Selasa, 31 Oktober 2017

Sidang Ke-15 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 3 Terdakwa Mengaku Semua Anggota Dewan Tahu Soal Fee Proyek Jasmas Dan Jatah Triwulan

Baca Juga


Salah-satu suasana sidang ke-15 kasus OTT dugaan suap proyek PENS 2017, saat Anang Wahyudi ditanya JPU KPK, Selasa (31/10/2017/

Kota SURABAYA - (harianbuana.com).
Sidang ke-15 (lima belas) kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) dugaan 'suap' pengalihan dana-hibah (Dana Alokasi Khusus/ DAK) anggaran proyek pembangunan kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto Tahun Anggaran 2017 senilai Rp. 13 miliar yang digelar di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) jalan Juanda - Surabaya pada Selasa 31 Oktober 2017 ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 3 (tiga) terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto serta 8 (delapan) saksi anggota DPRD Kota Mojokerto.

Ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut yakni mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto non-aktif Umar Faruq. Sedangkan kedelapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto dimaksud yakni Riha Mustofa, Cholid Virdaus Wajdi, Dwi Edwin Endra Praja, Anang Wahyudi, Junaedi Malik, Yuli Veronica, Udji Pramono dan Darwanto.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warsa Mukti ini, kedelapan Anggota Dewan DPRD Kota Mojokerto yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kali ini dicecar oleh JPU KPK soal bagi-bagi uang Rp. 5 juta per-anggota Dewan yang telah mereka terima sebelumnya dan mereka kembalikan ke KPK saat mereka diperiksa KPK. Selain itu, kedelapan saksi tersebut juga dicecar soal 'fee proyek Jasmas' dan 'jatah triwulan' yang diminta anggota Dewan ke eksekutif.

Ketika dimintai keterangan oleh JPU KPK, saksi Anang Wahyudi mengaku, bahwa dirinya tidak-tahu jika uang Rp. 5 juta itu merupakan sebagian uang jatah yang diminta Dewan ke eksekutif. Anang Wahyudi pun mengaku jika dirinya tidak menerima secara langsung uang itu, melainkan hanya diberitahu saja oleh Sonny Basuki Raharjo teman satu fraksinya. “Sonny tidak memberitahu uang tersebut berasal dari mana dan berkaitan dengan apa”, aku Anang Wahyudi, menjawab pertanyaan JPU KPK dalam persidangan, Selasa (31/10/2017).

Selain uang itu tidak diterimanya secara langsung, Anang pun mengaku jika uang itu digunakan untuk kegiatan buka bersama partainya dengan anak-anak yatim. Tak heran jika pengakuan Anang Wahyudi tersebut sempat membuat JPU KPK geram dan menilai pengakuan Anang Wahyudi tersebut tidak logis bahkan nglantur. Terlebih ketika Anang mengaku, jika dirinya sudah mengembalikan uang sejumlah Rp. 5 juta ke KPK. “Saksi mengaku tidak tahu itu uang apa, juga tidak menerimanya langsung. Tapi, saksi mengembalikan ke KPK. Ini logikanya dimana...!?", tanya JPU KPK.

Mendapat tanggapan JPU KPK yang bernada penuh tanya tersebut, politisi partai Golkar yang ini tak-mampu berkata-kata lagi untuk kembali memberikan penjelasan yang dapat meyakinkan JPU KPK.

Sementara itu, ketika tiba gilirannya menyampaikan tanggapannya atas kesaksian yang telah diberikan oleh kedelapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto dalam persidangan kasus yang menjadikan ketiga mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto tersebut duduk di kursi terdakwa, baik terdakwa Purnomo ataupun terdakwa Abdullah Fanani maupun terdakwa Umar Faruq menyatakan, bahwa mereka keberatan atas kesaksian yang diberikan oleh kedelapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut.

Selain merasa keberatan atas kesaksian kedelapan saksi Anggota Dewan tersebut, ketiga terdakwa mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto itu bahkan menuding jika keterangan kedelapan Anggota Dewan yang dihadirkan sebagai saksi di persidangan adalah sarat rekayasa dan jauh dari fakta yang sebenarnya. “Kalau saksi-saksi mengaku tidak tahu uang lima juta rupiah yang diterima itu asalnya dari mana, itu tidak benar Yang Mulia", ujar terdakwa Purnomo mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto ketika diminta Majelis Hakim untuk menanggapi keterangan para saksi, Selasa (31/10/2017).

Lebih jauh, terdakwa Purnomo membeberkan, bahwa semua anggota Dewan tahu jika uang Rp. 5 juta yang mereka terima berasal dari pemberian Wiwiet Febrianto yang saat itu menjabat Kepala Dinas (Kadis) PUPR pemkot Mojokerto. “Saat itu saya sampaikan, kalau uang lima juta rupiah itu ‘Uang Bypass’.  By-pass itu sebutan untuk Kantor Dinas PUPR di jalan Bypass", beber terdakwa Purnomo mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto.

Terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo pun mengungkapkan, bahwa 'jatah triwulan Dewan' Rp. 65 juta yang disebut-sebut oleh para saksi merupakan ide dari Pimpinan Dewan itupun tidak sesuai fakta. Karena, soal 'jatah triwulan Dewan' adalah merupakan merupakan hasil kesepakatan informal Dewan saat pertemuan di hotel Mercure Jakarta pada sekitar bulan Mei 2017 silam. “Bukan wacana pimpinan, itu hasil rembuk bareng di Hotel Mercure Jakarta, sekitar bulan Mei 2017. Sifatnya informal. Semua saksi hadir. Termasuk saksi Dwi Edwin”, ungkap terdakwa Purnomo.

Ditegaskannya, bahwa soal besaran fee proyek 8 % (persen) dari proyek Jasmas itupun diketahui dan disetujui oleh semua Anggota Dewan. “Terkait fee Jasmas delapan persen itu, hitungannya muncul setelah semua Pimpinan dan Ketua Fraksi kumpul di ruang kerja saya untuk mendengarkan paparan Wiwiet Febriyanto soal besaran fee Jasmas. Jadi, angka itu disetujui semua anggota Dewan", tegas terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo.

Terdakwa mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo pun menandaskan, bahwa penerimaan uang tambahan  penghasilan tidak-resmi itu sebenarnya sudah berlangsung lama. Bahkan, jauh sebelum dirinya menjadi salah-satu Anggota Dewan. "Soal pendapatan tidak resmi dari eksekutif itu sudah tradisi lama. Para saksi yang dihadirkan, diantaranya sudah menjadi anggota Dewan dua atau tiga periode. Pasti tahu soal itu. Makanya kalau mengelak, bahkan mengaku tidak pernah terima uang tidak resmi, sangat tidak logis saja", tandas terdakwa Purnomo, mantan Ketua DPRD Kota Mojokerto.

Demikian halnya dengan tanggapan terdakwa Umar Faruq. Ia pun melontarkan tanggapan senada dengan apa yang disampaikan oleh terdakwa Purnomo. Bahkan, terdakwa Umar Faruq mengeluarkan peristilahan ‘Dihajar Anggota Dewan’ untuk menyebut 'Tekanan Anggota Dewan' terhadap Pimpinan Dewan agar segera mengegolkan 'penghasilan tambahan tidak resmi' dari eksekutif. “Mana mungkin mereka tidak tahu asal uang itu...!?”, tandas terdakwa Umar Faruq serasa penuh tanya.

Tak jauh beda dengan inti tanggapan terdakwa Purnomo maupun tanggapan terdakwa Umar Faruq, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Abdullah Fanani pun malah membeber perilaku Anggota DPRD Kota Mojokerto. “Tidak saja menekan, mereka terang-terangan menyebut pimpinan Dewan tidak berwibawa, tidak punya nyali dan sebagainya. Jadi, ya sebenarnya kami Pimpinan Dewan hanya menampung desakan anggota saja. Tentunya kami juga tidak mau dipojokkan, seolah-olah kami bertiga saja yang berperan dan berinisiatif", beber Abdullah Fanani.

Lebih jauh, Abdulah Fanani menjelaskan, bahwa hal sekecil apa pun, jika sudah menyangkut kepentingan bersama anggota Dewan, pasti dibicarakan bareng-bareng. Ditandaskannya, bahwa Pimpinan Dewan tidak berani mengambil sikap tampa persetujuan semau Anggota Dewan. “Pimpinan tidak akan pernah melangkah tanpa ada persetujuan semua anggota Dewan. Termasuk, soal fee Jasmas dan jatah triwulan", jelasnya, tandas.

Menyikapi tanggapan ketiga terdakwa mantan Pimpinan Dewan atas keterangan delapan saksi Anggota DPRD Kota Mojokerto tersebut, Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Mukti meminta ketegasan ketiga terdakwa mantan Pimpinan Dewan terkait keterlibatan para Anggota Dewan soal fee proyek Jasmas maupun jatah tiwulan. “Jadi, semua saksi sebagai anggota Dewan ini tahu ya soal fee jasmas, juga jatah triwulan”, tandas Ketua Majelis Hakim, HR. Unggul Warsa Mukti.

Sementara itu pula, Moh. Sahid Taufik, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Umar Faruq menilai, para saksi yang dihadirkan dalam sidang banyak mengetahui soal fee Jasmas dan jatah triwulan. Hal ini bisa diambil benang merahnya dari keterangan saksi Cholid Virdaus yang menyebut, Yuli Veronica, Anang Wahyudi dan Dwi Edwin Endra Praja merupakan Anggota Dewan yang sering secara vulgar meminta realiasi fee proyek Jasmas dan jatah triwulan ke Pimpinan Dewan.

Sebagaimana diketahui, Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto serta Abullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto bersama Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Jum'at (16/06/2017) tengah-malam hingga Sabtu (17/10/2017) dini-hari, saat mereka diduga kuat tengah melakukan tindak pidana 'suap-menyuap'.

Dimana, pada Jum’at (16/06/2017) sekitar pukul 23.30 WIB, tim Satgas Penindakan KPK mengamankan Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan seorang dari pihak swasta bernama Hanif di 'Rumah PAN' atau kantor DPD PAN Kota Mojokerto yang berada dikawasan jalan KH. Mansyur, Lingkungan Suronatan Kelurahan Gedongan Kecamatan Kranggan Kota Mojokerto.

Selain mengamankan ketiganya, dalam 'Operasi Super Senyap' ini, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil menemukan barang-bukti uang sebesar Rp. 300 didalam mobil Hanif yang diduga merupakan uang yang digunakan oleh terdakwa Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto untuk menyuap Dewan.

Pada saat yang hampir bersamaan, tim Satgas Penindakan KPK lainnya juga berhasil mengamankan terdakwa Wiwiet Febrianto selaku Kadis PUPR Pemkot, disalah-satu kawasan jalan di Mojokerto menuju arah ke Surabaya. Saat dilakukan penggeledahan, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan uang sebanyak Rp. 140 juta yang disimpan terdakwa Wiwiet Febryanto didalam mobil yang dikemudikannya. Disusul kemudian, pada Sabtu (17/06/2017) dini-hari sekitar 01.00 WIB, tim Satgas Penindakan KPK menangkap terdakwa Abdullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Taufik dirumah kediaman masing-masing. Dari tangan Taufik, tim Satgas Penindakan KPK juga berhasil mengamankan uang tunai sebanyak Rp. 30 juta.

Setelah menjalani pemeriksaan awal di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Timur, ke-enamnya bersama barang bukti berupa uang tunai yang diduga berasal dari 2 (dua) kontraktor yang selama ini menjadi rekanan Dinas PUPR Pemkot Mojokerto, yakni Irfan Dwi Cahyono alias Ipank dan Dody Setiawan, diterbangkan ke Jakarta pada Sabtu (17/06/2017) siang untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK. Hanya saja.

Dari hasil pemeriksaan dinilai cukup bukti, pada Sabtu 17 Juni 2017 itu juga, KPK menetapkan status tersangka terhadap Purnomo selaku Ketua DPRD Kota Mojokerto, Umar Faruq selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto dan Abullah Fanani selaku Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto serta Wiwiet Febryanto selaku Kadis PUPR Pemkot Mojokerto. Yang mana, sejak saat itu pula, keempatnya menjadi tahanan KPK. Sedangkan bagi Hanif dan Taufik sendiri, hingga saat ini masih sebatas sebagai saksi dalam kasus ini. *(DM/DI/Red)*


BERITA TERKAIT :
*Sidang Ke-14 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Pledoi Terdakwa Wiwiet Sebut Dewan Pelaku Utama
*Sidang Ke-13 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, 2 Dari 5 Saksi Swasta Dicecar Soal Motif Meminjami Uang Wiwiet Febryanto Hingga Hampir Rp. 1 M
*Sidang Ke-12 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, KPK Tolak Permohonan Wiwiet Sebagai Justice Collaborators
*Sidang Ke-12 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU KPK Tuntut Terdakwa Wiwiet Febryanto Dengan Sanksi 2 Tahun Penjara Dan Denda Rp. 250 Juta
*Sidang Ke-11 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Umar Faruq Sebut Rp. 180 Juta Untuk Nyicil Hutang Wakil Wali Kota Dan Rp. 30 Juta Rencana Untuk THR
*Sidang Ke-10 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Wiwiet Febriyanto Mulai Diperiksa Sebagai Terdakwa
*Sidang Ke-9 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Dewan Akui Terima Fee
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, PH Terdakwa Meyakini Peran Anggota Dewan Akan Terungkap Dalam Persidangan Mendatang...?
*Sidang Ke-8 Kasus OTT Dugaan Suap, 3 Mantan Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Terancam Pasal TPPU...?
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, Komitmen Fee Dan Success Fee Dewan Dilakukan Disebuah Hotel Dikawasan Trawas
*Sidang Ke-7 Kasus OTT Dugaan Suap, JPUK KPK Hadirkan 4 Anggota DPRD Kota Mojokerto Sebagai Saksi
*Sidang Ke-6 Kasus OTT Suap Proyek PENS, Semua Anggota Dewan Tahu Adanya Fee Proyek Dan Jatah Triwulan...?
*Sidang Ke-5 Kasus OTT Suap, JPU KPK Kejar Fee Proyek Jasmas DPRD 8 Persen
*Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Ketua Dan Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Segera Disidang
*Sidang Ke-4 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, Umar Faruq Mengaku Pimpinan Dewan Ditekan Anggota
*Siap Disidangkan, Hari ini Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto Tersangka Kasus Dugaan Suap Proyek PENS Dipindah Ke Rutan Medaeng
*Sidang Ke-3 Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS, JPU Hadirkan 2 Saksi Kontraktor
*Tiga Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS Mengaku Tidak Ada Arahan Wali Kota Mojokerto
*Jadi Saksi Sidang Kasus OTT Dugaan Suap, Sekdakot Mojokerto Sebut Ada Komitmen Dari Wakil Wali Kota...?
*Sidang Perdana Kasus OTT Dugaan Suap Proyek PENS,KadisPUPRPemkotMojokertoTeramcam Sanksi 20 Tahun Penjara
*Hari Ini Sidang Perdana Kasus OTT Suap Pengalihan Anggaran Proyek Pembangunan PENS 2017 Rp. 13 Miliar
*KPK Perpanjang Masa Penahanan Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto
*Tersangka OTT KPK Kasus Suap, Wiwiet Febryanto Segera Sidang Di Surabaya
*Kadis PUPR Pemkot Mojokerto Jadi Warga Binaan Rutan Medaeng