan putusan 'Kabul Terdakwa', meskipun berkas perkara belum masuk ke ruangan Hakim Agung Kamar Pidana MA Gazalba Saleh.

Atas resume yang dibuat oleh Prasetio tersebut, terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA menggunakannya sebagai dasar dalam membuat lembar pendapat hakim (advise blaad). Hingga pada, penetapan putusan kasasi perkara Jawahirul Fuad digelar pada 6 September 2022, Jawahirul Fuad dinyatakan 'bebas'.

"Pada tanggal 6 September 2022, bertempat di Kantor Mahkamah Agung RI, jalan Medan Merdeka Utara nomor 9–13 Jakarta Pusat, dilaksanakan musyawarah pengucapan putusan perkara Nomor: 3679 K/PID.SUS-LH/2022 dengan amar putusan mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi JAWAHIRUL FUAD yang pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan 'bebas' atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti", terang Tim JPU KPK.

Tim JPU KPK pun menerangkan, bahwa setelah amar putusan dibacakan, masih pada bulan September 2022, Ahmad Riyad bertemu dengan terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA di jalan Ir. Haji Juanda, Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo. Yang mana, dalam pertemuan itu, Ahmad Riyad menyerahkan uang kepada terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA senilai SGD 18.000 yang merupakan bagiannya dari Rp. 500 juta.

Kemudian, masih di bulan September 2022, Ahmad Riyad meminta uang tambahan ke Jawahirul Fuad senilai Rp. 150 juta. Uang itu pun kemudian diserahkan Jawahirul Fuad kepada Ahmad Riyad di kantornya.

Ditegaskan Tim JPU KPK, bahwa dari total uang sebesar Rp. 650 juta itu, terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA menerima bagian uang sejumlah Rp. 200 juta atau SGD 18.000, sedangkan Ahmad Riyad menerima bagian uang senilai Rp. 450 juta.

"Bahwa Terdakwa bersama-sama Ahmad Riyad menerima uang dari Jawahirul Fuad keseluruhan sejumlah Rp. 650.000.000,–. Dimana, Terdakwa menerima bagian sejumlah SGD 18.000 atau setara dengan Rp. 200.000.000,–, sedangkan sisanya sejumlah Rp. 450.000.000,– merupakan bagian yang diterima oleh Ahmad Riyad terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang di atas", tegas Tim JPU KPK.

Membacakan Surat Dakwaan, Tim JPU KPK pun memaparkan dugaan TPK penerimaan gratifikasi yang berkaitan dengan dugaan TPPU terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA.

Bahwa, Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA diduga telah menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA diduga telah menerima uang sebesar USD 18.000 atau setara Rp. 200 juta yang merupakan bagian dari total gratifikasi sebesar  Rp. 650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad.

Berikutnya, lanjut Tim JPU KPK, terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA diduga telah menerima Rp. 37 miliar saat men.angani Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada tahun 2020. Uang-uang itu diterima oleh terdakwa Gazalba Saleh bersama advokat Neshawaty Arsjad.

Berikutnya, tambah Tim JPU KPK, terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA juga menerima penerimaan selain gratifikasi USD 18 ribu sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama, Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana diduga juga telah menerima SGD 1.128.000 atau setara Rp. 13,3 miliar, USD 181.100 atau setara Rp. 2 miliar dan Rp. 9.429.600.000,– (Rp. 9,429 miliar) pada tahun 2020 hingga 2022.

Jika ditotal, terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA diduga telah menerima gratifikasi sekitar Rp. 61,929 miliar.

Membacakan Surat Dakwaan, Tim JPU KPK kemudian juga mengungkap dugaan cara terdakwa Gazalba Saleh menyamarkan uang-uang gratifikasi yang diduga telah diterimanya tersebut.

Tim JPU KPK mengungkap, Gazalba Saleh diduga membeli mobil Toyota New Alphard pada Maret 2020 dengan nilai sebesar Rp. 1.079.600.000,– (Rp. 1,079 miliar). Tim JPU KPK menyebut, pembelian mobil Toyota New Alphard pada Maret 2020 itu diatas-namakan kakaknya, atas nama Edy Ilham Shooleh, dengan tujuan menyamarkan transaksi.

Tim JPU KPK pun mengungkap, pada April 2020 hingga Juni 2021, terdakwa Gazalba Saleh diduga menukar uang di money changer dengan total keseluruhan Rp. 6.334.332.000,– (Rp 6,334 miliar). Terdakwa Gazalba Saleh menukar uang itu dengan KTP yang pada kolom identitasnya tertera profesi sebagai dosen. Uang rupiah hasil penukaran itu kemudian dikirimkan ke sejumlah rekening.

Tim JPU KPK juga mengungkap, terdakwa  Gazalba Saleh membeli tanah/ bangunan senilai Rp. 5.382.783.210,– (Rp 5,382 miliar) di Jakarta Selatan menggunakan hasil penukaran valas sebelumnya. Transaksi pembelian itu disamarkan dengan membuat nilai jual beli sekitar Rp. 3,7 miliar.

Selain itu, Tim JPU KPK merinci, terdakwa Gazalba Saleh membeli emas senilai Rp. 508.485.000– (Rp. 508 juta). Uang yang digunakan untuk membeli emas itu berasal dari hasil penukaran valas yang dilakukan Gazalba Saleh sebelumnya.

Tim JPU KPK pun merinci, terdakwa Gazalba Saleh membeli tanah/ bangunan di Kabupaten Bogor, total nilainya Rp. 2.050.000.000,– (Rp. 2,050 miliar).

Tim JPU KPK juga merinci, terdakwa Gazalba Saleh membeli tanah/ banguna rumah di Citra Grand Cibubur Cluster Terrace Garden, Kota Bekasi senilai Rp. 7.710.750.000 (Rp 7,710 miliar) dan menyamarkan transaksi pembelian dengan membuat harga jual beli Rp. 3.526.710.000,– (Rp 3,526 miliar).

Selain itu, Tim JPU KPK membeber, terdakwa Gazalba Saleh melunasi KPR teman dekatnya atas nama Fify Mulyani pada 2021. Total uang yang dibayarkan untuk melunasi KPK teman dekatnya tersebut senilai Rp. 2,9 miliar.

Tim JPU KPK juga membeber, terdakwa Gazalba Saleh kembali melakukan penukaran valuta asing ke rupiah pada Februari 2022, total senilai Rp. 3.963.779.000,– (Rp. 3,963 miliar). 

Tim JPU KPK menegaskan, total TPPU terdakwa Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA sekitar Rp. 29,926 miliar.

Tim JPU KPK menyakini, Gazalba Saleh selaku Hakim Agung Kamar Pidana MA diduga telah melanggar Pasal 12 B, juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.  *(HB)*


BERITA TERKAIT: